Tak Ada Pernikahan Warga Desa Mergosari dan Mulyorejo Tuban, Jual Beli Sawah hingga Hewan Ternak

Penulis : Ahmad Nawaf Timyati Fandawan

blokTuban.comMergosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Singgahan, desa yang memiliki luas kurang lebih sekitar 350 Hektar ini terbagi menjadi 4 dusun yakni Dusun Krajan, Dusun Semampir, Dusun Tawangsari dan Dusun Sukorejo. Desa Mergosari sekarang dipimpin oleh Toha S.Pd.I (52).

Dengan jumlah penduduk kurang lebih sekitar 2.560 Jiwa ini masyarakat Desa Mergosari bergantung penuh pada sektor pertanian yang mana mayoritas waraganya sendiri memiliki profesi sebagai petani.

Desa Mergosari sendiri berbatasan langsung dengan Desa Mulyoagung di sebelah Utara, Desa Tanjungrejo di sebelah Utara, Desa Tanggir di sebelah Barat dan Desa Tunggulrejo berada di sebelah Timur.

Dibahas mengenai sejarahnya sendiri yang mana seperti dijelaskan oleh Toha S.Pd.I (52) selaku Kepala Desa Mergosari menuturkan bahwa untuk sejarahnya memiliki suatu hal yang unik dimana sejarahnya terdapat disetiap dusun yang berada di Desa Mergosari. 

Mengenai sejarah yang ada di Dusun Semampir sendiri konon pada zaman dahulu terdapat seorang lelaki yang berkelana yang tidak diketahui asalnya dari mana yang pada saat sampai dan berada di daerah Mergosari ia merasa kelelahan dan kemudian beristirahat. 

Dia lalu bernaung dibawah pohon trembesi yang mana pohon tersebut memang sangat besar dan sangat rindang yang mana sehingga waktu hujan tidak kehujanan dan waktu panas tidak kepanasan.

Dikarenakan yang dipakai istirahat tersebut dekat dengan sungai sehingga orang tersebut tidak meneruskan perjalanannya sehingga beliau memilih untuk menetap dan bermukim disitu karena sudah merasa nyaman dan aman.

Awal mula daerah tersebut merupakan semak belukar dan setelah dimukimi orang tersebut menjadi bersih. Berselang lama setelah beliau bermukim disana kemudian meninggal dan dimakamkan di tempat tersebut.

Setelah dimakamkan disana ada seorang wanita yang asal usulnya tidak dikatehui juga turut meninggal disana dan masyarakat Mergosari mengira bahwa wanita terebut merupakan istrinya, dan dimakamkan disebelah makam lelaki tersebut.

Ternyata setelah dimakamkan di sana tidak berselang lama Desa Mergosari terkena pagebluk/musibah penyakit dan warga Desa Mergosari beranggapan bahwa wanita tersebut bukan istri dari si lelaki itu. Dikarenakan saat dimakamkan disamping lelaki tersebut desa menjadi terkena pagebluk yang kemudian makan wanita tersebut dipindah tempatkan.

Setelah itu pada tahun sekitar 1980 –an itu terdapat banjir yang sangat luar biasa. Anehnya dimakam tersebut merupakan dataran rendah yang pasti akan terkena banjir tetapi dengan keajaiban Allah atau mungkin orang yang meninggal tersebut mempunyai karomah atau keistimewaan hal itu membuat air tersebut tidak menggenangi makam dan hanya mengelilingi makam tersebut.

“Kenapa kok dusun ini dikatakan semampir karena seorang lelaki tersebut awalnya cuma mampir singgah saja sehingga dinamakan semampir. Akhirnya karena orang yang mampir singgah disitu orang berjenggot maka dinamakan entah asli namanya siapa enggak tau tapi dikatakan panggilannya adalah Mbah Jenggot karena dilihat dari jenggotnya tersebut,” Ujarnya, Jumat (15/12/2023).

Berlanjut dari sejarah Dusun Semampir ada juga sejarah yang terdapat di Dusun Sukorejo bahwasanya pada zaman Belanda setiap ada orang yang meninggal dibuang di bawah jembatan yang terletak di Dusun Sukorejo.

Kemudian setiap ada orang yang melakukan kejahatan seperti pencurian dan lain – lain orangnya akan lari dan bersembunyi dibawah jembatan tersebut sehingga dikarenakan sering dibuat penjahat untuk bersembunyi, sehingga Dusun Sukorejo sendiri lebih dikenal dengan nama Bajingan dikarenakan menjadi tempat pelarian para pencuri untuk bersembunyi.

Terdapat juga asal – usul dan awal mula terbentuknya sebuah dusun yang terdapat di Dusun Tawangsari yang mana dusun ini berisikan warga yang mayoritas seorang pendatang dari daerah Tulungangung yang datang ke Desa Mergosari dan bermukim di Dusun Tawangsari.

Kemudian yang terakhir yakni sejarah yang terdapat di Dusun Krajan. Di Dusun Krajan ini memiliki sebuah punden yang bernama Punden Mbah Rondo Suto.

Mbah Rondo Suto ini mempunyai cerita yang mana dahulu beliau ingin menikah dengan seorang lelaki yang berasal dari Desa Mulyorejo yang mana sudah mempersiapkan semuanya bahkan untuk hari dan tanggal menikah, hingga seserahannya semuanya sudah siap untuk diantarkan ke Mulyorejo.

Namun kemudian ditengah jalan akad pernikahan yang akan dilakukan tersebut tiba – tiba dibatalkan, setelah dibatalkan Mbah Rondo Suto marah sehingga beliau mengucapkan “jangan sampai anak turun saya, anak cucu saya nikah sama orang Mulyorejo”.

“Nah tradisi ini sampai sekarang tidak ada warga Mergosari yang berminat nikah dengan orang Mulyorejo bahkan tidak hanya pernikahan jual beli baik hewan atau sawah atau yang lain jual beli kalau tau ini milik orang Mulyorejo, orang Mergosari tidak akan mau,” Tutup Toha kepada tim blokTuban. [Naw/Ali]