Tiap Hari 4 Warga Terluka

Reporter: Sri Wiyono

blokTuban.com - Jarum sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB. Itu artinya sudah terlalu siang bagi seorang guru yang masih berada di rumah. Karena itu pula, Linda Sulistyani (25),guru di SMA Al Huda yang berada di bawah yayasan milik Bupati Tuban Fathul Huda terlihat tergesa.

Dia pacu motornya dengan kecepatan tinggi, dari rumahnya di Kecamatan Palang. Dia berupaya datang ke sekolah yang berada di Kelurahan Mondokan, Kecamatan Tuban sesegera mungkin.

Jalanan Tuban-Palang yang sangat padat di pagi hati, ditambah limpahan arus dari arah Surabaya-Tuban dan sebaliknya pasca jembatan Widang-Babat ambruk membuat jalanan semakin sesak.

Iring-iringan kendaraan besar tak dielakkan. Ini membuat laju kendaraan lain tertahan. Bagi seseorang yang diburu waktu seperti Linda, kondisi itu sungguh menyiksa.

Guru muda itu pun meliak-liuk mencari sela di antara kendaraan-kendaraan lain. Hingga pada suatu waktu dia berusaha menyalip sebuah truk besar.

Nahas, saat dia dalam posisi menyalip, dari arah berlawanan datang truk, hinggga Linda yang kemungkinan kurang perhitungan saat akan menyalip, langsung menghamtan bodi depan truk. Dia
meninggal di lokasi. Saat itu, jarum jam menunjukkan angka 07.05 WIB.

Miris ! Jalan raya ternyata menjadi monster yang menakutkan dan memakan banyak korban. Bayangkan, sejak Januari 2018 sampai 23 Mei kemarin, di wilayah hukum Polres Tuban telah terjadi 427 kejadian kecelakaan. Artinya, hampir tiga kejadian kecelakaan setiap hari !

Jangan tanya jumlah korbannya. Dari 427 kejadian kecelakaan itu, sebanyak 83 orang meninggal dunia, baik meninggal di lokasi kejadian maupun yang meninggal setelah sempat menjalani perawatan di rumah sakit atau klinik.

Selain korban meninggal, dari catatan Satlantas Polres Tuban, terdapat 601 warga yang terluka. Yakni 12 korban luka berat dan 589 terluka ringan. Jika di rata-rata, setiap hari ada 4 warga yang terluka akibat kecelakaan lalu lintas.

Sangat pantas kita mengelus data. Sebab, dari kejadian kecelakaan tersebut, bukan hanya korban meninggal dan luka-luka saja. Namun, juga membawa kerugian harta benda. Dari 427 kejadian itu, tercatat kerugian materi sebanyak Rp 1,3 miliar lebih.

Akankah kejadian tahun-tahun sebelumnya terulang. Pada 2016 misalnya, Tuban pernah menduduki peringkat pertama di Jawa Timur dengan jumlah kecelakaan terbanyak.

Pada 2016, jumlah kasus kecelakaan sebanyak 1.502 kejadian. Dari jumlah itu, sebanyak 248 korban meninggal dunia. Yang terluka berat sebanyak 25 orang dan luka ringan sebanyak 2.174 orang. Dengan kerugian materi sekitar Rp 4,7 miliar.

Jumlah kasus kecelakaan turun pada 2017. Sebab, selama setahun pada tahun ini, jumlah kejadian hanya tercatat 1.218 kejadian. Sebanyak 201 korban meninggal dunia, 54 korban luka berat dan 1.824 korban luka ringan. Kerugian materi sebesar Rp 4,2 miliar.

Di Tuban, setiap tahun jumlah kejadian kecelakaan selalu di atas 1.000 kasus. Kecuali pada 2014 yang di bawah 1.000 kejadian.

Kejadian selama 2015 misalnya, selama Januari sampai Desember terjadi 1.065 kejadian. Dari jumlah kejadian itu, sebanyak 210 korban meninggal dunia. Sedangkan jumlah korban luka sebanyak 1.445 orang, yakni 41 korban luka berat dan 1.404 korban luka ringan. Jumlah kerugian materinya sebanyak Rp 2,6 miliar lebih.

