Inovatif, Dosen Unirow Dapatkan Hak Paten Alat Pengasapan Ikan

 

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Berada di jalur pantai utara menjadikan Kabupaten Tuban memiliki daerah pantai yang luas dengan garis pantai sepanjang kurang lebih 65 kilometer, sehingga turut serta menjadikan Tuban memiliki olahan hasil laut yang melimpah. 

Salah satu daerah yang dekat dengan pesisir adalah Kelurahan Kingking, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban yang mana banyak menghasilkan produk olahan laut seperti ikan asap. Dalam pengolahan ikan asap tersebut masih menggunakan alat pengasapan sederhana yang menghasilkan banyak asap. 

Berangkat dari latar belakang tersebut, Marita Ika Joesidawati, Suwarsih, dan Susanti Dhini Anggraeni, selaku Dosen Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban membuat sebuah invensi alat pengasapan ikan efhilink yang lebih efektif, higienis dan ramah terhadap lingkungan dan saat ini sudah memiliki hak paten. 

Marita Ika, selaku salah satu inventor alat pengasapan ikan yang juga Ketua Lembaga Penelitian Unirow mengungkapkan, dari alat pengasapan ikan yang digunakan masyarakat tersebut asapnya masih mengganggu lingkungan, sehingga terinvensi sebuah alat pengasapan ikan yang lebih ramah lingkungan. 

“Asap itu kita ubah menjadi asap cair dengan kondensor, yang mana asap cair itu bisa dipergunakan kembali sebagai hal lain. Nantinya bisa kita murnikan untuk pengawetan ikan, atau sebagai disinfektan, kita masih teliti terus untuk hasil asap cair itu,” ungkapnya, Selasa (21/12/2021). 

Alat pengasapan ikan tersebut juga dilengkapi dengan suhu termometer di bagian samping, sehingga tidak diperlukan lagi untuk membuka alat pengasapan berkali-kali untuk mengecek tingkat kematangan. “Suhunya bisa dilihat dari termometer itu, jadi juga lebih higienis karena gak perlu buka tutup alat,” terangnya. 

Selain mempunyai kebaharuan yang bertujuan mengubah asap menjadi cair untuk mengurangi pencemaran lingkungan, juga untuk meningkatkan produksi ikan asap sesuai standar SNI. “Memang kita harus meningkatkan produksi ikan asap itu, harapannya ke depan malah bisa untuk eskport juga,” terangnya. 

Standar ikan asap menurut SNI adalah kadar air ikan asap tidak boleh lebih dari 60 persen. “Setelah kita teliti dan cek, ternyata kadar airnya malah kurang dari 60 persen jadi bagus sekali,” jelasnya. 

Selain kelebihan tersebut, jika dibandingkan dengan alat pengasapan yang sebelumnya, hasil kuantitas dari pengasapan ikan melalui alat yang mengalami pembaharuan tersebut bisa lebih banyak. 

“Dengan alat itu kita juga bisa ngasap lebih banyak ikan, maksimal sampai 50 kilogram,” ujar Suwarsih, tim inovator yang lain. 

Marita melanjutkan, dengan alat pengasapan efhilink tersebut juga bisa menambah keawetan ikan asap jika dibandingkan dengan alat pengasapan yang sudah ada sebelumnya. 

Jika dilihat dari durasi waktu pengasapan, alat pengasapan ikan yang telah mendapatkan hak paten tersebut mampu mempersingkat waktu pengasapan dibandingkan dengan alat pengasapan yang terdahulu. 

“Ibarat pengasapan pakai yang lama bisa sampai dua jam, yang baru ini hanya setengah jam selesai,” paparnya.

Untuk mendapatkan hak paten alat pengasapan ikan efhilink ini juga bukan hal yang mudah, Suwarsih mengungkapkan bahwasanya butuh waktu tiga tahun untuk memperoleh sertifikat hak paten tersebut.

“Detail sekali soalnya, dan selama tiga tahun itu kita lakukan uji coba terus, perbaiki terus sampai pada bulan November kemarin sertifikatnya baru keluar,” terangnya. 

Ia melanjutkan bahwa kedepannya memang harus untuk produksi masal alat tersebut, namun untuk saat ini belum sampai ke hilirisasi. “Maksudnya itu belum kita pasarkan ke pihak industri agar bisa diproduksi masal, jadi harus kerja sama dulu karena ini kan paten kita mereka yang produksi, sehingga masyarakat bisa menggunakan alat ini,” tutup Dosen Kelautan tersebut. [din/col]