Rindu Taman Jeruk: Palestina

Peresensi: Yayuk Ida Rahayu*

Novel berjudul Rindu Taman Jeruk: Palestina  ini merupakan karya besutan M.Thoha Anwar, pria kelahiran Ponorogo, 11 Juli 1958. Lelaki yang sudah berusia separuh abad lebih ini pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar dan Institut Studi Islam, Keduanya berada di Kairo, Mesir. Beberapa karyanya yang sudah terbit antara lain : Bercanda Burung – burung (novel, 2001); Dilema Seorang Ibu (kumpulan cerpen, 1982). Dia juga menerjemahkan beberapa buku, antara lain : Fikih Dakwah (2002); Islam Meluruskan Bangsa (1992); Pengobatan Cara Nabi (1991). Kesibukannya saat ini adalah sebagai pengajar di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat. 

Novel yang berjudul Rindu Tamah Jeruk: Palestina! Ini menceritakan tentang seorang laki–laki berambut hitam lurus, berhidung tidak mancung, berkulit sawo matang, duduk di atas bangku yang langsung berhadapan dengan laut lepas, sedang asyik membaca, atau ia tenggelam dalam bacaanya. Lelaki ini berasal dari Indonesia yang bernama Pramono, hanya karena orang arab mengeja huruf “P” menjadi “B” maka namanya berubah menjadi Bramono. 

Bramono menoleh ke kanan, pandangannya menatap jauh seorang gadis yang berjalan sendiri. Benarkah itu Hala? Bukankah gadis Palestina yang begitu akrab dengannya itu telah mengucap kata selamat berpisah? Dan mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya di Kairo, Alexandria , bahkan seluruh Mesir?. Perpisahan yang pahit memang, Cinta yang terputus tetapi tidak bercengeng – cengeng ria.

Masih teringat ketika Hala menatap Bramono dengan sendu dan berkata “Maafkan aku Bram, aku tidak bisa jika harus tinggal bersamamu di Indonesia, sekalipun aku juga mengagumi negerimu yang indah dan orang – orangnya yang yang ramah – ramah”. Terimakasih atas kebaikanmu dengan memberikan tawaran kepadaku, tetapi aku seperti kau juga yang mencintai negerimu. Aku sangat cinta dan rindu pada negeriku: Palestina, suatu saat aku harus kembali ke sana, apapun yang bakal terjadi”.

Karena melihat kesungguhan Hala Bramono menjawab dengan gagah pula, “ Cita– cita tidak boleh dikalahkan dengan cinta Hala, aku mengerti. Toh kita bukan remaja yang bercengeng – cengeng cinta. Aku datang ke negeri ini bukan untuk tinggal selamanya, bukan pula untuk mati. Tetapi untuk menuntut ilmu dan kemudian kembali ke negeriku, seperti juga kau harus kembali ke negerimu”. Tidak ada tangisan dan air mata mereka berpisah dengan tegar dan ikhlas. Perpisahan itu telah menjadi kenyataan, barang kali tidak mungkin mereka akan bertemu kembali. 

Perkenalan antara Bramono dan Hala dimulai ketika suatu hari Bramono melihat – lihat pameran seni budaya Palestina yang diselenggarakan oleh Himpunan Wanita Palestina. Tepatnya di gedung milik Liga Arab di dekat lapangan Tahrir Kairo. Pramono berdiri dan mondar – mandir melihat – lihat dan mengamati pameran itu sehingga menarik perhatian salah seorang gadis yang menjaga stand pameran itu. Gadis tersebut yang tak lain adalah Hala. Kemudian mereka saling memperkenalkan nama. Hala merasa akrab seketika Bramono menyebut dirinya orang Indonesia. Karena Indonesia adalah negara yang selalu mendukung perjuangan rakyat Palestina dalam forum – forum Internasional. 

Gadis yang ditempa kekerasan hidup seperti Hala, memang pantas kalua kadang bersikap galak, tetapi sebenarnya memiliki hati yang lembut, dan bisa menangis terisak – isak ketika mengingat kematian kedua orang tuanya. Pernah Hala memberikan kesaksian di depan Bramono. “Ayahku diringkus tentara Israel, diikat kaki dan tangannya, kemudian disiksa sedemikian kejamnya didepan mataku dan mata ibuku, kami juga diringkus tetapi tidak disiksa, ayahku meninggal karena seluruh tubuhnya remuk, dan ibuku meninggal setelah beberapa bulan kematian ayahku”. 

Setelah kematian ayah dan ibuku, aku dibiayai oleh saudara – saudara ayahku dan aku menyelesaikan kuliahku di Gaza. Syukur allhamdulillah kuliahku selesai juga tanpa harus menunggu terlalu lama lagi. Aku ingin tuhan mengabulkan do’aku melahirkan anak–anak sekaliberKhalid bin Walid, Ibnu Waqqash, Amir bin ‘Ash dan lain – lain. Orang–orang berkualitas seperti merekalah yang sanggup membebaskan tanah Palestina, tanah berkumpulnya para nabi yang mulia, tanah kebun jeruk yang subur dengan bunga- bunga yang mekar semerbak wangi di kala musimnya tiba.

Laut terus bergelombang. Senja semakin Temaram. Bramono begitu kaget ketika pedagang koran menghampirinya dan menawarkan koran edisi sore hari. Lebih kaget lagi ketika Bramono membeli koran dan membaca berita headline : Seorang gadis Palestina meledakkan tubuhnya dengan bom di markas tentara Israel. Berita selanjutnya menjelaskan bahwa gadis itu bernama Hala Awadh. . . Seketika itu Bramono terhuyung – huyung mau jatuh, tetapi kemudian ia memekik “Allahu Akbar”. 

Novel yang mengisahkan perjuangan seorang wanita yang ayah dan ibunya ditindas mati oleh tentara Israel ini mampu membuat pembaca terharu. 

Kekurangan Novel : 

Banyak penulisan kata yang salah sehingga pembaca harus mampu membenarkan kata yang sebenarnya atau seharusnya. Selain itu alur ceritanya juga acak, Endingnya kurang begitu menarik. 

Identitas Novel 

Penulis             : M.Thoha Anwar

Editor : Izmir Azlan

Desainer Sampul : Satrio Amal Budiawan

Percetakan : Gapprint

Penerbit : Erlangga

Tahun Terbit : 2014

Kota Terbit : Jakarta

Jumlah Halaman: 125 hal

*Mahasiswa  STIKes ICsada calon anggota LPM V