Tahun sebelumnya pada 2014 tak sampai 1.000 kasus. Selama 2014 sejak Januari sampai Desember terjadi 976 kasus, dengan jumlah korban meninggal sebanyak 206 orang. Korban luka dari jumlah kejadian itu sebanyak 1.270 orang, dengan 41 korban terluka berat dan 1.229 terluka ringan. Jumlah kerugian materinya mencapai Rp 2,6 miliar.

Akibat Human Error

Apa penyebab kecelakaan tersebut ? Kasatlantas Polres Tuban AKP Eko Iskandar mengatakan, ada berbagai faktor yang menyebabkan kecelakaan. Namun, sebagian besar disebabkan oleh faktor kesalahan manusia atau human error.

Kesalahan manusia itu di antaranya adalah kondisi sopir yang tidak fit, seperti ngantuk. Juga karena terlalu gegabah dan ngawur menjalankan kendaraannya.

Misalnya terlalu ngebut, menelepon atau bermain handphone saat menyetir dan lainnya. Kesigapan, kewaspadaan dan kehati-hatian serta mematuhi aturan lalu lintas bisa menghindarkan dari kecelakaan.

Selain itu, juga ada kecelakaan yang terjadi akibat infrastruktur jalan yang rusak. Seperti kejadian kecelakaan di Jalan Tuban-Jenu dekat Rest Area beberapa hari lalu.

Dua orang meninggal dunia setelah motor yang dikendarai oleng ketika melewati pasir bekas pengerukan jalan. Ketika terjatuh di belakangnya ada truk sehingga dua korban lansung terlindas. Hanya, kecelakaan akibat infrastruktur itu sangat kecil.(ono)

 

 

laka guru Al Huda

 

Pos Black Spot Upaya Tekan Laka

Angka kecelakaan lalu lintas yang tinggi membuat jajaran Satlantas Polres Tuban bekerja keras. Upaya yang dilakukan sudah maksimal. Selain gencar dengan sosialisasi berkendara aman dan tertib, Satlantas juga mendirikan pos Therapy Black Spot atau pos patau yang ditempatkan di wilayah yang rawan kecelakaan lalu lintas.

Dari 427 kejadian kecelakaan dan mengakibatkan korban meninggal 83 orang itu, sebagian besar karena faktor kesalahan manusia atau human error.Sedangkan sisanya disebabkan oleh kondisi jalan dan infrastruktur yang rusak dan sebab lain.

Penyuluhan gencar dilakukan karena untuk memberikan kesadaran berlalu lintas yang baik dan benar serta aman. Faktor manusia masih menjadi pemicu utama kejadian kecelakaan. Diharapkan dengan penyuluhan, kesadaran berkendara yang tertib dan aman muncul dan menjadi gaya hidup. Berkendara aman menjadi sebuah kebutuhan.

Salah satu titik yang merupakan rawan kecelakaan lalu lintas, selain jalur nasional pantai utara (pantura) adalah jalan Tuban-Bojonegoro, wilayah Kecamatan Plumpang.

Dari hasil evaluasi, keberadaan pos pantau di daerah rawan kecelakaan tersebut bisa menekan jumlah kecelaaan. Di Plumpang pernah menjadi daerah ujicoba. Selama satu bulan di bulan jumlah kecelakan turun sampai 90 persen dibanding bulan sebelumnya, setelah pos pantau diaktifkan. Dari 10 kejadian sebelumnya menjadi hanya satu kejadian, dan tidak ada korban tewas di TKP.

Pos Black Spot itu juga dijaga anggota. Hanya, penempatan anggota polisi di pos pantau tersebut disesuaikan dengan jam-jam rawan kecelakaan dan juga sesuai dengan situasi.

