Arti Bucu Kendhit Bagi Warga Tuban dan Perwujudan Sinkretisme

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Bucu kendhit dikenal oleh masyarakat Kabupaten Tuban juga bucu tolak balak. Tak hanya di Tuban, bucu kendhit juga masih lestari di beberapa daerah di Pulau Jawa, Sabtu (16/9/2023).

Dikutip dari berbagai literatur, bucu kendhit biasanya terdiri dari nasi yang mengerucut (bucu) yang di bagian tengahnya diberi lingkaran hitam dari jelaga alat masak. Baik wajan atau panci dari dilengkapi berbagi lauk di bagian tepinya seperti tahu, tempe, dan urapan.

Saat bucu kendhit dan masyarakat sudah siap, tokoh adat/masyarakat memimpin doa menjelang magrib dan memulai acara. Pada umumnya, bucu kendit di Kabupaten Tuban digunakan warga menyambut bulan Muharram/Suro atau Tahun Baru Islam.

Masyarakat Jawa berpandangan satu Suro merupakan tanggal keramat. Di malam satu Suro sering diisi dengan tradisi berdoa dan ibadah lain dengan tujuan memohon keselamatan dari Tuhan yang maha Esa.

Diantara desa yang masih melestarikan bucu kendit, Desa Brangkal, Sukoharjo dan Ngawun Kecamatan Parengan, Karangtengah, Sadang, Wotsogo dan Sugihan Kecamatan Jatirogo. Ada juga di Desa Katerban dan Banyuurip, Kecamatan Senori maupun Desa Sidokumpul Bangilan.

Sedangkan di Pesisir Tuban desa yang juga melestarikan bucu kendit yaitu Desa Pabeyan, Kecamatan Tambakboyo. Acara dengan membawa bucu kendit di Desa Pabeyan ramai di sosial media dua hari terakhir.

Bucu kendhit berasal dari kata bucu berarti nasi berbentuk lancip seperti gunungan dan kendhit artinya kerak/angus dari panci yang telah digunakan memasak.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Siti Inzali Listiadah mahasiswi Universitas Negeri Semarang dengan judul "Sinkretisme dalam Tradisi Bucu Kendhit di Desa Sidokumpul Tuban" menjelaskan, bucu kendhit dipakai sebagai tradisi selametan di beberapa tempat mulai jalan, jembatan, maupun tempat yang dianggap keramat.

Siti Inzali dalam penelitiannya membahas struktur dan perwujudan sinkretisme dalam tradisi bucu kendhit di Desa Sidokumpul Tuban. Disebutkan ada dua struktur dalam bucu kendhit. Struktur luar terdiri dari pra upacara dan komponen penyusun, proses pelaksanaan, dan ubarampe. Sedangkan stuktur dalam mencakup kepercayaan, fungsi, hingga makna filosofi.

"Adapun angus dari panci yang telah dipakai memasak dioleskan melingkar pada pucuk bucu kendhit bertujuan mengikat bangsa gaib di sekitar desa agar diam dan tidak mengganggu di bulan Suro," katanya dikutip blokTuban.com.

Masyarakat mempercayai di bulan Suro para jin dan makhluk gaib lainnya banyak yang keluar dan mencari keburukan untuk menganggu manusia.

Selanjutnya, tradisi bucu kendhit di Desa Sidokumpul, Bangilan Tuban juga dimaknai sebagai perwujudan sinkretisme yang di dalamnya mengandung tiga unsur yaitu Hindu, Jawa, dan Islam.

"Perwujudan tersebut nampak dari doa-doa yang sepintas nampak Islami tetapi didalamnya terkandung ajaran Hindu dan Jawa," imbuhnya.

Siti Inzali menerangkan, unsur Hindu dalam bucu Kendhit nampak dalam keyakinan adanya kekuatan roh leluhur yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, sajen, nyajeni, dan memohon keberkahan.

Lalu, unsur Jawa ada di ubarampe, warna hitam simbol pengikat dan pelindung dari balak, serta pembuangan. Lalu, unsur Islami terletak dalam kepercayaan bahwa selametan membuka pintu rejeki, menghapus sifat kikir, dan tolak balak. [Ali/Dwi]