foto: ilustrasi
Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pongpongan, Kecamatan Merakurak, merasa Pemerintah Kabupaten Tuban memaksakan program internet Icon Plus.
Ketua BPD Pongpongan, Aji Dahlan, menganggap anggaran internet Icon Plus yang diwajibkan Pemkab itu terlalu mahal, yakni Rp2 juta perbulan. Meski berbiaya mahal, kualitas jaringan internet ini tidak lebih baik dari internet berlangganan biasa yang hanya seharga Rp500 perbulan.
"Program internet Icon plus ini diikuti oleh seluruh desa di kabupaten Tuban kecuali empat desa. Artinya ada sekitar 307 desa yang mengikuti program internet mahal Icon plus ini," kata Aji Dahlan dalam keterangan pers yang dikirim ke redaksi blokTuban.com, Sabtu (18/1/2020).
Aji mengandaikan, jika saja 307 desa ini tidak menuruti intervensi Dipemas Desa dan KB Tuban untuk berlangganan internet mahal. Maka akan ada Rp5,5 Milyar rupiah dana desa yang bisa dihemat dan dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak. Karena sebenarnya, desa bisa mengambil paket yang lebih hemat dengan kisaran Rp500.000 perbulan.
Baca juga: FITRA Jatim: Pemkab Tuban Jangan Berbisnis Internet Desa
Setelah menyimpulkan manfaat program internet icon plus ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, maka Desa Pongpongan pada tahun anggaran 2020 ini, telah bersepakat untuk berhenti dari langganan internet mahal ini.
Pleno Pemdes dan BPD menyepakati re-alokasi anggaran internet ini untuk mendukung biaya pendidikan bagi 150 siswa miskin di desa. Namun sayang sekali, pada saat rancangan APBDes Desa Pongpongan dikonsultasikan ke dispemas pada 15 Januari 2020, pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan KB Tuban (Dispemas Desa dan KB) Tuban menolak mentah-mentah keputusan tersebut dan memaksa desa untuk tetap menganggarkan icon plus dalam APBDes 2020.
"Lagi-lagi Dispemas Tuban beralasan bahwa program massal internet ini dirancang untuk mendorong implementasi penyelenggaraan pemerintahan desa yang cepat, praktis, dan transparan," terangnya.
Aji menambahkan, seandainya alibi pihak Dipemas Tuban tersebut benar, maka hari ini sebenarnya pengelolaan sistem informasi desa dan transparansinya sudah bisa dinikmati publik melalui fasilitas web desa.id yang semua desa telah memilikinya.
Sayangnya hampir 90% web desa yang setiap bulannya juga dianggarkan biaya domain, rata-rata masih kosong tanpa isi. Hanya beberapa desa saja yang memanfaatkan web desa untuk membangun digitalisasi pelayanan.
"Entah itu program titipan dari mana. Yang jelas program internet mahal icon plus ini telah menjadikan dispemas lalai akan esensi undang-undang desa, sehingga tupoksi yang hanya sebatas memberikan panduan dan fasilitasi itu berbalik mengintervensi dan memaksakan kehendak," tudingnya.
Dispemas dinilai lupa membaca pasal 86 undang-undang desa yang memandatkan bahwa pemerintah kabupatenlah yg justru berkewajiban mengembangkan sistem informasi Desa baik meliputi perangkat keras perangkat lunak jaringan serta sumber daya. Bukan dengan mengintervensi Desa memaksa desa untuk mengambil alih tugas kabupaten tersebut.
Intervensi terhadap desa yang dilakukan Dispemas Tuban melalui paket internet mahal icon plus, terkesan sudah mengarah pada penyalahgunaan wewenang (abuse of power).
"Jika ini dibiarkan, maka 5,5 miliar dana Desa setiap tahun yang harusnya dapat dipakai untuk percepatan pengentasan kemiskinan, akan menguap sia-sia," tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dipemas Desa dan KB Tuban, Nur Jannah menjelaskan selaku kepala dinas baru akan segera mempelajari dan menindaklanjuti aspirasi BPD Pongpongan bersama tim Dispemas yang membidangi.
"Saya masih mempelajari kegiatan di intansi baru, belum sampai ke sana," tutup wanita yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Tuban ini. [ali/dy]