Reporter: Savira Wahda Sofyana
blokTuban.com – Negara Indonesia memiliki berbagai ragam kesenian yang melegenda sepanjang sejarah. Biasanya kesenian atau kebudayaan tumbuh sesuai dengan daerah masing-masing, seperti halnya tari Reog kesenian yang menjadi salah satu ikon di Jawa Timur.
Biasanya Tari Reog kerap kali dipentaskan dalam sejumlah acara seperti hajatan, pentas seni hingga perayaan hari-hari besar Nasional. Tidak hanya di daerah asalnya saja, namun juga kerap kali ditampilkan di daerah-daerah lain salah satunya di Kabupaten Tuban.
Tarian ini dilakukan secara massal dan memiliki alur cerita, masing-masing orang melakoni perannya sebagai Warok, Jathil, Bujang Ganong, ataupun Klono Sewandono. Dibalik pertunjukan Tari Reog yang mengundang decak kagum tentunya ada sejarah yang melegenda.
“Sejarah disitu ada dua versi sejarah yang pertama Bantarangin, kedua Kerajaan Kediri,” ujar Supriyanto Koordinator kesenian Reog Sardulo Budoyo saat ditemui blokTuban.com di Desa Klotok, Kecamatan Plumpang, Tuban pada Selasa (16/11/2021).
Reog sendiri bermula dari kisah cinta Putri Songgolangit yang diperebutkan oleh dua kerajaan yaitu Kerajaan Kediri Raja Prabu Sewandono, dengan Raja Singobarong dari Kerajaan Bantarangin yang kini menjadi dada merak.
Kedua kerajaan tersebut memperebutkan Putri Songgolangit yang telah membuat sayembara, yaitu menggelar pertunjukan menarik yang belum pernah ada sebelumnya yang di dalamnya ada hewan berkepala dua.
Jika salah satu dari keduanya bisa memenuhi persyaratan dari Putri Songgolangit tersebut, maka raja itulah yang berhak untuk mempersunting dirinya.
“Akhirnya mereka mencari persyaratan tersebut yaitu mencari hewan berkepala dua, itukan lumayan sulit,” katanya.
Setelah selang beberapa waktu, akhirnya Kerajaan Bantarangin memiliki inisiatif jelek kepada Kerajaan Kediri, ia ingin membegal Raja Prabu Sewandono di tengah jalan apabila ia sudah bisa mendapatkan persyaratan yang diinginkan oleh Putri Songgolangit tersebut.
Akhirnya kedua kerajaan tersebut terlibat dalam peperangan, yang pada akhirnya dimenangkan oleh Kerajaan Kediri yaitu Prabu Klono Sewandono, karena ia memiliki senjata berupa pecut atau cambuk dan dialah yang berhasil mempersunting Putri Songgolangit.
"Prabu Klono Sewandono punya pecut Saman Diman namanya, kalau syariat agama sekarang sifat iman itu,” tuturnya.
Menurut sejarah senjata tersebut diperoleh Prabu Klono Sewandono dari Sunan Lawu, karena konon katanya ia merupakan murid dari Sunan Lawu.
Selain hewan berkepala dua, juga ada peran yang dilakoni oleh para penari yang memiliki sejarah tersendiri. Salah satunya adalah Jathil yang saat ini diperankan oleh para wanita.
Namun menurut sejarahnya Jathil bukanlah seorang perempuan, akan tetapi konon Jathil adalah seorang laki-laki yang sangat tampan sehingga mirip dengan wanita.
“Namanya Gemblak itu laki-laki tampan yang mirip cewek itu sebagai asisten atau abdinya Warok,” jelasnya.
Warok sendiri tidak diperbolehkan untuk menikah, oleh karena itu ia menyimpan Gemplak sebagai pendampingnya atau yang mengurusi keperluannya termasuk dalam hal memasak.
“Nggak boleh nikah oleh karena itu menyimpan Gemplak sebagai pendamping yang masak gitu, jadi dulu penari Jhatil itu laki-laki yang tampan,” bebernya.
Dikatakan Supri saat ini Jathil diganti menjadi perempuan karena ketetapan dari Bupati Ponorogo pada zaman dahulu. Hal ini bertujuan agar tarian yang dibawakan lebih luwes. [sav/col]