Warga Grabagan Keluhkan Tarif PDAM Naik Saat Kekeringan

Reporter: M. Anang Febri

blokTuban.com - Kekeringan yang merambah di sebagian besar wilayah Kecamatan Grabagan menjadi potret susah payahnya masyarakat menghadapi tantangan keadaan. Kondisi kekeringan makin parah, ketika hawa panas nan ekstrim menguras sumur-sumur, juga sumber mata air pada titik terbesar wilayah setempat.

Penuturan warga di Dusun Dawung, Desa Grabagan, Kecamatan Grabagan, Laji mengaku, kekeringan di wilayah dataran tinggi perbukitan kapur tersebut telah berlangsung sebulan lebih. Lebih parahnya, air yang dikelola salah satu perusahaan daerah jaga terdampak oleh berbagai faktor alam yang ikut menambah payah keadaan.

"Sudah sebulan lebih wilayah sini susah air. Ini malah parah, pas pembangunan jalan malah banyak aktivitas perbaikan pipa juga," ungkapnya kepada blokTuban.com, Senin (15/10/2018).

Lebih lanjut, dia menyayangkan sistem yabg diterapkan pengelolaan air. Sebab, keadaan sudah tampak nyata bahwa air sangat jarang mengalir, namun warga masih saja dibebabkan tarif yang sama.

"Air nggak keluar, tapi bayarnya tetap. Malah belakangan ini tarif bayarnya naik. Jadi bingung kita," imbuhnya.

Laji mengaku, tarif normal pembayaran air yang dikelola oleh PDAM hanya Rp30.000 per bulan, dengan peredaran dan aliran air yang normal. Namun, belakangan ini tarif jumlah pembayaran tagihan malah naik 2x lipat menjadi Rp60.000 hingga Rp70.000 per bulan.

"Kan aneh. Air nggak keluar, bayarnya tambah mahal. Itu yang jadi pertanyaan," tanyanya heran.

Warga lain, Suratman juga megucapkan hal senada. Dulu sebelum kekeringan parah menghampiri, ia hanya membayar Rp27.000 per bulan. Tentu dengan debet dan volume air yang cukup baik, ketimbang saat ini tak keluar.

"Dulu Rp27.000, sekarang nggak keluar air malah bayar sekitar Rp70.000 sampai Rp80.000," katanya.

Dengan begitu, sambungnya, warga banyak memilik belum membayar iuran PDAM bulanan. Jika tak ada air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, warga rela membeli sejumlah air kemasan toren persegi yang dijual menggunakan mobil bak pick up.

"Kalau nggak ada air, biasanya kita beli 2 toren kotak air. Pemakaiannya tergantung jumlah keluarganya, kalau sekeluarga banyak orang otomatis sudah boros pemakaian airnya," tutur Suratman.

Banyak hal yang sedang dikeluhkan warga Desa Grabagan terkait kekeringan kali ini. Mulai dari peredaran air yang tak maksimal, pembayaran tagihan yang tak wajar jika dilihat dari fungsi dan pemanfaatannya, juga pendistribusian bantuan yang tak merata.

Bahkan di antara warga tersebut malah berkata, lebih baik tak ada nasi daripada tak ada air. Sebab, hal paling penting dan genting yang dibutuhkan warga hanyalah air, tak ada yang lain.

"Timbang tak ada air, mending tak ada nasi. Percuma kita punya bahan nasi tapi gak ada air untuk masak. Tapi kalau kita punya air, masakan apapun bisa kita olah, gak hanya tentang nasi dan perut. Airlah yang saat ini terpenting," ujar warga Dusun Dawung, Desa Grabagan secara bergantian menyampaikan kesahnya.

Disisi lain, warga juga pernah mendengar penjelasan pihak pengelola air tentang mengapa sebab tarif pembayaran makin mahal, padahal air yang keluar tak pernah maksimal. Pihak pengelola berdalih, sebab pembangunan tepian jalan turut desa setempat lah yang menjadi salah satu sebabnya. Pipa-pipa penyalur air diperlukan biaya perawatan yang tak murah. Adanya perbaikan pipa yang rusak sebab prosesi proyek ,juga dibebankan kepada warga untuk menambah iuran kelola air. [feb/col]