Kutukan Putri Banyulangse Bagi Warga dan Pengrajin Batik Desa Boto Tuban

Penulis : Leonita Ferdyana Harris

 

blokTuban.com – Air terjun Banyulangse berlokasi di Desa Boto, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Berjarak kurang lebih 10km dari pusat kota Tuban, air terjun ini memiliki daya Tarik yang cukup tinggi.

 

Dengan akses jalan yang mudah, air terjun Banyulangse kerap menjadi destinasi pilihan warga lokal untuk berwisata air. Perpaduan antara jernihnya air, indahnya bebatuan, dan rindangnya pepohonan tentu menambah keelokannya.

 

Meskipun disebut sebagai air terjun, ketinggian air terjun banyu langse ini hanya mencapai 10 meteran saja. Saat ini, wisata tersebut telah dikelola dengan baik oleh pemerintah desa dengan tarif parker 2ribu rupiah. Selain menikmati keindahannya, pengunjung juga diperbolehkan untuk mandi di pinggiran sambal menikmati jajanan yang tersedia di warung-warung.

 

Namun siapa sangka, dibalik keindahannya, air terjun ini menyimpan banyak kisah yang tidak biasa. Kisah ini diceritakan secara turun temurun oleh penduduk desa Boto. Handoko (38) selaku kepala desa memaparkan kepada tim blokTuban berkenaan tentang kisah-kisah menarik dari air terjun banyulangse ini.

 

Nama “Banyulangse” diambil dari nama seorang putri cantik jelita yang pernah hidup di desa ini berpuluh tahun lalu yaitu Putri banyulangse. Digambarkan, putri ini memiliki gaya pakaian yang anggun dan berwibawa dengan kebaya serta kemben bergambar batik.

 

Konon, siapa saja warga desa Boto yang terlahir lebih cantik dari kecantikan sang Putri maka tidak akan memiliki usia yang panjang. Begitu pula bagi pengerajin batik, jika hasil batik tulis yang ia buat lebih bagus dibanding hasil sang putri maka juga tidak akan berumur panjang.

 

“Percaya gak percaya tapi memang adanya begitu. Putri banyulangse ini pernah saya lihat lagi jalan di  atas air, nyebrang. Cantik sekali,” ujarnya, Senin (16/10/2023).

 

Kisah lain yang melatar belakangi wisata ini juga tidak luput dari kisah Mbah Suro Dalu. Beliau merupakan seorang guru spiritual di Desa Boto pada zamannya. Suatu waktu beliau bertapa di area Banyulangse dan tidak pernah kembali hingga sekarang. Mukso, katanya.

 

Sejak muksonya mbah Suro dalu, siapa saja yang tenggelam di sungai hanya akan dapat ditemukan oleh anak keturunan beliau. Sebagaimana kisah yang terjadi pada beberapa tahun lalu saat wisata ini memakan korban jiwa.

 

Anak laki-laki dikabarkan meninggal tenggelam dan tim SAR yang dikerahkan tidak juga menemukan titik jasad. Namun, setelah keturunan Mbah Suro dalu ikut mengambil bagian dalam mencari, jasad anak tersebut dapat dengan mudah ditemukan.

 

“Dulu bapak saya pernah dapat undangan untuk ke air terjun di antara malam 1-3 bulan Suro. Akan ada acara manganan katanya tapi pas di intip acara tersebut gaada. Undangannya pun hanya berupa bisikan. Tapi suara gamelannya itu ada cuma makin di dekati akan makin jauh. Kalo sekarang suara gamelannya sudah tidaak ada karena sudah padat penduduk. Terakhir terdengar jelas itu 3 atau 4 tahunan lalu,” tutupnya. [Leo/Ali]