Bagaimanapun Tanah Suci itu Bikin Baper

Oleh : Sri Wiyono

blokTuban.com – ‘’Haloo Bro…aku nang kene, Sampean tak dongakno nang iso nyusul yo...’’ sapa kawan saya Selasa (14/6/2022) sore jelang Ashar Waktu Indonesia Barat (WIB) melalui video call. Saat itu, kawan saya yang seorang abdi negara ini berada di Masjidil Haram, Makkah Almukarramah. Tentu saja tak jauh dari Kakbah.

Itu panggilan kedua yang baru saya angkat. Sebab, saat panggilan pertama saya masih mengerjakan sesuatu sehingga belum sempat mengangkat teleponnya. Kawan saya ini sudah memakai kain ihram saat itu. 

Wajahnya cerah dengan mata terlihat sembab. Entah karena lelah atau memang sedang baper. Saat menelepon, di Makkah masih siang hari, sekitar pukul 11.00 waktu Makkah. Sebab, waktu Indonesia memang 4 jam lebih cepat dibanding waktu Makkah.

Semula saya tidak tahu kawan saya yang akrab sejak sama-sama mahasiswa dan bujangan ini menunaikan ibadah haji tahun ini. Kawan yang dulu aktifis ini sekarang sudah menjadi seorang pejabat di sebuah instansi.

Hingga karena profesi saya yang wartawan mendapat kiriman foto dari Kemenag Tuban atas bergeraknya jemaah haji dari Kabupaten Tuban yang semula di Madinah mulai masuk ke Makkah. Mereka sudah di Madinah selama 8 hari dan sudah menunaikan salat jamaah 40 kali (arbain) di kota tempat Kanjeng Nabi Muhammad itu dimakamkan.

Dan ada beberapa kawan yang ada di dalam foto tersebut. Berita yang saya tulis, dengan menggunakan foto kawan saya ini sebagai ilustrasi. Saya kirim ke handphone kawan saya itu. Ternyata tak lama kemudian dia menelepon, lalu video call. Merinding saya, diperlihatkan Masjidil Haram dan Kakbah. Semoga doa yang kawan saya ini yang dia lantunkan tak jauh dari Kakbah diijabahi. Amiin…!!

Ada keyakinan di masyarakat, bahwa memanggil nama seseorang dari Madinah atau Makkah adalah salah satu cara agar seseorang yang didoakan cepat menyusul ke Tanah Suci, di Makkah atau di Madinah.

Maka, saat ada kawan saya yang beribadah haji, saya juga titip dan mohon didoakan. Saat jemaah asal Tuban masih berada di Madinah, saya juga minta didoakan  untuk bisa berziarah ke Makam Kanjeng Nabi. Kawan saya ini sudah pernah umrah, namun dia selalu rindu dengan Kanjeng Nabi.

Dia bercerita ketika dalam acara yang dia hadiri ada mahalul qiyam dia mengaku matanya sering berkaca-kaca, bahkan tak jarang air mata bercucuran saat membawa salawat saking rindunya dia dengan Kanjeng Nabi. Alhamdulillah tahun ini kawan saya ini kembali berkesempatan sowan ke Kanjeng Nabi dalam perjalanan hajinya.

‘’Masih kurang rasanya menumpahkan kerinduan ini pada Kanjeng Nabi, meski sudah delapan hari di sini. Sampean saya doakan semoga bisa berkesempatan ziarah ke sini,’’ doanya.

Kawan yang saya titipi doa saat di Madinah dan di Makkah ini beda orang. Namun sama-sama memiliki hubungan emosional, setidaknya pernah sama-sama membela panji-panji sebuah organisasi yang sama.

Jemaah asal Kabupaten Tuban yang masuk kloter satu ini memang istimewa, karena berangkat awal. Yang memberangkatkan pun orang-orang istimewa. Sebut saja ada Wakil Presiden KH Ma’aruf Amin, ada Dirjen Kemenag, Gubernur Jawa Timur dan Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur. Dan, kebetulan dua kawan baik saya ini sama-sama masuk kloter istimewa ini.

Sehingga saat tiba di Madinah maupun di Makkah masih agak sepi jamaah, karena itu mereka leluasa untuk ibadah.

‘’Di sini masih agak sepi karena kami datang duluan. Sehingga bisa ke mana-mana dan  bisa megang-megang apa saja. Bisa megang peninggalan dan jejak Nabi Ibrahim juga,’’ kata kawan saya dengan suara bergetar. 

Mungkin dia juga  menahan gejolak di hatinya. Tentu semua kemudahan yang dia peroleh adalah sebuah anugerah dan membuatnya baper. Dia juga bercerita bagaimana layanan kendaraan yang melayani jemaah sangat nyaman. 