Misalnya, kecelakaan di jalur Tuban-Bojonegoro tersebut biasanya terjadi pada siang hari hingga petang sekitar pukul 18.00 Wib. Rata-rata kecelakaan melibatkan sepeda motor dengan sepeda motor. Untuk korbannya masih di usia produktif, mulai usia 16 tahun sampai dengan usia 30 tahun.

Selain pembuatan pos pantau di titik rawan kecelakaan, petugas Satlantas dan anggota dari masing-masing polsek juga melakukan patroli secara rutin di jalan-jalan pada jam-jam rawan kecelakaan.

Razia pengendara yang melanggar lalulintas juga gencar dilakukan. Masing-masing Polsek punya inovasi sendiri dalam melakukan kampanye tertib berlalu lintas ini. Seperti Polsek Rengel misalnya, pernah melakukan penertiban pengendara yang melanggar lalulintas dengan melibatkan kiai. Pengendara yang melanggar dikumpulkan lalu diceramahi oleh kiai bahwa melanggar aturan lalulintas juga melanggar agama. Juga inovasi-inovasi lain yang dilakukan untuk upaya mencegah kecelakaan.(ono)

 

cae050fa-27b7-4f02-93c8-1ba1e3bf30d9_1


Masyarakat Kita Tidak Sabaran

Tidak sabaran. Itulah kata kunci yang diberikan Kepala Dinas Perhubungan Mudji Slamet. Sama seperti AKP Eko Iskandr, Mudji juga menilai banyaknya kecelakaan tersebut akibat human error atau kesalahan manusia.

Karena, kalau soal infrastruktur dia menilai sudah layak dan mamadai. Seperti misalnya untuk jalur-jalur nasional, rambu-rambu sudah lengkap. Juga perlengkapan lain, misalnya pembatas jalan dan lampu mata kucing yang bisa memandu pengendara di malam hari atau saat cuaca gelap.

Hanya, semua fasilitas itu tidak menjadi berguna saat manusianya tidak mau memerhatikan dan mematuhi. Pelanggaran lalu lintas, termasuk melanggar rambu-rambu yang sudah dipasang bisa menjadi pemicu kecelakaan. Rambu lalu lintas atau rambu penunjuk jalan di jalan kabupaten juga sudah memadai.

Sebagai contoh ketidaksabaraan atau perilaku tergesa-gesa masyarakat itu, tercermin di perempatan jalan. Saat lampu traffick light atau lampu stopan menyala merah, pengendara berhenti semua.

Untuk lampu stopan yang ada timernya, justru menegaskan sangat kentaranya perilaku tidak sabaran itu. Ketika angka di papan timer masih menunjukkan baru angka 4 atau 3, bahkan masih di angka 5, pengendara di belakang kita sudah ribut. Klakson mulai bersahutan, itu jika pengendara yang di depan patuh dan menunggu sampai waktu jalan tiba.

Jika kebetulan pengendara yang di depan tipe pengendara yang tidak sabaran, maka saat angka di papan timer masih menunjukkan angka 4 atau 3 sudah berjalan. Ironisnya, kendaraan yang di belakangnya juga ikut-ikutan. Maka terjadilah ketidaksabaran berjamaah.
Tindakan itu berbahaya. Sebab, misalnya pengendara dari sisi yang lain juga berjalan, apa tidak terjadi kecelakaan ? Sebab, jika perilaku tidak sabaran itu juga menghinggapi pengendara dari sisi jalan yang lain, maka kemungkinan terjadi kecelakaan sangat besar.

Pengendara yang di sisi jalan yang lampunya masih hijau, namun angka yang tertera di papan timer menunjukkan angka semakin kecil, pengendara justru malah ngebut agar tidak terjebak lampu merah lagi. Sedangkan dari sisi yang lain, papan timer masih menunjukkan angka 3 atau 4 sudah berjalan, apakah yang akan terjadi ?

Mudji Slamet mengatakan, dipasang timer itu dimaksudkan untuk memudahkan pengendara. Misalnya, papan timer sudah menunjukkan angka 3,maka pengendara bisa bersiap-siap karena sebentar lagi akan berjalan. Bukan malah langsung tancap gas. (ono)