Reporter: Ali Imron
blokTuban.com - Kondisi tanggul kritis Sungai Bengawan Solo di Desa Sembungrejo, Kecamatan Plumpang semakin mengkhawatirkan. Terpantau pada 4 Februari 2020, tebal tanggul yang semula empat meter kini hanya tersisa satu meter.
Salah satu petugas Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) mengukur lebar tanggul yang ambles tiga meter. Penurunan tanah urug ini, seiring naiknya Tinggi Muka Air (TMA) sungai terpanjang di Pulau Jawa yang mendekati siaga hijau.
Warga yang hidup persis di bawah tanggul was-was. Anwar bersama keluarganya hanya bisa berdoa supaya terjauh dari bencana, sekaligus menunggu uluran pemerintah untuk membangun tanggul permanen.
"Kalau malam sering nggak bisa tidur. Dua tiga hari terakhir warga gantian berjaga di atas tanggul," tutur Anwar kepada blokTuban.com.
Ketakutan menyelimuti keluarga Anwar dan lainnya, karena dengan naiknya air sungai ditakutkan jebol. Tanggul ambles kurang lebih dua pekan terakhir, setelah diurug oleh tim.
"Kondisi parah saat ini, semoga lekas ada tanggul permanen," imbuhnya.
Camat Plumpang, Asep Saifiyudin beserta Kapolsek dan Danramil juga telah memonitor langsung kondisi tanggul terakhir. Kondisi tanggul di wilayahnya diakui sudah semakin kritis dan mengkhawatirkan.
"Ada penurunan tanah 80 centimeter dengan panjang 60 meter," sambung Camat Asep.
Jika belum ada penanganan darurat kembali di tanggul, Camat khawatir membahayakan keselamatan warga. Terlebih saat ini mendekati siaga 1.
Upaya sementara terus melakukan pemantauan sekitar tanggul dan koordinasi bagi Forkopimka dan Pemerintah Desa untuk mengambil langkah darurat.
"Yang paling penting kami sudah koordinasi dengan Dinas PUPR Tuban dan BBWS," tegasnya.
Pesan untuk warga Kecamatan Plumpang diminta untuk tetap tenang. Senyampang dengan itu, warga juga harus mandiri memantau dan melapor ke Pemerintah Kecamatan.
Pertama kali tanggul ambles diketahui terjadi pada akhir September 2019. Tepatnya di Desa Sembungrejo Plumpang , tanggul ambles dengan panjang retakan 70 meter, dan kedalaman 60 centimeter.
Pada 2 Oktober 2019, Tim Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) telah melakukan upaya jojoh telo pada titik rekahan sepanjang 70 meter dan kedalaman 60 centimeter.
Akhir bulan Oktober 2019, rekahan tanggul makin lebar dan berbahaya. Prakiraan warga, panjang kerusakan tanggul kurang lebih 110 meter.
Perbaikan tanggul ini merupakan sharing antara Pemkab dan BBWS beserta tenaga warga Plumpang. Sementara ini dana awal yang telah tersedot sebanyak Rp143 juta.
Data blokTuban.com, upaya pembebasan lahan oleh Pemkab untuk tanggul juga masih di bawah 50 persen pada akhir 2018. Kendati masih terkendala pembebasan lahan, proyek penangkis banjir tahunan itu justru tersisihkan dibanding proyek Jembatan Kanor-Rengel sepanjang 200 meter.
Pembebasan lahan tanggul ini didanai APBD Tuban sejak Februari 2015. Dari 60 Km panjang tanggul hingga akhir 2018, lahan warga yang sudah terbebaskan sekitar 25 Km.
Bentang tersebut dari wilayah Kecamatan Widang, Plumpang, dan sebagian wilayah Kecamatan Rengel. Terakhir taanggul yang yang dibangun sampai Desa Sumberejo, Kecamatan Rengel. Sisanya 35 Km belum dibangun.
Di antara wilayah yang belum terbangun tanggul ada 11 desa di Kecamatan Rengel dan Soko. Yakni Desa Sumberejo, Karangtinoto, Tambakrejo, Kanorejo, dan Ngadirejo di Kecamatan Rengel. Desa Glagahsari, Kendalrejo, Mojoagung, Simo, Kenongosari, dan Pandan Wangi di Kecamatan Soko.
Dari lahan tersisa itu, Pemkab sudah membebaskan lahan sekitar 2,8 Km. Anggaran APBD yang telah digunakan melepas lahan warga Rp23,3 Miliar. Sisa lahan yang belum terekskusi sepanjang 32,2 Km, dan target pembebasan lahan direncanakan selesai 2021.
Semula proyek tanggul hanya sepanjang 19,8 Km dengan tinggi 3 meter di wilayah Kecamatan Rengel dan Soko. Skema proyek diubah menjadi sepanjang 60 Km dengan melintasi empat kecamatan. [ali/lis]