Skip to main content

Category : Tag: Perjuangan


Serpihan Agresi Militer Belanda II di Tuban-Bojonegoro (24)

Prambonwetan Melawan

Kepala Desa Prambonwetan, Suratni, gugur ketika memimpin penghadangan pasukan Belanda di wilayah utara Rengel pada 17 Juli 1949. Selama Agresi Militer Belanda ke II di Tuban, Prambonwetan merupakan daerah penting yang selalu ramai lalu lintas pasukan gerilya.

Serpihan Agresi Militer Belanda II di Tuban-Bojonegoro (3)

Tuban Dikuasai Musuh Kepemerintahan Diserahkan Militer

Kabar pendaratan pasukan Belanda di Pantai Glondonggede, Tambakboyo, sampai ke telinga Bupati Tuban, KH. Mustain, melalui sambungan telepon dari Asisten Wedono Tambakboyo Dwidjosoemarto pada 18 Desember 1948 sore.

Serpihan Agresi Militer II di Tuban-Bojonegoro (1)

Pengintai Kapal Belanda di Tuban

Pantai Glondonggede berjarak sekitar 30 kilometer di sisi barat pusat pemerintahan Kabupaten Tuban, dan masuk wilayah administratif Wedana Tambakboyo (sekarang Kecamatan Tambakboyo). Bentang pantai yang cukup panjang dengan kondisi yang relatif sepi dibanding pantai yang berada di pusat kota, lebih memungkinkan pasukan marinir Belanda mendarat tanpa mendapat gangguan dari pasukan gerilya.

Cerita Perjuangan Kemerdekaan

Agresi Militer II dari Tuban Sampai Bojonegoro

Perjuangan sebelum dan sesudah teks proklamasi kemerdekaan dibacakan selalu menarik diceritakan ulang. Setiap daerah, termasuk Kabupaten Tuban dan Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, mempunyai tokoh-tokoh lokal dengan cerita heroisme sendiri-sendiri.

Agresi Militer Belanda II dan Perlawanan Heroik Letda Soetjipto* (bagian 2)

Bantai Penjajah di Mondokan dan Merakurak

Belanda terus berusaha mengejar pusat pemerintahan Tuban. Karena kondisi semakin genting, tepat pada tanggal 22 Desember 1948 pukul 08.00, pemerintahan diserahkan dari sipil Bupati KH Mustain, dan dipegang militer yakni Komando Distrik Militer (KDM/sekarang Kodim), yakni Kapten R.E.Soeharto. Karena pusat pemerintahan di Tlogonongko sudah tercium Belanda dengan adanya serangan pada tanggal 10 Januari 1949, maka pusat pemerintahan dipindahkan oleh pasukan ke Montong.