Mitos Desa Tanjungrejo Singgahan Tuban, Gelar Tayuban akan Jatuh Miskin

Penulis : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan

blokTuban.com – Tanjungrejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Singgahan, Kaupaten Tuban. Desa Tanjungrejo memiliki luas sekitar 444 Hektar yang mana terbagi menjadi 3 dusun yakni Dusun Krajan, Dusun Pencol, dan Dusun Tanjungan.

Dengan jumlah penduduk yang menghuni desa kurang lebih sekitar 2.500 an Jiwa, warga Desa Tanjungrejo memiliki profesi yang bermayoritas sebagai petani hal ini juga dikarenakan demografi desa yang berada di sebelah selatan Kabupaten Tuban yang lahannya sendiri kebanyakan adalah area persawahan.

Desa Tanjungrejo berbatasan langsung dengan Desa Mergosari di sebelah Utara, Desa Tunggulrejo di sebelah Barat, Desa Binangun disebelah Selatan dan Desa Tanggir di sebelah Timur. Desa Tanjungrejo sekarang dipimpin oleh M. Syaefuddin (39) selaku Kepala Desa.

Dibahas mengenai sejarahnya, seperti yang dijelaskan oleh Kusairi (30) selaku Kasi Pelayanan Desa Tanjungrejo menuturkan bahwa asal – usulnya yakni dahulu Desa Tanjungrejo terdapat sebuah pohon atau kembang yang bernama Tanjung yang pusat keberadaanya yakni di sebelah barat desa. Juga pohon tanjung tersebut sangat rumpun dan teduh yang mana zaman dahulu sering dibuat orang – orang untuk neduh, berkumpul bahkan sebagai tempat pelarian untuk bersembunyi yang mana tempat tersebut menjadi ramai dan diberi nama Tanjungrejo yang berasal dari kata Tanjung yang berarti Pohon atau Bunga Tanjung dan Rejo yang berarti Ramai.

“Jadi untuk detailnya itu tidak ada yang tau orang sini itu soalnya apa, dari Mbahnya orang jawa yang harus dipercayai itu di desa ada yang namanya yang paling tua buat desa namanya Danyang itu kayaknya tidak mau mengungkapkan apa dulu sejarahnya tidak mau mengungkapkan dia menutupi, jadi orang Tanjungrejo ini juga mempercayai meyakini bahwa untuk asal usul desa itu yang detailnya itu tidak bisa diceritakan. Pada intinya ya tadi yang masyarakat tau ya hanya tadi ada banyak pohon kembang Tanjung banyak yang rumpun dibuat neduh orang banyak jadi dinamakan Tanjungrejo,” Ujar Kusairi saat diwawancarai Tim blokTuban.com, Mingu (5/11/2023)  

Disinggung mengenai tradisinya Desa Tanjungrejo masih melakukan tradisi manganan atau sedekah bumi yang dilaksanakan di makam desa diantaranya Makam Mbah Singonolo yang mana Mbah Singonolo ini sendiri konon merupakan yang diyakini sebagai pembuka desa atau yang babat alas Desa Tanjungrejo dan biasanya dilaksanakan pada hari Jumat Pon, Mbah Singonolo ini makamnya terletak di tepi sungai yang mana makamnya sendiri sudah hampir hilang tergerus air namun masih dilakukan sedekah bumi di titik tersebut.

Selain itu juga terdaapat sebuah makam yang bernama Makam Mbah Buyut Dilem yang mana konon sebagai orang yang dituakan di desa karena dianggap yang mengembangkan Desa Tanjungrejo dan sebagai penyiar agama di Desa Tanjungrejo, dan konon Mbah Buyut Dilem ini masih mempunyai silsilah dari Mbah Jabbar. Di makam ini juga masih dilaksanakan sedekah bumi pada hari Jumat Kliwon.

Yang pada intinya dalam satu bulan tersebut desa mengadakan sedekah bumi 3 kali yakni di Makam Singonolo pada hari Jumat Pon, Dimakam Mbah Buyut Dilem di pemakaman Dongbunder pada hari Jumat Kliwon dan di makam umum Mbekuk pada hari Jumat Pahing, yang mana acaranya sendiri tidak mematok dan tidak pasti untuk bulannya.

Selain tidak adanya sebuah hiburan seperti wayang atau tayuban saat sedekah bumi dikarenakan Mbah Danyang dipercaya sederhana dan tidak mau diadakan seperti hiburan dan hanya dibuat sederhana seperti tahlilan dan shodaqohan saja.

Uniknya di Desa Tanjungrejo juga terdapat sebuah mitos yakni tidak ada orang yang berani untuk mengadakan kesenian Tayuban karena dipercaya kalau ada yang mengadakan atau mementaskan kesenian tayuban maka warga desa ini yang mengadakan akan jatuh miskin dan sampai sekarang di daerah Tanjungrejo tidak ada yang mau menganggap atau mengundang tayub.

Disinggung mengenai potensinya yang sudah direcanakan oleh pihak desa yakni dengan berfokus pada pengembangan UMKM Desa, hal ini dengan mengadakan sebuah bazzar UMKM di setiap tahun dan bazzar tersebut menawarkan produk – produk khususnya yang berasal dari desa.

“Untuk program dari Pak Kepala Desa itu rencananya itu mau mengembangkan UMKM desa jadi bukan hanya pertanian, jadi perdagangan maupun usaha mikro yang kecil itu programnya Pak Kepala Desa mau dikembangkan makanya di setiap tahun itu ada bazzar, bazzar itu menawarkan produk – produk yang diutamakan dari desa sini seperti yang sudah berhasil itu seperti yang sudah punya nama itu seperti getuk, getuk itu bukan getuk saja jadi getuknya itu ada khasnya gitu lho rasanya,” tutup Kusairi.[Naw/Ali]