Pedagang Pasar Tradisional Tuban Keluhkan Minimnya Stok Minyak Goreng

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan minyak goreng satu harga sebagai upaya agar kebutuhan pangan masyarakat dapat terpenuhi dengan harga terjangkau, terlebih minyak goreng merupakan kebutuhan pokok rumah tangga. Sejak (19/1/2022) kebijakan tersebut mulai dijalankan pada retail-retail modern yang menjadi anggota APRINDO.

Meskipun kebijakan tersebut sebagai upaya agar kebutuhan masyarakat terpenuhi, namun sampai dengan saat ini masih banyak masyarakat yang mengeluhkan terkait dengan kelangkaan minyak goreng. Di Kabupaten Tuban, retail-retail modern sudah membatasi pembelian dengan cara setiap orang hanya diperbolehkan membeli satu pcs minyak goreng kemasan, namun stok minyak goreng masih banyak yang kosong.

Seperti halnya di salah satu Indomaret di Jalan Basuki Rahmat, pegawai indomaret mengungkapkan bahwa minyak goreng seharga Rp 14.000 masih sering ludes. “Kiriman biasanya satu dus sudah langsung habis kalau pagi. Kaya sekarang stoknya habis ya sudah nggak ada, biasanya kirimannya dua hari sekali. Kalau nggak ada kiriman ya kosong,” jelasnya pada (17/2/2022).

Sementara itu, sampai saat ini di pasar tradisional harga minyak goreng masih di kisaran harga Rp 17.000-Rp 20.000 rupiah. Bahkan salah satu pedagang sembako di Pasar Baru Tuban mengatakan, harga minyak goreng curah masih di angka kisaran Rp 20.000.

Erna mengungkapkan bahwa harga minyak goreng Rp 14.000 belum masuk di pasar. Dengan harga yang dijual seperti saat ini pun, ia mengaku masih kesulitan mencari minyak goreng. 

“Harga Rp14 ribu itu di Bravo Samudera gitu, nggak masuk di pasar. Kalau jual 14 ribu kulaknya 14 juga nggak dapat untung. Harga segini aja susah carinya, masih tempil-tempilan,” ungkapnya saat ditemui reporter blokTuba.com, Kamis (17/2/2022).

Meskipun demikian, ia mengaku masih ada pembelinya karena memang susah mencari minyak goreng, terlebih di supermarket pembeliannya terbatas. “Kalau yang beli ya tetap masih ada banyak, wong butuh. Apalagi yang jual-jual gorengan, krupuk gitu. Tapi mesti tanya ada minyak subsidi nggak,” ujarnya.

Bahkan, perempuan asal Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang tersebut mengaku masih mendapat harga kisaran Rp 15.500 untuk harga belinya. “Saya kulakan hari ini kalau nempil malah masih Rp 17.500-an, jadi harganya nggak sama. Kalau kulakan minyak goreng itu juga itu antre, diongkosi Rp50 ribu aja paling nggak mau orang,” keluhnya.

Ia juga mengeluhkan, terkait antrean membeli minyak goreng curah yang bisa sampai setengah hari hanya untuk mengantre dan hanya bisa mendapatkan lima kilogram. 

“Jadi kasihan, kalau cari harga itu masih semrawut sampai sekarang. Di pasar memang agak mahal tapi ada meskipun sedikit-sedikit, kalau di supermarket hanya satu tapi lebih murah,” ungkapnya.

Produksi minyak goreng di Jawa Timur mencapai 63 ribu ton per bulan dengan kebutuhan sebanyak 59 ribu ton perbulan, sehingga seharusnya masih surplus 4 ribu ton.

Hal tersebut diungkapkan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa saat ditemui selepas acara peresmian Grand Launching MPP, Kamis (10/2) lalu.

Ia mengungkapkan bahwa pabrik mengatakan tidak mengurangi jumlah produksi, namun banyak pasar retail modern yang kehabisan stok minyak goreng. Khofifah mengatakan berarti terdapat rantai-rantai yang terputus dari produsen hingga ke titik retail.

“Kalau produsen tidak mengurangi tapi di retail kosong berarti ada rantai yang miss itu, asumsi saya di titik setelah produsen sebelum konsumen,” ungkapnya. [Din/Ali]