Kasus Bunuh Diri Novia Widyasari, Begini Pendapat Ketua KP Ronggolawe Tuban

 

Reporter: Savira Wahda Sofyana

blokTuban.com – Baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan kasus dugaan bunuh diri Novia Widyasari hingga memicu tagar #SaveNoviaWidyasari. Novia diduga bunuh diri dengan cara meminum potasium di samping makam ayahnya di Mojokerto.

Dilansir dari laman berita okenews.com, diketahui bahwa sebelum melakukan aksi bunuh diri, perempuan berusia 23 tahun tersebut dipaksa untuk menggugurkan janinnya, oleh salah satu anggota polisi berinisial “R” yang saat itu bertugas di Polres Pasuruan.

Menanggapi hal tersebut, kepada blokTuban.com Tsuwarti, Ketua Koalisi Perempuan Ronggolawe (KP Ronggolawe) turut berpendapat bahwa kasus bunuh diri tersebut bisa terjadi karena adanya beberapa faktor.

Ia mengatakan, dampak paling berat yang dialami oleh korban kekerasan seksual adalah bunuh diri. Faktor yang mempengaruhi aksi nekat tersebut adanya trauma berat dan tidak memiliki ruang bercerita karena takut dianggap aib.

Korban tidak mempunyai keberanian untuk melaporkannya, karena pelecehan seksual yang dialaminya tersebut dilakukan oleh kekasihnya sendiri. Ada kekhawatiran pada dirinya apabila lapor, maka yang disalahkan justru adalah korban.

“Dia tidak mempunyai pengetahuan atau informasi kalau misalkan melapor harus kemana, kemudian payung hukumnya seperti apa ketika melapor karena ini usianya sudah dewasa. Kalau misal melapor ke pihak rektorat apakah bisa dia dipercaya karena statusnya adalah pacar,” ungkapnya pada Minggu (05/12/2021).

Hal-hal seperti itulah yang menjadi faktor kegelisahan dan ketakutan para korban sehingga memilih untuk bungkam. Adanya situasi seperti ini, Tsuwarti menilai bahwa Indonesia sudah gawat darurat mengenai kekerasan seksual yang bukan hanya terjadi dimasyarakat umum.

Mahasiswa pun juga sangat rentan menjadi sasaran empuk bagi oknum atau pelaku kekerasan seksual. Baik itu dilakukan dilingkup perguruan tinggi maupun dengan orang yang dia kenal.

”Dengan adanya kasus-kasus seperti ini seharusnya pemerintah sudah bisa melihat secara konkret bahwa kasus-kasus pelecehan seksual yang sekarang terjadi. Mau menunggu sampai korban seperti apa sehingga pemerintah di indonesia ini siap untuk memberikan payung hukum dan perlindungan,” ujarnya.

Kasus kekerasan seksual yang terjadi di luar hubungan atau relasi suami-istri dan anak, lanjut Warti tidak ada payung hukum yang memberikan perlindungan kepada korban.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa teman-teman yang ada di nasional jaringan seperti masyarakat sipil, forum pengada layanan, komnas perempuan serta beberapa masyarakat yang ikut perduli terhadap korban dan keluarga sedang memperjuangkan RUU TPKS.

“RUU TPKS itulah kemudian korban yang itu perempuan sudah dewasa dicover disitu karena kalau ini pasalnya tentang kuhp lagi-lagi korban ataupun keluarganya itu tidak mendapatkan perlindungan secara pemulihan karena di dalam KUHP kan hanya pidana saja,” katanya.

Ia melanjutkan, seharusnya Pemerintah Indonesia mulai membuka matanya terhadap kasus pemerkosaan yang berujung bunuh diri, sehingga ada payung hukum yang benar-benar diberikan untuk perlindungan terhadap perempuan.

“Karena kasus ini banyak terjadi namun baru-baru ini kan mereka mulai berani speak up, apalagi kasus-kasus kekerasan seksual lainnya yang itu notabennya malah korban dilaporkan balik. Hal itu yang membuat teman-teman mahasiswa yang rentan jadi korban ini tidak berani lapor,” bebernya.

Hal tersebut disebabkan karena tidak ada kepastian hukum, kemudian perlindungan yang didapatkan korban dari sisi lembaga pendidikan ataupun perguruan tinggi, belum seluruhnya perspektif terhadap korban.

“Masih dibilang aib kemudian masih menyalahkan korban, itu yang membuat korban jadi enggan untuk bercerita karena apakah masyarakat itu percaya dengan apa yang saya katakan kalau saya adalah korban pemerkosaan terhadap pacar saya,” imbuhnya.

Hal itulah yang membuat korban merasa sendiri dan keputusan terakhir karena dia sudah gagal sebagai manusia maka langkah terakhir yang bisa dia lakukan adalah bunuh diri. [sav/lis]

Catatan Redaksi:

Jika Anda memiliki pemikiran bunuh diri atau mengetahui ada orang yang mencoba bunuh diri, segera hubungi psikolog dan psikiater terdekat. Akses laman www.intothelightid.org/cari untuk mendapatkan layanan kesehatan mental. Pertolongan pertama bagi orang dengan pemikiran bunuh diri juga dapat dibaca di www.intothelightid.org/tolong.

Untuk bantuan krisis kejiwaan atau tindak pencegahan bunuh diri juga dapat menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan di nomor telepon (021) 500454, dan LSM Jangan Bunuh Diri di nomor telepon (021) 9696 9293.