Pelarian Putri Nglirip ke Desa Magersari Tuban dan Pindahnya Air dari Sumberagung

Penulis : Nurul Muaffah

blokTuban.com - Desa Magersari yang berada di Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban adalah salah satu dari banyaknya desa yang memiliki potensi besar untuk tumbuh dan berkembang.

Desa seluas kurang lebih 200 Ha ini terbagi menjadi 5 dusun diantaranya Dusun Pacar, Dusun Mayang, Dusun Geger, Dusun Kajangan dan Dusun Juwet.

Adapun mengenai sejarah Desa Magersari hingga pemberian nama Desa Magersari belum diketahui secara pasti kebenarannya. Namun berdasarkan kata sesepuh desa, ada sebuah cerita yang hingga kini dipercaya masyarakat terkait sejarah desa tersebut.

Menurut keterangan dari Muhammad Widadi, Kepala Desa Magersari, asal mula pemberian nama magersari bermula dari lima pedukuhan yang ingin bersatu membentuk satu desa. Pedukuhan yang letaknya paling Utara adalah Dusun Mayang dan pedukuhan paling selatan adalah Geger.

Sedangkan tempat diadakan pertemuan  tersebut berada ditengah-tengah yaitu dusun Juwet. Sehingga muncul inisiatif bagaimana kalau desa ini dinamakan Desa Magersari dengan arti Ma- Berarti Mayang Ger- berarti Geger dan sari  adalah tempat yang berada ditengah-tengah sehingga di dusun ini (Juwet) didirikan balai desa.

“Hingga Saat ini nama Magersari digunakan untuk menyebut desa itu yang terdiri dari lima dusun yaitu Mayang, Pacar, Juwet, Kajangan, Geger,” katanya, Kamis (12/10/2023).

Dusun Mayang yang dikenal dengan sumber airnya yang melimpah. Konon menurut cerita yang beredar di masyarakat, melimpahnya sumber air di Dusun Mayang tersebut tak terlepas dari cerita Mbah Ubru atau Mbah Browijoyo yang merupakan sesepuh desa Magersari.

Kisah tersebut bermula dari putri Nglirip, Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan yang melarikan diri karena tak ingin dinikahkan dengan orang yang tidak dicintainya. Sang putri melarikan diri hingga ke Dusun Mayang dan putri tersebut merasa kelelahan, ia meminta minum dengan memberikan sayembara yang kira-kira isinya jika yang memberi air minum sudah tua, maka akan dianggap orang tuanya.

Sebaliknya jika masih muda, maka ia bersedia menjadikannya pendamping hidupnya. Sayembara tersebut terdengar hingga ke telinga Mbah Ubru. Mbah Ubru segera mengambil air dari Sumberagung. Namun ternyata terdapat sebuah syarat dari penguasa Desa Sumberagung jika ia ingin mengambil air dari Desa Sumberagung.

“jadi minta air dari Joko Tarub sana, akhirnya apa, istilahnya penguasanya bilang, kenek sumber iki mbok jaluk nek aku ga ngerti (boleh air ini kamu minta asal aku tidak tahu),” Jelas Muh. Widadi kepada bloktuban.com.

Karena Mbah Ubru tahu bahwa kebiasaan masyarakat sekitar adalah bermabuk, lalu ia mengajak untuk meminum tuak, setelah semua orang mabuk sambal bersandar/sendempel segera Mbah Ubru memindahkan air yang ada di Sumber Agung ke Dusun Mayang.

“Makannya di situ ada Dusun Dempel, itu sendempel, nah itu waktu mabuk sendempel, itu semuanya (airnya) diambil sama Mbah Ubru tadi,” tambahnya.

Setelah itu, Mbah Ubru kembali ke desa Magersari dan masyarakat Dempel pun terheran karena air di desanya menghilang. Lalu setelah diikuti aliran air tersebut berakhir ke Desa Magersari. Warga Dempel mencoba meminta kembali tapi sesuai perjanjian awal permintaan tersebut ditolak. Apabila warga membutuhkan diijinkan untuk mengambil guna keperluan minum dan mandi (ubru).

Desa yang memiliki penduduk sekitar 7.000 jiwa tersebut mayoritas masyarakatnya mengandalkan perekonomiannya pada sektor pertanian. Masyarakat Desa Magersari juga memiliki tradisi manganan atau sedekah bumi yang rutin diadakan setiap tahunnya.

Adapun di sektor pariwisata, di desa ini terdapat satu wisata yakni wisata Sendang Mayang yang didalamnya terdapat sebuah telaga, perahu bebek, kolam renang, aneka outbound dan taman. Wisata ini menjadi ikon Desa Magersari yang kental akan sejarahnya. [Af/Ali]