Kelompok Rajut Binaan EMCL Tersebar di Empat Desa Tuban, Produknya Tembus Pasar Amerika

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Kabupaten Tuban memiliki para perajut handal. Di mana produk rajutannya telah menembus pasar Amerika. Beberapa produk rajutan yang bernilai tinggi tersebut seperti, taplak meja, boneka, topi, tas, bros, hingga gantungan kunci. 

Salah satunya Niswatun (35). Perempuan asal Desa Kendalrejo, Kecamatan Soko memiliki anggota di tiga desa lain seperti Desa Mentoro, Soko, Kebonagung dan Karangtinoto, Kecamatan Rengel yang jumlahnya mencapai 40 orang.

Sebagai koordinator perajut asal Tuban, Niswatun dan puluhan perajut bergabung di Rumah Rajut Gayam atau yang dikenal dengan Prima Rajut yang terletak di Desa Bonorejo, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro.

Dia memulai menekuni rajut sejak tahun 2020, atau dua tahun setelah Rumah Rajut Gayam berdiri. Waktu itu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) memberikan program di Tuban, dan puluhan perempuan yang mayoritas ibu rumah tangga tertarik.

Sekarang para ibu rumah tangga tak lagi hanya mengandalkan uang dari suaminya. Mereka dalam sebulan minimal menghasilkan gaji Rp600 ribu hingga Rp1 juta, tergantung jumlah orderan yang diterima. 

Baca juga :

- Jurnalis Tuban Bungkam Bojonegoro 3-2 di Gayam Mini Stadion

- Sepasang Pengantin Tuban Ikut Tanam 10.000 Pohon Mangrove di Pantai Kelapa

- UMKM Binaan EMCL Tampil di Tuban Expo, Rajutannya Dibeli Perusahaan Busana Yogyakarta

"Kebanyakan perajut asal Tuban berangkat dari nol, tapi saya sendiri sudah punya pengalaman di dunia rajut sehingga cepat adaptasi," ujar Niswatun saat ditemui blokTuban.com di Rumah Rajut Gayam. 

Dalam sehari, lanjut Niswatun setiap perajut mampu menyelesaikan satu hingga dua produk. Itupun mereka masih memiliki waktu untuk mengurusi anak, suami, dan rumahnya. 

Dia meyakini bahwa kelompok rajut binaan EMCL di Tuban akan berkembang. Sebab, permintaan rajut terus berkembang. Didukung dengan produk yang berkualitas, ia mengaransi bahwa rajutan Rumah Rajut Gayam awet dua hingga lima tahun. 

"Selain punya pendapatan sendiri, perajut Tuban juga semangat karena terus mendapatkan ilmu dan pengalaman," katanya. 

Untuk pemasaran, Niswatun dan kelompoknya gencar di sosial media dan marketplace. Bagi yang ingin memesan produk rajutannya dapat melihat di IG @Primatuban. Untuk harga tas rajut kisaran Rp150-500 ribu, dompet Rp110 ribu, boneka Rp60-120 ribu, dan taplak meja pesanan ada yang sampai harganya Rp1,7 juta. 

Sementara itu, Koordinator Rajut Desa Bonorejo,  Siti Nurul Hidayati kepada para awak media dalam agenda Nyambangi Lapangan Banyu Urip yang digelar EMCL menjelaskan, rajut dari Rumah Rajut Gayam berupa flanel atau setengah jadi, lalu dikirim ke CV Bhumi Cipta Mandiri (BCM) Yogyakarta – sebuah perusahaan distributor yang telah disiapkan oleh EMCL (ExxonMobil Cepu Limited) untuk memasarkan hasil rajutan binaan.  

"Dari Yogyakarta baru dikirim ke Amerika. Produk yang dijual di Amerika berupa tas dengan merk The Sak," ulasnya.  

Nurul memulai merajut sejak tahun 2018. Melalui program Perempuan Indonesia Merajut (PRIMA) yang merupakan program pengembangan masyarakat diinisiasi oleh EMCL, pada tahun 2019 para perempuan tersebut mulai meningkatkan kapasitas bukan hanya kemampuan merajut, tetapi juga manajemen, interpersonal, dan marketing. 

