Reporter: M. Anang Febri
blokTuban.com - Nazrina Angelia Pratiwi (9) terpaksa tergeletak lemah, tanpa memiliki aktivitas dan kesadaran layaknya anak-anak seusianya. Putri pertama Siti Ismarotin (38) warga Dusun Widang, Rt/RW 09/07, Desa Widang, Kecamatan Widang itu divonis terkena penyakit Meningitis dari dokter sekitar 6 tahunan lalu.
Saat ditemui blokTuban.com di kediamannya, keluarga yang tergolong kurang mampu itu tampak tegar menjalani hari-hari nan pas-pasan. Dalam rumah yang sederhana pula, mereka menjalani hari tak bahagia. Tanpa ada laki-laki sebagai tulang punggung, Ibu dan Anak tersebut hanya bergantung pada belas kasih tetangga dekatnya.
"Dulu sebelum Zaza jatuh, semuanya baik-baik saja. Suami di rumah ya baik, kerja. Emak (nenek) Zaza juga saat itu masih ada," terang Ismarotin mengulas kisah 6 tahun lalu.
Dia bercerita, Nazrina yang kerap disapa Zaza, dulu sempat mengenyam pendidikan pra-formal yakni setingkat Taman Kanak-kanak (TK). Namun, kondisi keluarga kecil itupun mulai goyang ketika Zaza tersyukur dalam sebuah aktivitasnya. Dara kelahiran Januari 2009 itu pun sempat mengalami panas dan lumpuh, sebelum akhirnya dokter memvonis penyakit Meningitis bersarang dan menjalar hingga menjelma radang otak.
"Dari sana awalnya. Zaza di diagnosa kena Meningitis, dan bapaknya kecewa sebab putrinya tak bisa seperti anak-anak pada umumnya," ucap Ibu kepala tiga itu dengan lirih.
Tak cukup disitu, suami yang digadang harus jadi tulang punggung keluarga serta memberi nafkah lahir bathin kepada anak istrinya, malah pergi ke Malaysia. Embel-embel merantau, sang suami malah minggat tiada kabar. Lebih dari 5 tahun sudah suami tak pernah memberi nafkah, baik lahir maupun bathin.
"Nggak ada kabar lagi sesudah itu. Kita di rumah hanya bertiga, saya, Zaza, dan Emak," jelas Ismarotin sambil menghela napas.
Semenjak itu pula, dia bersusah payah bekerja, mencari uang demi mencukupi kebutuhan sehari-hari serta ongkos untuk berobat Zaza. Pontang-penting dia banting tulang bekerja di salah satu Pabrik Rokok sekitar Widang, guna menebus obat, juga biaya yang tak sedikit untuk kelangsungan putrinya. Sedangkan di rumah, Zaza dijaga dan dirawat oleh Emak.
Sandang, pangan, papan, kehidupan, semua telah diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa, begitupun juga nasib keluarga Ismarotin. Pada 2016 lalu, Emak yang sehari-hari mengasuh, menjaga, dan merawat Zaza, dipanggil keharibaan-Nya.
Ismarotin pun sempat goyah akibat musibah itu. Sempat juga dia berpikir, untuk menitipkan Zaza kepada Emak mertua. Akan tetapi, kondisi tak cukup berpihak. Mertua, Ibu dari suami yang pergi meninggalkan keluarganya tiada kabar, juga sedang sakit stroke.
"Seminggu setelah Emak meninggal, saya putuskan untuk berhenti bekerja. Bagaimana bisa kerja kalau Zaza sendiri di rumah nggak ada yang ngurusin, nggak ada yang jaga. Dosa besar, sama saja saya bunuh anak sendiri. Menelantarkan, karena gak ada yang mau jaga," curhat Ibu 38 tahun itu menahan pedih.
Getir, pahit, asam, manis kehidupan telah cukup memberi arti pelajaran hidup padanya. Bahkan, sempat terlintas keinginannya untuk bisa mati, bunuh diri berdua dengan putrinya tersayang, sebab tak betah akan keadaan hidup yang rasanya berat untuk dijalani.
Akan tetapi, angan buruk itu segera bisa ditepis. Mengingat, orang-orang dan tetangga dekatnya tak sedikit yang simpati, peduli, dan mau membantu untuk meringankan beban hidup hari-harinya. Selain itu, belakangan ini dari pemerintahan, baik itu Dinas Sosial maupun dinas dan instansi lain, turut peduli dengan memberikan jatah sosial kepada keluarga itu.
"Dulu sempat.. pingin bunuh diri saja sama Dek Zaza. Kok begini ya, hidup. Tapi Alhamdulillah, selalu ada jalan ketika frustasi akan menghampiri," ceritanya dengan pelan menyesali keinginan buruk mengakhiri hidup.
Kini, hampir 6 tahun Zaza tak bisa apa-apa. Hanya bisa menggerakkan anggota badannya, tanpa tujuan dan fungsi berarti. Bola matanya tetap bening nan cerah, secerah harapan Ibunya akan keinginan masa depan anaknya nanti.
"Hanya bisa doa dan berharap, semoga tetap ada yang peduli dan bantu untuk kesehatan Zaza," pungkasnya lirih, Minggu (2/12/2018). [feb/col]