Penggugah Sahur yang Efektif

Penulis : Sri Wiyono

blokTuban.com – Ramadan tiba. Musim tongklek tiba. Ya, begitulah, Ramadan di Tuban artinya musim tongklek. Sebab, grup-grup tongklek berlomba-lomba mengumpulkan pahala dengan membangunkan orang untuk sahur.

Di kampungku, di Kelurahan Kutorejo, Kecamatan Tuban, hampir tiap malam suara anak-anak muda yang menabuh berbagai alat musik itu begitu terasa. Tabuhannya keras, terlebih didengarkan saat dini hari yang sunyi.

Sehingga, para ibu bangun. Yang belum memasak langsung memasak. Atau minimal manasi sayur, atau menggodok air untuk membuat minuman hangat di waktu sahur. Kehadiran mereka cukup membantu untuk membangunkan warga yang hendak berpuasa.

Tradisi ‘gugah’ sahur itu dimulai entah kapan. Sebab, waktu saya kecil dan masih duduk di bangku SD, kegiatan tahunan itu sudah saya lakukan bersama dengan kawan-kawan. Keliling kampung untuk membangunkan orang agar tidak ‘karipan’ untuk makan sahur.

Denga peralata seadanya, yang penting menghasilkan bunyi-bunyian. Meski jika didengarkan nadanya tak karuan. Tak masalah, yang penting niat kami sampai, warga pada bangun untuk makan sahur. Meski aksi kami tak sepenuhnya diterima baik. Sebab, kami pernah disiram air saat lewat salah satu rumah dengan tabuhan yang keras itu. Ah... masa lalu yang indah.

Di kampungku sekarang, tongklek yang membangunkan warga untuk sahur itu dimainkan para pemuda kampung sendiri. Sebagian malah masih anak-anak. Hanya, alat musiknya sudah alat musik beneran, dan bervariasi. Sehingga kedengaran lebih ramah di telinga dan nadanya tertata apik. Yang sering instrumen lagu yang dimainkan.

Seni tongklek konon adalah salah satu tradisi peninggalan Wali Songo. Sebagian ahli sejarah mencatat, persebaran musik tongklek di Jawa ada sejak sekitar tahun 1972. Hanya, asalnya usulnya masih menjadi perdebatan. Kabupaten Tuban adalah salah satu kota yang masih melestarikan tradisi tongklek hingga sekarang.

Kita lupakan saja perdebatan mengenai asal usul tongklek tersebut. Ada yang menyebut, kesenian itu dinamakan tongklek karena merunut bunyi alat musiknya, yakni tong dan klek. Alat musik yang dimainkan pun sederhana. Bahkan, sebagian bunyi-bunyian itu berasal dari benda-benda yang tak lazim. Seperti botol kaca, drum plastik, galon air, kaleng dan lain sebagainya.

Hanya, setiap musik tongklek tidak meninggalkan satu alat musik, yakni kentongan bambu. Kentongan seolah menjadi alat musik utama yang menandakan mereka adalah perkumpulan atau grup tongklek.

‘’Tongklek memang tak lepas dari musik patrol, atau musik penggugah sahur,’’ ujar Ali Imron, mantan Ketua IPNU Cabang Tuban. (bersambung)