"Alhamdulillah keuntungan bersih tiap bulan saat ini mencapai 2 juta rupiah," imbuhnya.

Siti menambahkan bahwa dari pesanan besar itu, juga ditambah pesanan langsung, kelompoknya di Tuban dapat meraup keuntungan hingga Rp23,5 juta dalam sebulan. 

“Program ini sungguh membantu perekonomian kami. Kebutuhan rumah tangga sehari-hari jadi bisa tercukupi,” kata Siti.

Membuktikan sendiri peluang tersebut, mereka pun mengajak para perempuan di sekitarnya untuk bergabung dalam PRIMA. Saat ini lebih dari 200 perempuan bergabung di kelompok rajut tersebut.

"Alhamdulillah, kami semakin berkembang. Terima kasih EMCL, SKK Migas dan YSSI,” ungkap Nurul. Saat ini, Nurul dan Siti bertindak sebagai pelatih dan pengendali mutu dari produk rajutan mereka.

Sejak 2018, program PRIMA memfasilitasi lebih dari 500 perempuan di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban dalam bidang kerajinan rajut. Para perajut tersebut bahkan telah mendapatkan penyalur di pasaran. Sampai saat ini, lebih dari 26.000 panel rajutan telah diproduksi, dengan penghasilan total sekitar Rp693 juta. 

Tidak hanya itu, dari penjualan langsung, para perajut di dua kabupaten tersebut juga mampu meraup omzet lebih dari Rp100 juta. Program PRIMA juga membekali peserta dengan keterampilan motivasi diri, komunikasi, dan kemampuan interpersonal lainnya. Dengan demikian, peserta bukan hanya terampil secara teknis namun juga maju dalam pemikiran dan kecerdasan sosial.

Berkat ketekunan dan kegigihan para anggota kelompok, pada tahun 2021 EMCL berhasil mendapatkan penghargaan Indonesia Sustainable Development Goals Award (ISDA) atas kontribusinya dalam pencapaian Pemberdayaan Ekonomi dan Keuangan bagi Perempuan dengan kategori Platinum.

“Program ini sungguh membantu perekonomian kami. Kebutuhan rumah tangga sehari-hari jadi bisa tercukupi,” kata Siti.

Membuktikan sendiri peluang tersebut, mereka pun mengajak para perempuan di sekitarnya untuk bergabung dalam PRIMA. Saat ini lebih dari 200 perempuan bergabung di kelompok rajut tersebut.

"Alhamdulillah, kami semakin berkembang. Terima kasih EMCL, SKK Migas dan YSSI,” ungkap Nurul. Saat ini, Nurul dan Siti bertindak sebagai pelatih dan pengendali mutu dari produk rajutan mereka.

Sejak 2018, program PRIMA memfasilitasi lebih dari 500 perempuan di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban dalam bidang kerajinan rajut. Para perajut tersebut bahkan telah mendapatkan penyalur di pasaran. Sampai saat ini, lebih dari 26.000 panel rajutan telah diproduksi, dengan penghasilan total sekitar Rp693 juta. 

Tidak hanya itu, dari penjualan langsung, para perajut di dua kabupaten tersebut juga mampu meraup omzet lebih dari Rp100 juta. Program PRIMA juga membekali peserta dengan keterampilan motivasi diri, komunikasi, dan kemampuan interpersonal lainnya. Dengan demikian, peserta bukan hanya terampil secara teknis namun juga maju dalam pemikiran dan kecerdasan sosial.

Berkat ketekunan dan kegigihan para anggota kelompok, pada tahun 2021 EMCL berhasil mendapatkan penghargaan Indonesia Sustainable Development Goals Award (ISDA) atas kontribusinya dalam pencapaian Pemberdayaan Ekonomi dan Keuangan bagi Perempuan dengan kategori Platinum.

Perwakilan EMCL, Hasti Asih menyampaikan, saat ini ada 125 perajut yang aktif berkarya. Saat ini sudah bisa menjual produk lewat media sosial maupun secara langsung. 

"Ini pekerjaan sembilan yang bisa dikerjakan saat waktu luang namun menghasilkan. Tujuan kita mereka bisa mandiri. Tanpa bantuan program lagi mereka sudah mandiri," bebernya. [Ali]

 

Temukan konten Berita blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS