Pertamini di Tuban Akan Ditertibkan
Reporter: Mochamad Nur Rofiq
 
blokTuban.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban, Jawa Timur mulai perhatikan suburnya usaha Pertamini atau SPBU mini di 20 kecamatan. Alasannnya, usaha Pertamini dinilai belum memiliki payung hukum sehingga perlu didata kemudian ditertibkan.
 
“Jika belum ada badan hukumnya otomatis usaha Pertamini ilegal dan harus dibongkar,” ujar Wakil Bupati Tuban, Noor Nahar Hussein, Senin (20/2/2017).
 
Sebelum melakukan penertiban Pertamini, Noor Nahar akanl melakukan koordinasi dengan pihak Pertamina. Upaya ini untuk mengetahui lebih detail apa risiko dari usaha penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) tersebut.
 
Selain itu, Pemkab juga mempertanyakan kepastian ukuran liternya. Meski terlihat mirip dengan alat di SPBU resmi Pertamina, tentu tidak boleh merugikan konsumen. Belum lagi keberadaanya di tengah permukiman juga berisiko memicu kebakaran.
 
“Kapasitas per tangkinya 200 liter, coba dibayangkan bagaimana kalau sampai terbakar,” imbuh politisi PKB asal Kecamatan Rengel itu.
 
Lebih dari itu, sampai kini pihaknya juga belum memiliki data pasti soal usaha ini. Mayoritas pemilik Pertamini juga kurang mempedulikan alat keselamatan berupa alat pemadam di sekitar lokasi.
 
Data yang berhasil dihimpun blokTuban.com, Field Manager Pertamina EP Asset 4 Cepu, Agus Amperianto, mengungkapkan bahwa distribusi BBM lewat dispenser hanya boleh melalui dispenser Pertamina di SPBU. Usaha yang dilakukan Pertamini tersebut adalah ilegal.
 
Pertamini maupun penjual bensin eceran yang tidak memiliki izin usaha dapat dikenai hukuman pidana penjara 6 tahun. Denda sebesar Rp60 miliar, karena melanggar Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 pasal 55.
 
Agus menilai, pelaku usaha Pertamini terkadang tidak menempuh prosedur yang benar. Akibatnya membahayakan lingkungan sekitar karena alat atau mesin pompa ukur buatan belum dipastikan aman.
 
"Secara kemanan dan manajemen lingkungan jelas tidak memenuhi aspek keselamatan,” tandasnya.
 
Perlu diketahui, sampai awal 2017 usaha Pertamini sudah menjamur di 20 kecamatan. Salah satu alasannya tidak ada payung hukum, dan terkesan dibiarkan oleh Pemkab meskipun resiko bahayanya tinggi. [rof/col]