'Nglumpuk' Tradisi Warga Desa Sawir Tambakboyo Tuban

Penulis : Nurul Mu’affah

blokTuban.com - Berbicara mengenai asal-muasal suatu daerah, tak dipungkiri hampir setiap daerah memiliki cerita asal-usulnya, termasuk halnya Desa Sawir yang terletak di Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban, Minggu (5/11/2023). 

Desa yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kerek ini memiliki daerah seluas 651 Ha dengan penduduk sebanyak kurang lebih 2.837 jiwa yang terbagi dalam dua pedukuhan yakni Dusun Sumberarum dan Dusun Sumberejo 

Letaknya yang strategis berada di dekat industri membuat masyarakat Desa Sawir tak hanya bekerja sebagai petani, manun sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik.

Menurut keterangan Asrorudin, Sekretaris Desa Sawir saat ditemui di kantornya oleh tim blokTuban.com, menjelaskan terkait asal-usul Desa Sobontoro bermula dari cerita yang berkembang dari mulut ke mulut dan belum dapat dipastikan kebenarannya.

Konon dahulu di desa ini terdapat dua sesepuh yang bernama Mbah Kinoyo dan Mbah Sawirah. Dikisahkan dua sesepuh tersebut seringkali melakukan musyawarah bersama beberapa warga desa. Dalam musyawarah tersebut banyak dihadiri orang yang mana disebut musyawirin. Kegiatan musyawirin disebut juga dengan kegiatan musyawarah kitab merupakan kegiatan membaca, menelaah dan mendiskusikan secara mendalam isi dari sebuah kitab.

“Itu awalnya dulu kan ada dua sesepuh, yang pertama namanya Mbah Kinoyo sama yang perempuan itu namanya Mbah Sawirah. Orang dua inilah yang sekiranya menjadi sesepuh, selain dua orang tersebut ada lagi beberapa warga tetapi nama tidak tersebut, cuman mereka sering melakukan musyawarah. Dalam musyawarah itu kan banyak dihadiri orang yang dulu biasa disebut musyawirin kan, nah dari situ munculah kesepakatan bahwa desa ini disebut Desa Sawir, dari musyawarah sama musyawirin tadi,” jelasnya.

Dari kata “musyawarah” dan “musyawirin” inilah sehingga daerah ini disepakati dan diberi nama Desa Sawir.

Adapun mengenai tradisi yang masih dilestarikan, masyarakat Desa Sawir terkenal akan tradisi “Nglumpuk.” Tradisi ini merupakan acara rutinan warga Desa Sawir yang bertujuan untuk penghormatan sesepuh mereka. Tradisi Nglumpuk rutin diadakan setiap tahunnya pada Hari Kamis Pahing tepatnya di bulan Ba’da Mulud di Sumur Gede yang dikeramatkan warga.

“Kita warisan budaya ada istilah “Nglumpuk.” Nglumpuk itu dilakukan untuk penghormatan sesepuh lah, di sana kan ada sumur gede, itu setiap setahun sekali setiap kamis pahing itu biasanya di Bulan Ba’da Mulud, itu ada warga hampir seluruh warga sawir itu didominasi ibu-ibu bawa hasil bumi atau makanan lah di situ kita kumpul, doa bareng, setelah itu kita bagi makanan bareng, terus disambung lagi setelah itu ada tradisi wayangan,”

Masyarakat Desa Sawir juga memiliki kebiasaan yang unik. Yang mana apabila terdapat warga Sawir yang akan melangsungkan acara hajatan seperti khitan atau mantenan, mereka mencuci sebagian beras untuk hajatan tersebut di Sumur Gede, hal ini dipercaya warga sekitar sebagai simbol untuk keselamatan dan tolak balak.

“Biasanya, hampir semuanya lah warga Sawir ketika mau punya hajat, ntah itu khitan maupun manten, itu pasti sebagian beras itu dicuci di Sumur Gede,” katanya. 

Selain itu, masyarakat Desa Sawir juga memiliki kesenian yang sampai saat ini masih ada, yakni kesenian Jedor dan Tongklek. Kesenian tersebut acapkali dipentaskan di acara seperti karnival, hajatan, agustusan dan sebagainya. [Rul/Ali]