Reporter: Nidhomatum MR
blokTuban.com - Seperti lini bisnis lainnya, media berbasis digital perlu mendapat suntikan dana untuk keberlanjutan usaha. Dalam pandangan investor, aspek konten menjadi pemikat pertama para pemodal dalam mengucurkan cuannya ke media.
“Satu yang jelas, kontennya harus bagus, yang kedua target marketnya seperti apa, yang ketiga mungkin enggagement-nya,” kata Co-Founder East Ventures, Willson Cuaca, dalam diskusi bertajuk “Masa Depan Media antara Platfom, Penyedia Konten, Bisnis, dan Etika” yang digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Menurut Willson, media siber pada dasarnya bertumpu pada enggagemet dengan pembaca sehingga konten menjadi hal penting. Meskipun nantinya, model bisnisnya akan beragam. Terkait dengan model bisnis, Willson menekankan, itu semua kembali ke sumber daya dari masing-masing media.
“Itu tergantung dari resource sebenarnya. Jadi, semakin fokus, semakin bisa optimize apa yang dipunya. Jangan banyak bikin banyak model, tapi nggak benar-benar dikerjain dengan baik. Satu tidak apa-apa, tapi benar-benar di-optimize,” tuturnya.
Mengenai konten sendiri, berdasarkan Survei Opera Mobile Browser Statisfication pada 2015, konten gaya hidup masih menjadi yang paling banyak dicari di Indonesia. Besarannya mencapai 57%. Disusul konten terkait kesehatan sebesar 52% dan konten pendidikan sebesar 50%.
Akan tetapi, menurut Willson, tidak menutup kemungkinan apabila sebuah media akan menggenjot penerimaan lebih dari satu sumber. Ini mengingat banyak sekali cara mengoptimasi pendapatan dari kunjungan ataupun model lain. Hanya saja, sang pemilik harus peka terhadap penyebab dari kurang jitunya suatu model dalam mendongkrak penerimaan.
“Jangan lihat hasil, lihat mengapanya. Itu yang paling penting. Lihat kenapa ini berkurang, kenapa ini bisa meningkat. Kalau berkurang, apa yang bisa dipelajari biar lebih bagus,” papar bos ventura yang telah membiayai 140 usaha rintisan tersebut.
Tak kalah pentingnya, Willson menegaskan, pelaku usaha harus mampu mengkreasikan nilai tersendiri agar bisa bertahan.
“Yang penting itu passionate dengan apa yang kamu kerjakan. Harus menangkap gain-nya dari mana. Harus create value, itu mahal sekali,” ungkapnya.
Meski begitu, Willson meyakini, platform digital itu lebih efisien ketimbang konvensional, mengingat suatu saat nanti bisnis berbasis daring akan mampu berkembang signifikan lantaran potensi dari ekonomi digital itu sendiri.
Terbukti, sekitar 70% dari start-up yang disokong pendanaannya oleh East Ventures mampu melangkah ke tahap selanjutnya. Bahkan, banyak di antaranya terbilang cukup menghasilkan untung.
“Semua sebenarnya di fokus, profit di fokus, revenue di fokus, tapi kita melakukan evaluasi, kapan itu akan dilakukan. Tetap, revenue itu harus,” tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers RI, Yoseph Stanley Adi Prasetyo, mengimbau agar tiap media mampu menggarap perencanaan bisnis dengan baik.
“Dalam business itu penting untuk punya break even poin (BEP). Ada variabel yang dikejar. Ada business plan. BEP jangan terlalu lama,” singkat Yoseph.
Jika bicara soal bisnis lewat konten berita, Presiden Direktur LKBN Antara Meidytama Suryodiningrat mengungkapkan, penjualan berita saat ini sudah tidak bisa diandalkan.
“Revenue Antara dari core business (berita) itu kurang dari 7% dari total revenue di kisaran Rp320 miliar. Nggak mungkin cari duitnya jualan berita. Harus cari sumber yang baru,” ungkapnya.
Menurutnya, penjualan wire-lah yang kini menjadi tulang punggung bagi kantor berita media nasional ini lantaran ada aliran komisi yang cukup moncer. [lis]