Reporter : Sri Wiyono
blokTuban.com - Di sebuah ruangan di gedung Makhdum Ibrahim, kampus Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban, tiga mahasiswi berdandan tak biasa. Mereka menggunakan kain kebaya dan sedikit make up. Beberapa orang mendampinginya.
Tentu saja, tiga mahasiswi itu dandan beda, karena mereka adalah ‘calon pengantin’ yang tak lama lagi akan melangsungkan akad nikah.
Sementara di sisi yang lain, juga ada mahasiswa yang berdandan rapi. Bahkan ada yang memakai jas dan semuanya berkopiah. Mahasiswa itu ternyata juga ‘calon pengantin’ yang segera dinikahkan.
Meja untuk prosesi akad nikah juga disediakan. Penghulu yang akan menikahkan, saksi dan pengiring mempelai semuanya juga sudah siap. Beberapa di antaranya juga dandan rapi berkain batik.
Kenapa mereka menikah di kampus? Dari tiga pasangan yang ‘menikah’ ini, mengucapkan akad nikah dengan bahasa yang berbeda. Ada yang akad nikah dengan Bahasa Arab, Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.
Ada calon pengantin pria yang tidak bisa hadir sehingga diwakilkan pada wali yang diambil dari keluarganya. Ada juga yang semua calon pengantinnya hadir. Bahkan, ada juga yang meski semua calon pengantin hadir, namun maharnya dihutang.
Eit..jangan saham sangka dulu. Yang terjadi itu hanyalah simulasi. Benar ada tiga pasangan yang mengucapkan ijab qabul dalam akad nikah. Namun, semuanya hanya simulasi. Meski dekorasi dan persiapan yang dilakukan semua serius.
Simulasi akad nikah itu digelar mahasiswa program studi (prodi) Hukum Keluarga Islam (HKI) Fakultas Syariah IAINU Tuban. Akad nikah, bersama syarat dan rukunnya menjadi salah satu materi kuliah yang diberikan.
Ketua panitia kegiatan Afif mengatakan, simulasi akad nikah digelar salah satunya untuk menjalin silaturrahmi antarmahasiswa dakam Himpunan Mahasiswa Prodi (Himaprodi) HKI.
‘’Selain itu, juga untuk menyiapkan diri agar lebih faham terkait tentang nikah. Karena studi kita salah satunya akan menuju sebagai pegawai di KUA,’’ katanya.
Kaprodi HKI Yudi Arianto, S.sy., M.H.I., mengapresiasi kegiatan tersebut. Dia sangat mendukung simulasi itu. Selain sebagai bagian dari pembelajaran dalam kuliah, simulasi menjadikan para mahasiswa faham, dan tahu detail bagaimana sebuah akd nikah itu dilakukan. Termasuk syarat dan rukunnya.
‘’Praktek nikah terlihat mudah, tapi kalau didalami ada kerumitan, ada hal-hal yang harus diperhatikan agar syarat rukunnya tercapai semua,’’ ujarnya.
Prodi HKI punya peluang besar bisa masuk ke KUA, menjadi penghulu maupun staf KUA.
Juga bisa menjadi penyuluh agama islam, petugas pencatat nikah dan lainnya. Semua posisi itu banyak dibutuhkan lulusan syariah. Karena banyak keahlian yang berasal dari prodi fakultas syariah.
Misalnya pendampingan halal haram, wakaf, dan sebagainya. Karena itu, semua materi harus dipahami dan dimengerti. Karena jika akad nikah gagal, misalnya karena syarat rukunnya tidak cukup atau ada hal lain, bisa berakibat fatal.
‘’Karena kalau gagal akad nikahnya, maka hukumnya haram hubungan suami istri. Karena itu akad nikah syarat rukunnya harus diperhatikan,’’ urai Yudi.
Yudi berpesan, semua materi harus dikuasai. Ke depan bisa dilanjutkan dengan simulasi perceraian, kekerasan dalam rumah tanggal (KDRT) dan sebagainya.
‘’Semua materi terkait hukum keluarga islam ini harus dikuasai, nanti ada simulasi dengan Pengadilan Agama (PA) masuk materi kuliah,’’ tandasnya.[ono]