Reporter : Savira Wahda Sofyana
blokTuban.com – Semakin berkembangnya zaman semakin canggih pula teknologinya, termasuk alat transportasinya.
Ada banyak alat transportasi yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk bepergian seperti mobil, motor, hingga angkutan-angkutan umum lainnya. Hal ini membuat transportasi zaman dahulu semakin terpinggirkan. Salah satunya adalah perahu tambangan (penyeberangan).
transportasi yang sudah ada sejak puluhan lampau itu sudah mulai terpinggirkan. Namun alat transportasi satu ini, di sejumlah wilayah masih setia menemani masyarakat sampai sekarang.
Ada banyak tambangan di Kabupaten Tuban, salah satunya tambangan perahu kecil di Desa Ngadipuro, Kecamatan Widang. Namun kini yang mulai sepi ditinggal para pelanggan.
“Sekarang ini sepi, nggak seperti dulu yang ramai anak sekolah juga pada naik perahu sekarang pada bawa motor sendiri,” ujar Rini salah satu penjaga tambangan saat ditemui blokTuban.com pada Selasa (23/11/2021).
Tambangan di Desa Ngadipuro ini mengantarkan para warga pergi ke Babat, masuk Kabupaten Lamongan. Sebab, rata-rata penumpang adalah para pedagang yang hendak menjajakan jualannya di Pasar Babat.
Biasanya tambangan ini mulai beroperasi pukul 04.30 WIB hingga pukul 17.00 WIB, dengan ongkos Rp2 ribu per orang sekali naik. Meskipun sepi, namun penambang tetap sabar dan telaten mengantarkan penumpang walaupun sekali jalan hanya satu dua orang saja yang naik.
“Rata-rata yang naik sekarang orang yang kerja di Pasar Babat sama orang yang males pergi bawa sepeda, terus sepeda dititipkan di sini,” jelasnya.
Tambangan perahu kecil tersebut buka setiap hari dengan penambang yang berbeda. Perempuan berusia 35 tahun itu mengatakan bahwa ada sekitar 10 orang penambang yang bergantian setiap harinya.
Selain menambang warga juga bisa menitipkan kendaraannya dengan harga yang sudah ditentukan. Untuk sepeda dikenai ongkos Rp1.000 sedangkan untuk motor ditarik Rp2 ribu tanpa ada batas waktu.
Rini mengungkapkan bahwa kendala yang sering dialami oleh penambang adalah saat perahu mengalami kerusakan atau kebocoran yang membutuhkan waktu dan juga uang lebih untuk perbaikan.
Sementara itu Munari (50) salah satu warga yang masih menggunakan tambangan hingga saat ini, mengaku bahwa ia lebih memilih menambang lantaran malas mengendarai motor dengan alasan jalan yang ditempuh terlalu jauh dan rusak.
“Mau cari baju ke Babat, nggak pake motor biar lebih santai terus kalau lewat jembatan itu nggak suka jalannya rusak sakit semua di badan,” tuturnya. [sav/ono]