Pertamina Segera Wujudkan Komitmen NZE 2060

Reporter : Sri Wiyono

blokTuban.com - PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmennya dalam mewujudkan dan mendukung penuh upaya Pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 sekaligus menjamin ketersediaan energi nasional.

Berbagai upaya terus dilakukan. Di antaranya dengan menjalin kerjasama dengan banyak pihak dari dalam dan luar negeri untuk mewujudkan komitmen tersebut. Di dalam negeri, Pertamina selalu mendorong untuk transisi energi, dari energi yang mengasilkan emisi menuju pemanfaatan energi yang ramah lingkungan, yang rendah bahkan, tanpa emisi.

“Sebagai perusahaan energi, kita tentu mensupport pemerintah dalam pencapaian Net Zero Emission di tahun 2060, namun prioritas utama Pertamina juga tetap menjamin ketersediaan dan keamanan energi. Jadi energy security,” ujar Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, di Jakarta pada (15/5/2023).

Menurut Nicke, dalam Rencana Umum Energi Nasional, sampai dengan tahun 2060, komponen minyak dan gas dalam bauran energi nasional porsinya terus menurun namun masih tetap dibutuhkan.

“Karena mayoritas kebutuhan energi untuk transportasi dan industri masih dari energi fosil, maka kita akan tetap mensupport pemerintah untuk meningkatkan produksi migas, di mana minyak ditargetkan meningkat menjadi 1 juta barel per hari dan gas meningkat 12 BSCFD,” ungkapnya.

Namun, lanjut Nicke, untuk mendukung upaya menuju NZE, Pertamina mengubah cara bisnis menjadi Green Operation. Hal ini dilakukan dengan menggunakan parameter ESG (Environment, Social, Governance).

Lebih lanjut, Nicke menjelaskan, dengan konsep ESG ini, ada tiga cakupan harus dilakukan untuk mengurangi karbon. Yang pertama, mengurangi penggunaan peralatan-peralatan yang sudah tidak efisien dengan melakukan peremajaan, agar lebih hemat bahan baku.

Selanjutnya, energi gas buang yang selama ini terbuang ke udara dan menimbulkan polusi, kini diproses lagi menjadi energi.

Dari semua inisiatif ini, tambahnya, sampai dengan tahun 2022, Pertamina Group sudah berhasil menurunkan 31% karbon emisi pada operasionalnya, baik dari hulu hingga hilir.

“Ini kita belum bicara pada scope ketiga, yaitu final product, seperti Biodisel tentu angkanya akan lebih besar. Artinya, Pertamina tetap menjaga ketersediaan energi tapi kita juga komit untuk menurunkan karbon emisi dengan berbagai upaya,” tandas Nicke.

Universitas Pertamina Gandeng 2 Universitas Jepang

Mellaui Universitas Pertamina, perusahaan BUMN ini misalnya, menjalin kerja sama dengan dua Universitas di Jepang yakni Tokyo University dan Kyushu University. Kerja sama ini untuk mendukung Pertamina dalam rangka program transisi energi dan target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.

Kerja sama tersebut berlangsung dalam acara Nikkei Forum ke 28 yang berlangsung di Tokyo Jepang. Penandatangan dilakukan antara Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir M.S, Kepala Departemen Laboratorium Teknik Sumber Daya Bumi, Sekolah Pascasarjana Teknik Sumber Daya Energi dari Kyushu University, Japan, Prof. Dr. Yasuhiro Yamada dan Professor Departemen Sistem Inovasi, Fakultas Teknik Tokyo University, Prof. Tsuji Takeshi, di Tokyo Jepang pada Jumat 26 Mei 2023.

Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir M.S mengatakan bahwa kerja sama dengan kedua universitas dari Jepang ini untuk memperkuat kegiatan penelitian dan pengembangan yang diperlukan oleh Pertamina sebagai perusahaan energi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan aktivitas keberlanjutan yang mendukung aspek lingkungan, sosial dan tata kelola.

“Universitas Pertamina sebagai research and development (R&D) dalam hubungannya untuk mengembangkan sustainability activity yang mendukung ESG dan sebagainya,” kata Prof Wawan.

Lebih lanjut, Wawan menguraikan, dengan dukungan R&D Pertamina berupaya menahan laju penurunan alami lapangan minyak dan gas dengan melakukan injeksi dan memanfaatkan emisi karbon untuk meningkatkan produksi Migas.

Hal ini juga sejalan dengan upaya Pertamina mencapai target NZE. Upaya lainnya, adalah pengembangan energi terbarukan yakni Geothermal yang dikembangkan untuk pembangkit listrik. Saat ini, telah berkembang teknologi CO2, karbonnya diinjeksi ke bumi dengan menjaga suhu 150° – 300° Celcius, sehingga produksi uapnya akan bertahan.

