Kalau Disuruh Harus Diulang 3 Kali. Gawat Atau Wajar?

Penulis: Muhammad Sya'di Almadani

blokTuban.com - “Disuruh belajar jawabnya ‘iya’... tapi 15 menit kemudian masih scroll TikTok.” 

“Diminta beresin kamar, baru gerak setelah tiga kali dipanggil, itu pun sambil ngeluh.” 

“Anaknya sih nurut, tapi harus pakai nada tinggi dulu.” 

Kamu tidak sendirian. Banyak orang tua, kakak, atau guru mengalami hal yang sama. Anak usia SMP, terutama yang baru masuk kelas 1, sering banget kelihatan “setengah patuh” kalau disuruh, iya… tetapi lama. Kadang harus menunggu suara naik dulu baru bergerak. Sebenarnya ini normal tidak, sih? Saya pernah mengamati seorang anak laki-laki umur 13 tahun. Di rumah, dia suka menunda-nunda disuruh. 

Bukan karena dia tidak bisa, tetapi ya... ogah dulu aja. Tapi yang menarik, dia baru gerak kalau udah ditegur keras. Kalau nggak ada yang ngawasin? Ya sudah, disuruh pun nggak dikerjain. Jadi, sebenarnya dia nurut, tetapi bukan karena ngerti tanggung jawab, lebih ke “daripada dimarahin”. 

Kenapa anak begitu? Jawabannya bisa dilihat dari sisi perkembangan moral. Dalam psikologi, ada teori dari Lawrence Kohlberg yang menyebut bahwa anak berkembang secara bertahap dalam memahami moral. Di tahap awal, anak patuh karena takut dihukum. Setelah itu, baru bisa patuh karena ingin dianggap baik. Dan nanti, dia bisa patuh karena sadar dan tahu itu hal yang benar. Nah, anak SMP kelas 1 biasanya masih di tahap pertama, alias: “Kalau disuruh ya kerjain... tapi kalau nggak ada yang lihat, cuek aja.” 

Masalahnya kadang dari rumah kita juga perlu jujur: kadang pola di rumah yang bikin anak sulit berkembang moralnya. Misalnya:  

  1. Orang tua terlalu sering nyuruh tanpa jelasin “kenapa” anak disuruh nurut, tapi nggak ngerti tujuannya. 
  2.  Aturan nggak konsisten, hari ini HP dibatasi, besok dibolehin. Anak bingung mana yang serius. 
  3. Cuma dikasih larangan dan hukuman, bukan ruang diskusi. Anak akhirnya taat, tapi karena terpaksa. 

Terus, Gimana Biar Anak Taat Bukan Karena Takut? Tenang, ada kok cara pendekatan yang lebih efektif dan sehat: 

  1. Ajak Ngobrol, Jangan Cuma Nyuruh. “Menurut kamu, kenapa penting banget beresin kamar sendiri?” Anak akan lebih paham kalau diajak mikir bareng.
  2. Libatkan Anak Saat Bikin Aturan. “Kalau kamu yang bikin jadwal main dan belajar, kira-kira gimana?” Kalau dia ikut buat aturan, biasanya lebih bertanggung jawab.
  3. Kasih Konsekuensi yang Masuk Akal. “Kalau PR belum selesai, HP-nya disimpan dulu ya.” Bukan karena marah, tapi karena itu bagian dari belajar tanggung jawab.
  4. Jadi Contoh yang Konsisten. Kalau orang tua juga disiplin dan jujur, anak lebih mudah meniru. 

Taat Nggak Harus Dipaksa 

Anak yang “baru nurut setelah disuruh tiga kali” bukan berarti nakal. Bisa jadi, dia masih belajar tentang tanggung jawab dan makna aturan. Tapi kalau kita terus-menerus pakai suara tinggi atau marah, anak jadi patuh karena takut bukan karena sadar.

Tugas kita bukan cuma membuat anak menurut tetapi juga bantu mereka ngerti kenapa harus nurut, dan kapan harus ambil tanggung jawab sendiri. Kalau hari ini anakmu masih suka ngeles atau pura-pura nggak denger pas disuruh, mungkin dia belum paham nilai dari aturan itu. Dan di situlah peran kita sebagai pendamping di mulai. 

*Penulis merupakan Mahasiswa Psikologi Islam IAINU Tuban.