Serdadu Mengobrak-abrik Lereng Gunung Pandan

Dari rumah dinas kehutanan yang ada di Desa Kedungsari, Belanda melanjutkan gerakan ke selatan untuk melakukan pembersihan di daerah sekitar Waduk Pacal pada 28 Maret 1949.

Reporter: Parto Sasmito


blokTuban.com -
Sebagian dari mereka yang kembali ke rumah dinas dengan membawa satu mayat temannya, berhasil menyergap dan menembak mati 7 orang yang terdiri dari 3 rakyat biasa dan Mantri Kehutanan Sastrosudarmo beserta Prajurit Kadir dan 2 Anggota TRIP.

Sementara itu, sebagian dari serdadu-serdadu Belanda yang tetap melanjutkan gerakan ke selatan, sebelum tiba di rel lori yang melintasi jalan ke jurusan Desa Sugihan telah dihadang oleh Regu Sunari.

Dalam penghadangan itu, pasukan gerilya mengalami kegagalan. Sebab, Prajurit Mashadi yang sedang memasang ranjau darat, tertembak oleh lawan dan gugur di tempat.

Baca juga [Tragedi Penghadangan Serdadu di Selatan Bojonegoro]

Pasukan gerilya juga melakukan penggerebegan di sebuah gedung musuh dan berhasil meyita dokumen yang menjadi tanggujawab Letmuda Kasno, anggota staf Brigade. Sedangkan pasukan TRIP yang telah siap di ketinggian, menembaki musuh yang sedang menuju Desa Sugihan.

Pada hari itu juga, lawan kembali ke Kedungsari dan bergabung dengan sebagian pasukan yang membawa korban. Keesokan harinya, pada 29 Maret 1949, Belanda kembali mengangkut seorang korban di dalam ponco dan membawa ke pangkalan.

Di sekitar Desa Jono, Seksi Jajeri yang ditugaskan menghadang, sudah siap bersama pasukannya. Namun, ternyata tidak terjadi kontak senjata karena pasukan Belanda menempuh rute jalan lain.

Wilayah di utara pegunungan Pandan dan sekitar Waduk Pacal, telah menjadi incaran musuh. Sebab, merupakan tempat dan kedudukan komando serta unsur kepimimpinan teras baik militer maupun sipil. Akan tetapi, hal itu sudah diduga oleh pasukan gerilya, sehingga mereka siap siaga.

Sejak musuh memasuki wilayah Temayang bagian selatan hingga kembali dua hari kemudian, pasukan gerilya secara bergantian memberikan perlawanan berupa serangan, penghadangan atau hanya gangguan dan pengacauan.

Mr. Tandiono Manu sebagai Residen Bojonegoro dalam wawancara di Jakarta pada 23 Agustus 1983 dan uraian tertulis oleh Mayjen Polisi Purn. R. Karnadi dalam buku Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe menceritakan, kedudukan pemerintah sipil juga menjadi incaran serangan musuh.

Tentara Belanda yang bergerak dari Dander menuju Bubulan menelusuri jalan setapa dalam hutan jati ke barat dan terus mengikuti rel lori kehuitanan arah selatan dengan tujuan Desa Deling, yakni tempat Residen dengan staf termasuk Kepala Polisi dan Keresidenan beserta wakilnya.  Gerakan lawan ini, dihadang oleh pasukan pengawal dari kepolisian dan terjadi baku tembak, sehingga seorang anggota Mobrig tewas.

Sore hari sekitar pukul 17.00 WIB, musuh sampai di Desa Deling dan bermalam di sana.  "Di tempat ini, lawan berhasil menangkap Hendrojanu anggota staf Residen dan menjabat sebagai Pembantu Kepala Kehutanan," Panitia Penyusunan Sejarah Brigade Ronggolawe, Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe 1984: 310.

Namun, sebelum pasukan Belanda masuk Desa Deling, dua jam sebelumnya Residen dan kepala polisi beserta stafnya telah menyingkir ke pendukuhan Atasangin. Esok harinya, para Serdadu meneruskan aksi pembersihan di Desa Klino pada puncak gunung Pandan. Di siang harinya, mereka kembali ke markas. Dalam gerakan tersebut, mereka dibantu pesawat terbang yang melakukan pengintaian di atas Deling dan Klino.

Sumber: Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe, Panitia Penyusunan Sejarah Brigade Ronggolawe