Selain itu, Universitas Pertamina juga mendukung perusahaan untuk melakukan capacity building dan menghasilkan SDM yang punya keahlian di bidang energi melalui kerja sama dalam beberapa aspek.

“Ada student exchange dengan Universitas Tokyo dan Kyushu University. Itu explisit mereka sampaikan, hanya memang kita perlu waktu untuk menset-up itu, mudah-mudahan secepat mungkin. Ini adalah langkah pertama dalam konteks R&D,” imbuhnya.

Sementara itu Prof. Tsuji Takeshi menekankan kerja sama pada bidang spesifik carbon neutral untuk pengurangan emisi.

“Tsuji lab dari University of Tokyo bidang resources engineering siap bertukar dan bertransfer teknologi serta saling belajar dengan Universitas Pertamina. Kami mendorong agar terjadi pertukaran mahasiswa dan dosen, termasuk saya sendiri siap mengajar di Universitas Pertamina. Kami berharap kerja sama yang konkrit dapat segera terealisasi guna mendukung sustainable energy,” ujar Prof. Tsuji.

Hal tersebut diamini Prof. Dr. Yasuhiro Yamada, Head of Department of Earth Resources Engineering dari Kyushu University.

“Profesor-profesor kolega kami di Kyushu University berharap di samping riset bersama, juga dilakukan student and faculty exchange. Pertukaran staf dan mahasiswa akan berdampak baik bagi kedua belah pihak. Saat ini cukup banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Kyushu University melalui beasiswa,” imbuh Yamada Sensei.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso mengatakan kerja sama Universitas Pertamina dan Universitas Tokyo dan Universitas Kyushu merupakan langkah positif dan bermanfaat bagi korporasi khususnya dalam menjalankan proyek inisiatif transisi energi Pertamina sekaligus mendukung target Pemerintah dalam Net Zero Emission 2060.

“Terobosan di bidang R&D sangat penting bagi program perusahaan, terutama dalam mengimplementasikan dua pilar bisnis menghadapi climate change yakni building new business dan decarbonization,” pungkas Fadjar.

Jajaki Potensi Kerja Sama Riset, Pengembangan dan Implementasi Pengurangan Emisi Karbon

Meski berkomitmen untuk menekan emisi karbon, namun Pertamina juga terus mendukung komitmen menyediakan energi dan mengembangkan energi baru dan terbarukan untuk menopang ketahanan dan swasembada energi nasional.

Pertamina dalam kesempatan event IPA Convex misalnya, menandatangani kesepakatan untuk membahas, mengeksplorasi, dan berpotensi terlibat dalam inisiatif transisi energi bersama partner yaitu Mubadala, POSCO INTERNATIONAL, Japex, dan Jogmec.

Pertamina dan partner bermaksud menjajaki kemungkinan kerja sama dalam penelitian, pengembangan teknologi produk rendah karbon beserta implementasinya, khususnya untuk Carbon Capture & Storage/Carbon Capture, Utilization & Storage (CCS/CCUS), Blue Hydrogen/Ammonia, New & Renewable Energy (NRE), dan potensi kolaborasi terkait lainnya di Indonesia.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan, Pertamina memiliki tanggung jawab besar sebagai motor untuk mencapai komitmen Net Zero Emission (NZE). Sektor energi diproyeksikan sebagai sektor penyumbang emisi terbesar Indonesia tahun 2030.

Dan juga diharapkan memiliki kontribusi yang signifikan dalam pengurangan emisi karbon, yang menempati urutan kedua setelah sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Sebagai perusahaan energi nasional dan salah satu BUMN terbesar di Indonesia, Pertamina siap untuk terus berperan penting dalam memimpin transisi energi dan pengurangan emisi di sektor energi Indonesia.

‘’Pertamina akan mendukung langkah Pemerintah dalam mewujudkan target NZE Indonesia pada tahun 2060 atau lebih cepat,” ujarnya.

Indonesia, kata Nicke, akan memiliki peran penting, tidak hanya di Asia tetapi juga dalam dekarbonisasi global. Saat ini emisi per kapita Indonesia masih di bawah rata-rata emisi CO2 per kapita dunia (di bawah 3 ton per orang).

Indonesia memiliki potensi dari klaster Integrasi untuk CCUS end-to-end dan berinovasi sebagai penyedia energi hijau di klaster tersebut. Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, kapasitas penyimpanan CO2 potensial mencapai 80 hingga 400 giga ton CO2 di depleted reservoir serta saline aquifer.

