Reporter: -
blokTuban.com - Bagi orang yang hobi membaca buku, alur cerita yang disuguhkan oleh sang penulis dapat menjadi sebuah pelarian sementara dari penatnya dunia nyata. Namun, manfaat membaca buku tidak sebatas memperkaya imajinasi dan informasi.
Penelitian membuktikan, membaca meningkatkan aktivitas otak dan kemampuan analisis yang mencerminkan bagaimana seseorang berperilaku dan mengelola emosinya. Membaca buku pun dapat membuat seseorang menjadi orang yang lebih baik lagi, yang bisa dilihat pada bagaimana ia mampu berempati dengan orang lain di sekitarnya.
Studi tahun 2013 di Emory University membandingkan hasil pemindaian otak antara orang yang hobi membaca dan yang tidak lewat scan MRI. sebelumnya masing-masing partisipan telah diminta untuk membaca buku literatur klasik.
Peneliti menemukan bahwa aktivitas otak orang-orang yang hobi membaca, terutama meningkat di area pemahaman bahasa dan visualisasi gerakan. Fungsi kedua area otak ini berperan penting dalam membangun emosi dan empati seseorang.
Hal ini dibuktikan lebih mendalam pada sebuah studi oleh Matthijs Bal dan Martijn Verltkamp, masih di tahun yang sama. Keduanya menyelidiki seberapa jauh emosi Anda terbawa ketika membaca buku — misalnya apa yang Anda rasakan ketika karakter utama mencapai suatu keberhasilan, dan bagaimana Anda merasa kasihan, marah atau cemburu terhadap suatu karakter — bisa membangun kepekaan terhadap perasaan orang lain di dunia nyata.
Begini sederhananya: Bayangkan Anda sedang terdampar sendirian di sebuah pulau antah berantah. Tanpa teknologi, tanpa persediaan makanan, tanpa baju bersih. Sensasi nelangsa dan keputusasaan yang Anda rasakan (dan pikirkan) ketika membayangkan skenario tersebut seperti membuat Anda sendiri yang sedang benar-benar tersesat, bukan?
Proses yang sama juga terjadi ketika membayangkan diri Anda sebagai karakter dalam sebuah buku, sehingga Anda dapat berempati dengan emosi yang mereka rasakan.
Penelitian terbaru dari University of South Carolina (USC) lewat pemindaian otak MRI menemukan bahwa otak tetap bisa merespon alur cerita untuk mengembangkan rasa empati terhadap sesama bahkan ketika membaca buku yang ditulis dalam bahasa lain, misalnya bahasa Inggris.
Riset ini mengajak 9 peserta dari Amerika, China dan Iran untuk membaca buku. Ada 3 bahasa yang disediakan dalam penelitian ini, yaitu bahasa Mandarin, Inggris dan bahasa Arab Persia. Sambil membaca buku, otak mereka “dibaca” dengan mesin MRI, sambil dilakukan tanya jawab mengenai cerita itu.
Morteza Dehghani, salah satu peneliti dari Brain and Creativity Institute di USC, mengatakan bahwa meski bahasa tulisannya berbeda, otak tetap bisa memunculkan respon umum untuk memahami alur dan isi cerita tersebut.
Para peserta dapat merasakan empati dari isi cerita tersebut. Hal ini berlaku umum di dalam otak semua manusia, terlepas dari mana tokoh, budaya, dan asal-usul cerita tersebut berasal.
Khususnya pada pembaca literatur klasik, otak mereka menunjukkan tingkat empati yang lebih tinggi saat dibandingkan dengan pembaca literatur modern.
Selain bisa meningkatkan rasa empati terhadap orang lain, manfaat membaca buku juga berpengaruh pada kesehatan fisik tubuh. Membaca buku memberikan ketenangan dan menurunkan tekanan darah.
Di samping itu, bacaan menyajikan sebuah dunia imajinasi dan alternatif sebagai pelarian sementara dari masalah dunia nyata, seperti yang telah disinggung di atas tadi. Oleh sebab itu, baca buku bisa mencegah seseorang mengalami stres dan depresi.
Selain itu, membaca sama saja dengan melatih kemampuan konsentrasi dan fokus seseorang sehingga bisa mempermudah mereka melakukan multitasking dan menajamkan kekuatan otak dalam kemampuan mengingat dan menganalisis.
Maka dari itu, orang yang rajin membaca diketahui memiliki risiko yang jauh lebih rendah terhadap macam-macam penyakit otak, seperti demensia dan Alzheimer.
Sumber: http://lifestyle.kompas.com/