
Reporter: Moch. Nur Rofiq
blokTuban.com - Silaturrahim antara Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK) PBNU dengan LKK PCNU Tuban digelar di Aula Kantor PCNU Tuban Lantai 2 pada Senin (26/05/2025). Acara ini menjadi ruang diskusi mendalam terkait upaya membangun keluarga maslahah di tengah berbagai tantangan sosial yang kompleks.
Salah satu isu utama yang mengemuka dalam pertemuan tersebut adalah persoalan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan ini tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga mencakup kekerasan psikis, ekonomi, hingga kekerasan seksual.
Dr. Iklilah Muzaiyanah DF, M.Si, pengurus LKK PBNU sekaligus Kepala PRG Universitas Indonesia, dalam forum menyampaikan bahwa salah satu bentuk KDRT yang sering terjadi di masyarakat Nahdliyin namun kerap tidak disadari adalah praktik khitan perempuan.
Ia menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara organ reproduksi laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, khitan dilakukan dengan memotong kulit yang menutupi zakar (penis) atau kulub, yang secara medis dapat memperlancar fungsi organ reproduksi. Namun, organ reproduksi perempuan secara anatomi sudah terbuka dan tidak memiliki kulub yang menutupinya.
"Khitan bagi perempuan adalah memotong bagian farj (vagina), yaitu daging atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva di bagian atas kemaluan perempuan. Secara medis, khitan pada perempuan berbahaya karena bisa memutus jaringan saraf alat reproduksi perempuan," jelasnya.
Senada dengan hal itu, Dr. Nur Rofiah Bil Uzm, Wakil Ketua LKK PBNU, menegaskan bahwa ibadah sunnah tidak harus diwujudkan melalui praktik yang membahayakan tubuh.
“Kalau perempuan mau melaksanakan ibadah yang sunnah, bisa melakukan salat sunah rawatib atau ibadah-ibadah sunah yang lainnya, bukan kemudian dengan berkhitan untuk mengejar pahala sunah, tetapi banyak mendatangkan madharatnya,” ungkapnya.
Melalui pertemuan ini, LKK PBNU bersama LKK PCNU Tuban berharap dapat memperkuat kesadaran masyarakat Nahdliyin tentang pentingnya membangun keluarga yang sehat, aman, dan maslahah, serta menolak segala bentuk kekerasan, termasuk yang berkedok budaya atau keagamaan.