KTNA Kecamatan Tuban Kritik Rencana Impor Beras

Reporter: Ali Imron

blokTuban.com – Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban mengkritik rencana kebijakan impor beras oleh Pemerintah Pusat. Kebijakan tersebut kurang tepat, karena petani di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Kabupaten Tuban sedang panen raya.

Ketua KTNA Kecamatan Tuban, Karso mendesak pemerintah mengkaji ulang dan menghitung matang rencana impor beras tersebut. Beras impor tersebut dikhawatirkan merusak harga gabah dan beras lokal.

“Saat ini harga gabah di Tuban sekitar Rp3.800 per Kilogram (Kg), dan beras Rp8.000-9.000 per Kg,” ujar Karso kepada blokTuban.com, Sabtu (13/3/2021) siang.

Mantan Kepala Desa Sugiharjo, Kecamatan Tuban menilai rencana impor di masa pandemi dan panen raya kurang tepat. Petani akan terimbas langsung jika beras impor membanjiri daerah khususnya di Tuban.

Harapan petani Tuban, gabah hasil panen mereka bisa terserap optimal, dengan begitu ekonomi petani juga akan terangkat. Petani akan semakin menjerit jika rencana impor beras tetap dilakukan.

“Perlu dipahami bahwa di masa corona, petani salah satu kelompok yang ekonominya stabil. Selain punya cadangan atau simpanan bahan pangan, juga tidak banyak memiliki pinjaman,” imbuhnya.

Pemerintah Kabupaten Tuban mencatat, konsumsi beras masyarakat Tuban per bulan dengan asumsi jumlah penduduk tahun 2020 sama dengan tahun 2019. Tahun lalu jumlah warga di 20 kecamatan kisaran 1.315.155 orang, sehingga kebutuhan beras para kisaran 13,52 ton per bulan.

Perlu diketahui, Kabupaten Tuban ditunjuk oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia sebagai lumbung pangan nasional. Ini karena produksi padi di Kabupaten Tuban merupakan yang tertinggi di Jawa Timur.

Data yang dipaparkan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Tuban, hingga akhir 2020, hasil produksi pertanian di Tuban masih surplus. Utamanya dari dua sektor yang selama ini menjadi lumbung pangan nasional yaitu komoditas padi dan jagung. Selama 2020 ini hasil produksi padi diprediksi akan mencapai 627.952 ton gabah.

Jika dibanding 2019 dengan kondisi ekonomi yang stabil, tidak ada wabah Covid-19 seperti sekarang ini. Hanya mengalami penurunan sekitar 7.000 ton gabah. Kendati demikian, tetap mengalami surplus. Yakni, sekitar 60,97 persen atau setara 240.956 ton. Tidak jauh beda dengan tahun sebelumnya yang mengalami surplus sekitar 61,41 persen atau setara 245.437 ton gabah. [ali/sas]