Desa Nguruan Soko Tuban Penyuplai Bunga Kenanga di Jatim

Penulis : Leonita Ferdyana Harris

blokTuban.com Desa Nguruan merupakan salah satu desa di Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban. Berbatasan dengan desa Kebonagung di sebelah selatan, Desa Gununganyar di sebelah utara, Desa Jegulo di sebelah barat, dan Desa Pekuwon Rengel di sebelah timur, desa ini dihuni oleh kurang lebih 4600-an penduduk terdaftar dengan mayoritas petani.

Mengutip dari buku RPJM milik desa, Desa Nguruan ini memiliki luas wilayah sebesar 4708 Ha. Dari keseluruhan wilayah tersebut kemudian dibagilah menjadi 2 dusun, Nguruan prajan dan Mbulung. Berada di wilayah dataran tinggi menyebabkan hasil alam melimpah ruah. Tanaman, sumber mata air, bahan pangan, dan sebagainya.

Nguruan sebagai desa tentunya juga memiliki beberapa produk unggulan yang ikonik. Salah satunya ialah hasil alam bunga kenanga yang tumbuh subur di sepanjang desa. 

Bunga ini banyak tumbuh subur di sawah, di pekarangan rumah warga, di jalanan, bahkan hingga di pemakaman-pemakaman umum. Sehingga warga dapat memanfaatkan potensinya sebagai media perdagangan yang menghasilkan.

Bunga kenanga ini biasanya dijual oleh penduduk secara mentah sebagai supplier pertama yang kemudian disalurkan kepada pengepul. 

Penjualan bunga kenangan ini juga nyaris merata di seluruh pejuru Jawa Timur seperti Mojokerto, Bojonegoro, Malang, hingga ke Surabaya. Hal inilah yang kemudian menjadikan desa ini dikenal sebagai supplier bunga kenanga terbesar di Tuban.

Selain produktifitas bunga kenanga yang subur, Desa Nguruan juga memiliki produk pangan olahan yang telah diakui secara nasional keberadaanya. Produk tersebut merupakan olahan bonggol pisang dengan nama brand Saiku. UMKM ini telahh berhasil menyabet juara lomba pembuatan produk yang diadakan secara nasional oleh pemerintah.

Membahas mengenai sebuah desa, tentulah memiliki sejarah dan kisahnya masing-masing. Diceritakan oleh Sekretaris Desa Nguruan, Arifin (34), dulunya Nguruan dan Gununganyar merupakan satu kesatuan. 

Nama Nguruan sendiri muncul karena bentuk kewilayahan yang awalnya berupa perkumpulan sumber mata air utama di kecamatan soko sehingga sering disebut sebagai “nguruan” yang artinya “air”.

Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya sumber mata air di desa. Terdapat 5 sendang yang memiliki kegunaan masing-masing. Ada yang dimanfaatkan sebagai air minum, digunakan sebagai sumber irigasi perairan sawah, dan ada pula yang digunakan sebagai mata air pdam yang airnya disalurkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk.

“Niatnya nanti di semua lokasi bersejarah itu mau kita adakan monumen. Di monumen itu akan dijelasin ini namanya apa, terbentuknya gimana, tokohnya siapa, seperti monument yang ada di makam-makam wali. Niatnya seperti itu, tapi tentu prosesnya masih panjang, perlu riset dan sebaginya,” katanya.

Narasumber lainnya, Sulkam (46) perangkat desa lainnya menambahkan jika pada puncak Gunung Nguruan juga terdapat sebuah prasasti bekas peninggalan zaman Belanda. Letak prasasti tersebut berada di lereng gunung yang curam. 

Namanya Tugu Watu Ento. Prasasti ini memiliki tinggi 1 meter dengan lebar 40 cm dan dipercaya oleh penduduk setempat jika dibawah tugu ini terdapat harta karun yang disembunyikan.

“Belum pernah ada penelitian lebih jauh tentang keberadaan prasasti ini. Kita sebagai pemdes juga membiarkan saja, belum di apa-apa kan. Tapi beberapa kelompok seperti babinsa sering berkunjung kesana untuk sekedar melihat. Nah karena lokasi tugunya yang agak curam, kita selalu sampaikan peringatan hati-hati kepada siapapun yang mengunjungi. Lokasinya yang di lembah, agak di puncak, jadi kalau kepeleset ya wasalam. Terus kita juga sampaikan larangan turun temurun yang kita percaya untuk tidak boleh menanam tebu hitam, ketan hitam, dan talas. Pamali,” ujar Sulkam kepada blokTuban. [Leo/Ali]