Dengan kapasitas penyimpanan CO2 yang sangat besar ini, proyek dekarbonisasi di Indonesia juga akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penurunan emisi dunia.

Proposisi unik lainnya adalah hutan hujan tropis, lahan gambut, dan hutan bakau terbesar yang berpotensi menyimpan hingga ~300 miliar ton CO2, menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi solusi berbasis alam terbesar ke-2 untuk menyelesaikan masalah emisi.

Terakhir, melimpahnya energi baru dan terbarukan yang berpotensi untuk menghasilkan sekitar ~3600 GW di Indonesia akan turut menjadi pendorong dekarbonisasi global, yang berasal dari berbagai sumber termasuk panas bumi (~24 GW); angin (~155 GW), matahari (~3300 GW), bioenergi (~57 GW), air (~95 GW) dan laut (~60 GW).

Nicke menambahkan, kolaborasi dengan mitra ini diperlukan untuk menghadapi tantangan transisi energi, terutama dalam penguasaan teknologi dan pembiayaan.

“Mengingat situasinya yang urgen, kami membutuhkan visi  yang lebih besar, serta komitmen yang lebih besar terhadap langkah inovatif, inklusif, dan juga kolaboratif, dan itu kami butuhkan sekarang,” kata Nicke.

Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

Siapkan Skenario Hadapi Tantangan Energi 

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, PT Pertamina (Persero) juga gencar mengembangkan inisiatif program transisi energi. Langkah tersebut menjadi prioritas Pertamina dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, aksesibilitas, keterjangkauan, akseptabilitas dan keberlanjutan.

Dalam forum Leadership Dialogue Energi Asia di Kuala Lumpur Malaysia yang digelar pada Rabu (28/6/2923), Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan untuk menjaga ketahanan energi dan menjamin keterjangkauannya, Pertamina menempuh strategi mempertahankan bisnis minyak dan gas, dengan tetap melihat potensi energi baru terbarukan.

 

Nicke menyampaikan, untuk mengurangi emisi, Pertamina melakukan Dekarbonisasi dalam kegiatan operasionalnya.

“Hal ini untuk memastikan bahwa dalam jangka pendek, transisi energi tidak akan mengganggu ketahanan energi. Namun di sisi lain, kita masih bisa mencapai target pengurangan emisi karbon,” ungkap Nicke.

Paralel dengan itu, lanjutnya, Pertamina juga membangun dan memperkuat infrastruktur gas di seluruh rantai nilai, dari hulu, tengah, hingga hilir sesuai dengan target Pemerintah dimana porsi gas dalam bauran energi ditingkatkan secara bertahap. Dengan wilayah yang terdiri dari 17.000 pulau,  pengembangan infrastruktur gas diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas bagi seluruh penduduk.

“Oleh karena itu, percepatan transisi energi di Indonesia bukan hanya upaya untuk mengurangi emisi karbon, tetapi juga untuk mewujudkan ketahanan energi,” ujar Nicke.

Di era transisi energi, negara-negara di Asia Selatan termasuk Indonesia, tutur Nicke, memiliki peluang besar karena dikaruniai alam dengan sumber energi primer hijau yang melimpah. Sumber daya ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ekosistem bisnis rendah karbon.

Untuk mewujudkan itu, Pertamina telah mengalokasikan 15% dari total Capex untuk pengembangan portofolio bisnis rendah karbon/hijau, jauh lebih tinggi dari rata-rata perusahaan energi lainnya.

Beberapa inisiatif yang telah dan akan terus dilaksanakan antara lain; Dekarbonisasi dan efisiensi energi yang telah berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 31%, implementasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dengan injeksi C02 perdana di Lapangan Pertamina EP Jatibarang dan mengembangkan Kilang Hijau.

‘’Pengembangan energi Geothermal yang saat ini telah mencapai kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW, memproduksi biodiesel dan lain-lain,” ungkap CEO Pertamina tersebut.

Pertamina, kata Nicke juga melibatkan masyarakat dengan mengembangkan Desa Mandiri Energi di 47 Desa di Indonesia.

“Kita tidak bisa melakukannya sendiri. Oleh karena itu, kami membuka diri untuk kolaborasi global bersama seluruh peneliti, penemu dan para ahli dari universitas dan akademisi, perusahaan, kementerian  hingga masyarakat melalui UMKM,” tandas Nicke.

Pertamina berharap kerja sama tersebut akan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Dengan meningkatnya permintaan terhadap produk-produk budaya lokal, UMKM akan mengalami peningkatan penjualan dan pendapatan. Pertamina meyakini, kolaborasi ini mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan sektor pariwisata, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.[ono]