Survei Perhati-KL Pada Remaja: Pengetahuan Terhadap Gangguan Pendengaran Akibat Kebisingan Masih Kurang

Reporter : Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Berdasarkan hasil survey pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat terhadap gangguang pendengaran yang dilakukan oleh Perhimpunan Ahli Ilmu Penyakit THT, bedah kepala leher (Perhati-KL) pada tahun 2021 lalu, dari 1800 responden, masih terdapat 1600 yang berpengetahuan kurang terhadap masalah gangguan pendengaran.

Hal tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr. dr. Jenny Bashiruddin, Sp.THT-KL (K), selaku ketua Perhati-KL dalam temu media hari pendengaran nasional yang jatuh, Kamis (3/3/2022). Di tahun 2022, Perhati-KL melakukan survei lainnya, yakni perilaku remaja terhadap gangguan pendengaran akibat kebisingan.

Gangguan pendengaran akibat kebisingan sangat bisa dicegah, dijelaskan oleh guru besar Neuro-Otologist Universitas Indonesia tersebut bahwa dari 3.124 responden yang mengikuti survei, hanya sebanyak 825 reseponden yang berpengetahuan baik terhadap gangguan pendengaran akibat kebisingan. Meskipun dari segi sikap, 65 persen responden bersikap baik terhadap apa yang dideritanya.

“Artinya, ketika merasa ada gangguan segera mencari pertolongan. Sementara, sumber pengetahuan yang membuat mereka tahu mengenai kebisingan bisa menyebabkan gangguan pendengaran terbanyak dari media sosial. Ini mungkin juga PR bagi teman-teman media untuk terus menyampaikan terkait dengan permasalahan tersebut,” jelasnya.

Prof. Jenny melanjutkan, di masa pandemi yang segala sesuatunya banyak dilakukan secara online. Termasuk sekolah, bekerja, kuliah dimana seringkali menggunakan perangkat headset atau headphone sebagai alat penunjang, rawan menyebabkan gangguan pendengaran karena kebisingan. Sebab itu, penggunaan headset tidak boleh terlalu besar, maksimal 60 persen dari volume yang ada agar tetap terjaga. Selain itu, setiap satu jam diharuskan untuk istirahat sebagai hukum 60-60.

“60 menit istirahat, 60 persen volume, itu harus tetap terjaga. Kalau tidak, nanti kita terlalu lama mendengarkan suara yang terlalu keras,” ujarnya.

Di masa pandemi, Ketua Perhati-KL tersebut juga menjelaskan bahwa gangguan pendengaran bisa menjadi gejala long covid-19. Ia melanjutkan, terdapat beberapa pasien yang datang dengan keluhan telinga berdenging dan sampai terjadi gangguan pendengaran, sehingga harus tetap dilakukan beberapa tes dan diagnosis.

“Seandainya pendengarannya berkurang dan itu tiba-tiba, maka kita bisa sebutkan sebagai tuli mendadak. Kalau itu tuli mendadak, maka itu sebagai emergency bidang THT dan harus ditangani dengan betul serta monitor yang ketat,” lanjutnya.

Sementara, Direktur plt P2PTM Kemenkes, Elvieda Sariwati menambahkan, untuk mengurangi dan mencegah terjadinya gangguan pendengaran di masa pandemi akibat kebisingan, dari Kementerian maupun Perhati-KL sudah melakukan berbagai imbauan, edukasi, dan berbagai informasi yang dapat diakses dengan mudah di media sosial P2PTM. [Din/Ali]