Ketidakstabilan Harga Sembako di Indonesia Akibat Perubahan Cuaca dan Ekomoni Global

Oleh : Wahyu Amalia*

blokTuban.com - Ketidakstabilan harga sembako terus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Beberapa pekan ini ketersediaan pangan di Indonesia berdampak bagi masyarakat. 

Hal ini disebabkan karena sektor produksi. Sektor produksi yang kurang stabil memberi dampak atas kenaikan harga jual sembako. 

Kenaikan harga komoditi pertanian pada saat ini tak bisa dihentikan lantaran cuaca yang menurunkan produksi atau panen dan hambatan logistik. 

Cuaca dipastikaan menjadi faktor yang mempengaruhi harga komoditas, seperti harga cabai. Terlebih saat ini Indonesia mengalami musim yang tak menentu. Sehingga hal ini menjadi kesulitan tersendiri bagi petani dalam hal produksi. 

Selain harga cabai menjadi masalah setiap tahun, dari Mei hingga Agustus, harga lada cenderung rendah karena cuaca yang mendukung. Selain cuaca, hanya sedikit petani yang tahu tentang budidaya lada. Hal ini mengakibatkan produksi cabai menjadi kurang optimal.Faktor cuaca menyebabkan petani gagal panen, akibatnya distribusi ke masyarakat menjadi berkurang. Kemudian faktor infrastruktur seperti jalan yang rusak dapat menghambat jalur distribusi. 

Faktor tersebut yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga di setiap daerah. Kenaikan harga ini akan dapat mengurangi konsumsi masyarakat, dikarenakan pendapatan masyarakat lebih kecil darpada tingkat konsumsi yang berakibat meningkatknya jumlah kemiskinan.

Permasalahan kenaikan harga bahan pokok yang semakin menjadi, bisa terkendali apabila pemerintah memberi perhatian ekstra. Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah kenaikan harga bagi orang, maupun keluarga yang tidak mampu sehingga kenaikan harga bukan lagi menjadi masalah serius yang harus dicari jalan keluarnya. Tentunya dapat dilakukan dengan cara menyediakan lahan yang lebih luar agar jumlah produksi mampu seimbang dengan jumlah permintaan. 

Kestabilan harga sembako bisa kembali normal jika distribusi bahan pokok, mulai dari petani sampai dengan retail (cara pemasaran) tingkat akhir apabila pemerintah membantu dan memberi kebijakan yang tidak memberatkan dan mencekik rakyat. Sekaligus dapat memperbaiki ketersediaan pokok yang ada dan menstabilkan sektor perekonomianya. 

Pemicu lainya yang menyebabkan ketidakstabilan harga sembako juga berasal dari faktor luar, seperti harga minyak nabati yang terus melambung. Kenaikan harga minyak nabati disebabkan oleh kenaikan harga minyak sawit dunia atau crude palm oil (CPO). 

Harga komoditas minyak nabati bisa terus naik jika harga CPO terus naik. Sepanjang 2021, harga rata-rata CPO terus naik hingga mencapai puncaknya pada $1.390 per metrik ton pada Oktober 2021. Hal ini berdampak pada Indonesia hingga saat ini. 

Sementara itu, Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), mengungkapkan bahwa Indonesia sendiri tidak bisa mempengaruhi harga CPO, meski memasok separuh dari kebutuhan CPO dunia. Dikarenakan konsumsi CPO domestik hanya berkisar 35%. 

Jika konsumsi CPO domestik tidak mencapai 60%, harga sangat dipengaruhi oleh benchmark internasional. Naiknya harga minyak terlihat begitu signifikan dari harga normal. Pembentukan harga minyak sawit mentah domestik mengacu pada lelang yang dilakukan oleh PT Kharisma Marketing Bersama Nusantara (KPBN). 

Sebagai informasi, KPBN merupakan anak usaha PT Perkebunan Negara III, induk perusahaan Plantation Holding. Harga lelang yang dilakukan KPBN didasarkan pada hasil lelang CPO yang dilakukan oleh Malaysian Derivatives Exchange (MDEX), berdasarkan mekanisme penawaran dan permintaan pasar lelang domestik oleh Plantation Holdings. 

Saat itu, harga minyak nabati domestik akan menyesuaikan harga minyak sawit mentah yang diperoleh dari lelang KPBN. Selain tiga alasan di atas, ada juga yang mengalihkan minyak goreng curah ke pasar ekspor yang seharusnya didistribusikan ke masyarakat. 

Hal ini terjadi karena ada selisih harga Rp 8.000 per liter antara minyak nabati curah yang diproduksi di bawah Domestic Market Obligation (DMO) dengan harga ekspor. Hal ini diyakini menjadi salah satu alasan mengapa minyak goreng mahal.

Bahan pokok lainnya yang seperti telur juga mengalami kenaikan harga akibat dari pengaruh impor. Yang menjadi penyebab naiknya harga telur adalah harga pakan yang meningkat sehingga peternak kesulitan mencari pakan pengganti yang terjangkau dan mudah didapat. 

Terkait ketidakstabilan harga bahan pokok, Pengamat Ekonomi Poltak Hotradero mengatakan kenaikan harga bahan pokok di Indonesia dipengaruhi situasi ekonomi global. Kondisi yang sama juga terjadi di negara lain. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengingatkan sejak dini potensi kenaikan sejumlah harga barang tersebut, namun hal ini masih menjadi polemik bagi kalangan masyarakat jika tidak segera diatai. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabian harga bahan pokok tidak dapat dikendalikan dengan mudah oleh pemerintah. 

Beberapa pekan terakhir sejumlah harga bahan pokok meningkat. Kenaikan dipicu oleh beberapa faktor seperti antisipasi tingginya permintaan, dan faktor global yang menyebabkan harga komoditas global meningkat.  Namun pihak pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi agar hal yang sama tidak terjadi lagi dikemudian hari. 

Kondisi ini memberikan tekanan pada masyarakat menengah kebawah yang merasakan dampak dari ketidakstabilan harga bahan pokok. Oleh karena itu, kenaikan harga barang itu dijadikan momentum bagi semua pihak untuk mulai menguatkan produksi dalam negeri dan mengurangi konsumsi barang-barang impor.

 

Penulis adalah mahasiswi aktif di Universitas Muhammadiyah Malang,  Program Studi Teknologi Pangan 2-A

 

 

Temukan konten Berita Tuban menarik lainnya di GOOGLE NEWS