Bus Salawat adalah bus yang siap siaga selama 24 jam melayani jemaah. Bus ini mengantar jemaah dari hotel ke Masjdil Haram selama 24 jam. Mereka selalu siap.

‘’Ada 4 atau 5 jemaah pun diangkut dan diantar sampai tujuan. Sungguh sebuah kemudahan, alhamdulillah,’’ pujinya.

Dan, saya yang mendengar semua ceritanya juga ikut baper, namun saya tahan. Saat menulis kisah ini, beberapa kali mata saya berkaca-kaca. Baper istilah anak-anak muda sekarang. Tapi, memang seperti itulah yang saya rasakan. Ada kawan yang bela-belain video call di sela-sela ibadahnya di Masjidil Haram dan dekat Kakbah, bagi saya itu luar biasa.

‘’Bejo Pean,’’ seloroh kawan saya di Tuban, ketika saya bercerita hal ini.

Ke Tanah Suci adalah Panggilan

Ya, beribadah haji atau umrah adalah panggilan. Karena itu, doa yang dilantunkan jemaah adalah ‘’Saya memenuhi panggilan Mu ya Allah…saya memenuhi panggilan Mu ya Allah’’. Karena ibadah haji dan umrah adalah sebuah rahasia yang tak bisa dipaksakan. 

Mampu adalah syarat ibadah haji. Dalam arti mampu biayanya, mampu diri dan kesehatannya. Karena secara biaya banyak yang mampu, namun kesehatannya tidak memungkinkan. Begitu juga sebaliknya, secara fisik kuat namun biaya belum kuat. Ada yang mampu biaya dan sehat fisiknya, juga belum berhasil berangkat karena sesuatu hal. 

Intinya, sebelum panggilan itu datang, sekeras apapun usaha yang kita lakukan, masih belum diizinkan berangkat. Bukankah pelajaran dan contoh seperti ini banyak kita jumpai. Dan, ketika panggilan itu datang, maka dengan cara yang luar biasa, bahkan tak bisa dinalar, seseorang tetiba bisa berangkat haji. Ibadah haji memang sirri (rahasia).

Sebenarnya saya pernah punya kesempatan sowan ke Kanjeng Nabi sejak 2008 silam. Saat itu, tetiba saya ketiban sampur untuk menerima tiket umrah. Apalagi umrahnya pas di Bulan Ramadan. Bayangkan, bisa ibadah Ramadan di Tanah Suci, betapa menggiurkannya. Karena itu, mereka yang kaya raya, sering umrah di Bulan Ramadan, bahkan ada yang melakukannya setiap tahun.

Kala itu, ada 2 orang yang mendapat tiket umrah,  salah satunya saya. Namun, karena sesuatu hal, saya memutuskan untuk tidak berangkat. Saya harus berkali-kali memberikan alasan yang tepat pada pihak yang memberi tiket umrah tersebut. Semua biaya ditanggung, bahkan uang saku tak sedikit pun sudah disiapkan.

Hingga suatu waktu saya dipanggil untuk menghadap pihak yang memberi tiket umrah itu. Kami berbicara empat mata, berbicara dari hati ke hati. Kembali pihak tersebut meminta saya memberi alasan yang logis mengapa tidak mau berangkat umrah.

‘’Apa yang Sampean beratkan. Biaya semua sudah siap. Tinggal berangkat. Kalau Sampean ragu meninggalkan keluarga, biar saya tanggung seluruh biaya keluarga Sampean, selama Sampean umrah,’’ katanya meyakinkan.

Namun, diskusi kala itu tidak membuahkan hasil. Saya tetap bersikeras untuk tidak berangkat. Lalu, pemberi tiket umrah itu menyerah.

‘’Kalau Sampean tetap tidak mau berangkat, kalau begitu jatah Sampean kasihkan ke salah satu teman Sampean. Sebut namanya,’’ pinta dia.

Dia menyebut beberapa nama kawan-kawan saya, dan saya memilih satu nama yang berangkat umrah dengan jatah saja. 

‘’Sudah.. Sampean ikhlas ?’’ tanya  dia dengan mengulurkan tangan. Dan kami pun berjabat tangan. 

Tak lama kemudian kawan yang namanya saya sebut itu berangkat umrah. Ah, kalau memang belum dipanggil itu ada-ada saja penyebab belum bisa berangkat umrah. Semoga ada kesempatan lagi yang lebih indah untuk sowan Kanjeng Nabi. Ya Nabi..salam alaika, ya Rasul salam alaika, ya Habib salam alaik,  shalawatullah alaika….[*]