Suaminya Meninggal Mendadak saat Usia Kandungan 6 Bulan

Reporter : Savira Wahda Sofyana

blokTuban.com – Kita tidak bisa memilih padan keluarga seperti apa ketika dilahirkan ke dunia. Kalau boleh memilih, tentu lahir di tengah-tengah keluarga berada menjadi dambaan. Begitu juga dengan bayi kembar tiga yang dilahirkan seorang ibu di Desa Klotok, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur ini. Mereka lahir di tengah keluarga dengan ekonomi sulit tentu bukan pilihannya.

Kehadiran buah hati dalam sebuah keluarga tentu membuat gembira. Terlebih jika sudah lama  berkeluarga tak kunjung hadir momongan. Namun, jika buah hati tersebut hadir langsung kembar tiga, dan dengan kondisi tanpa suami serta kesulitan ekonomi, tentu ada getir di dalam hati.

Dari kejauhan terlihat popok bayi menggantung di emperan rumah bercat hijau. Rumah sederhana dari kayu itu hari-hari terakhir ini diramaikan oleh tangisan bayi. Tak hanya satu bayi, tapi tiga sekaligus. Bisa dibayangkan repot dan ramainya jika ketiga bayi itu menangis barengan.

Di dalam rumah, nampak seorang wanita terduduk letih di atas ranjang. Sesekali dia melihat kondisi ketiga bayi yang berbaring di kasus lusuh dalam kamar. Perempuan ini memandang tiga bayi itu secara bergantian. Rumah itu berada di Dusun Lingit, Desa Klotok, Kabupaten Tuban. 

Dialah Nuryati, ibu sang bayi. Meski terlihat letih, namun wanita berusia 39 tahun tersebut tetap mengembangkan bibirnya untuk tersenyum. Rasa haru sekaligus bahagia yang saat ini tengah dirasakannya. Bagaimana tidak? Suami yang dicintainya telah meninggalkannya tepat 3 bulan yang lalu, sebelum kehadiran ketiga buah hatinya.

Cuaca sangat terik pada Kamis (2/12/2021), membuat bayi kembar yang berusia 26 hari itu merengek kepanasan. Dengan bercucuran keringat ibu dari empat anak tersebut menggerakkan kipas berbentuk persegi dari kardus, ke arah anak-anaknya, agar tiga bayi mungil itu tak kegerahan.

“Bapaknya meninggal saat usia kandungan saya masuk 6 bulan, selama hamil nggak tahu kalau anaknya kembar apalagi sampai tiga, waktu mau melahirkan barulah bidan merujuk saya ke rumah sakit dan  melahirkan secara cessar,” ujar Nuryati kepada blokTuban.com, saat berkunjung ke rumahnya siang itu.

Bayi kembar tiga satu laki-laki dan dua perempuan yang telahir tanpa ayah tersebut, cukup membuat para tetangga maupun masyarakat lain merasa iba. Lantaran sang ibu tidak memiliki pekerjaan. 

Selama ini kebutuhan hidup sehari-harinya bergantung pada hasil bertani sang suami yang menyewa sawah secara tahunan. Meskipun begitu, Nuryati mengaku tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

“PKH pernah dapat tapi dua tahun lalu dicabut nggak tahu alasannya apa, setelah itu dapat bantuan yang beras tapi baru turun satu kali. Setiap saya cek tidak pernah ada lagi,” ujarnya dengan getir.

 Kepergiaan suami Nuryati yang secara mendadak, menggoreskan kisah pilu dalam kehidupannya. Diceritakannya saat itu sang suami, Tarno, baru datang dari sawah dan langsung istirahat di kamar dan tertidur. Namun saat ia ingin membangunkan sang suami, pria yang sudah memberinya empat anak itu tidak bisa bergerak lagi.

 “Sebelum meninggal, jam setengah dua malam itu batuk nggak berhenti. Saya bangunkan sudah tidak bisa buka mata tapi masih bernafas, sampai meninggal matanya nutup terus, meninggalnya sekitar jam 10 an siang,” ungkapnya.

 Tepat setelah 100 hari kepergian sang ayah, bayi Yusuf, Sifa, dan Safa nama ketiga bayi kembar itu lahir ke dunia. Dengan telaten Nuryati menggendong buah hatinya satu persatu seorang diri apabila  sedang merengek. 

Karena bayi kembar Nuryati lahir dengan berat badan masing-masing  1,5 kilogram, maka bayi-bayi tersebut harus diberi susu formula khusus bayi prematur setiap satu jam sekali, agar berat badan dari ketiganya cepat mengalami kenaikan.

Saat sedang menyusui anaknya, tiba-tiba susu menyembur dari mulut bayi Sifa dan menimbulkan kepanikan dari wajah Nuryati. Dengan sigap ia langsung menggendong bayinya tersebut dan menenangkannya.

“Usia kandungannya normal sembilan bulan tapi anaknya bobotnya kurang jadi diberi susu buat bayi prematur,” tuturnya.

 Di rumah persegi panjang yang berisikan dua kamar tersebut, Nuryati ditemani oleh ayahnya, atau kakek dari anak-anaknya yang sudah lanjut usia, beserta anak lelaki pertamanya yang saat ini sudah berusia 12 tahun.

 Meskipun demikian, ibu dari empat anak tersebut merasa bersyukur karena dikelilingi orang-orang yang tulus membantunya. Baik tetangga di sekitar rumahnya maupun orang-orang dermawan yang rela jauh-jauh datang berkunjung ke rumahnya.

“Alhamdulillah depan rumah ini saudara saya semua dan banyak sekali masyarakat membantu, dari pihak desa juga dan yang rumahnya jauh-jauh juga datang. Kemarin ada banyak sekali seperti dari Baznas Tuban, Jatirogo, paling jauh dari Bojonegoro juga datang kesini,” katanya. [sav/ono]