Menilik Demokrasi Menjelang Pemilu

Oleh Suhendra Mulia, M.Si. (Humas Madya BRIN)

blokTuban.com - Pemilihan umum atau pemilu merupakan pesta demokrasi bagi sebuah bangsa dan rakyatnya. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu (UU No.7 Tahun 2017) adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Pemilu menjadi acuan bagi perjalanan hidup bangsa dan negara, jikalau pemilu gagal dilaksanakan baik sebelum pemilu berlangsung ataupun saat pemilu dan pasca pelaksanaan pemilu maka negara dianggap gagal dalam mengelola atau memediasi demokrasi itu sendiri. 

Demokrasi di dalam KBBI merupakan (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya atau pemerintahan rakyat. 

Umi Karomah Yaumidin, peneliti BRIN berpendapat dengan mengutip pandangan Moelyono tentang konsep demokrasi  menjadi acuan penting untuk menilai fundamental demokrasi itu sendiri. 

Secara konseptual terdapat kekaburan dan kerancuan dari segi teoritik dan kepustakaan empirik tentang demokrasi. Konsepsi demokrasi biasanya diartikan sebagai suatu sistem kewenangan atau kekuasaan politik, terpisah dari segi-segi apapun dari sistem ekonomi dan sosial. 

Indonesia adalah negara yang berdaulat atas hak-hak dan kebebasan bangsanya. Sesuai yang dimuat dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945 pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar. 

Di dalam negara yang berdemokrasi semua rakyat bebas dapat memberikan pandangan atau pendapatnya. Tidak terkecuali juga dengan para tokoh masyarakat, akademisi dan ilmuwan yang memberikan pendapatnya. 

Pandangan Prof. Yuliandri Guru Besar Ilmu Perundang-undangan  Universitas Andalas (gramedia.com) mengungkapkan bahwa konstitusi dan konstitusionalisme merupakan dua bentuk kata yang memiliki hubungan keterkaitan dan bisa saling meneguhkan eksistensi. 

Konstitusionalisme sendiri adalah sebuah paham yang sangat perlu untuk dijaga melalui pembentukan konstitusi. Hal itu sama halnya bahwa konstitusi merupakan sarana agar paham konstitusionalisme dapat di implementasi dalam sebuah negara.

Konstitusi merupakan suatu acuan ketaatan dalam berdemokrasi di Indonesia. Sebuah negara yang menganut paham konstitusionalisme adalah sistem negara yang menjadikan konstitusi sebagai perwujudan hukum tertinggi. I

ndonesia merupakan negara yang menganut paham tersebut. Peran akademisi dan organisasi non pemerintah sangat relevan dalam kondisi saat ini. Karena kehadiran mereka sebagai salah satu unsur masyarakat sipil (civil society) yang cenderung mendorong berkembangnya nilai-nilai universisal dan demokrasi. 

Entitas akademis tentunya mereka memiliki kekuatan modal sosial untuk mendorong terciptanya partisipasi sosial politik publik dalam pemerintahan melalui upaya pendidikan kritis, penciptaan institusi-institusi sosial dalam masyarakat, perkembangan dan pertumbuhan gerakan sosial yang semuanya melakukan tugas sebagai kontrol sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. 

Menilik menjelang pemilu tahun 2024, dimana tahun 2023 menjadi tahun politik dan banyak hal yang terjadi dalam menyongsong pemilu tersebut. Partai politik, LSM, lembaga survey, akademisi, ilmuwan, pemerhati demokrasi dan sebagainya banyak yang sudah mengamati, melakukan pekerjaan dan melihat perkembangan dari dinamika politik yang ada. 

Ini menjadi yang cukup menarik dimana presiden saat ini sudah memasuki purna tugas yang berdasarkan konstitusi hanya diperbolehkan selama dua periode pemilihan. Firman Noor, peneliti BRIN berpendapat siapa kandidat presiden yang betul-betul terbebas dari oligarki. 

Kalau dia masih terikat dengan oligarki dia pasti punya kebijakan yang tidak berani melawan oligarki, pengusaha besar, dan tidak berani dengan kekuasaan pusat yang punya mentalitas oligarki. 

Dan dengan demikian sebetulnya di tengah kepengapan tadi, di tengah situasi yang sangat tidak menguntungkan bagi kita untuk bisa melawan oligarki, menurut Firman karena faktor leadership tadi penting ada kandidat presiden yang punya track record melawan oligarki. 

Peneliti BRIN  lainnya Aisyah Putri Budiarti, berpandangan Jokowi sebagai Presiden dalam hal ini sebagai kepala negara yang memimpin semua rakyatnya. Dan yang punyak kepentingan kelompok dan pandangan politik yang berbeda-beda. Sebagai presiden tentunya Jokowi harus tidak boleh keberpihakan salah satu pasangan tertentu dalam menjalankan tugasnya sebagai presiden. 

Dan ini untuk menghindari hal-hal atau stigma-stigma yang negatif bagi presiden, dalam menggunakan kewenangannya yang terlalu terlibat dalam politik. Untuk menghindari hal tersebut harusnya presiden ikut aturan, dimana pemerintah juga sudah membuat aturan tersebut. 

Ketika dalam langkah kedepan/sudah masukan tahapan kampanye secara formal atau resmi dari KPU, jika Jokowi ingin menyatakan dukungannya secara tegas untuk mendukung partai atau kandidiat calon presiden tertentu, dan ingin mengkampanyekan keduanya maka diharuskan cuti. 

Itu sudah limit yang paling bisa dilakukan untuk membatasi  “nanti akan ada konflik interes  yang posisinya sebagai presiden/politisi atau sebagai individu itu sendiri”. 

Menilik hal tersebut akan mengakibatkan demokrasi menjadi mati dan demokrasi tidak berjalan sesuai dengan konsep keadilan. Kita memerlukan tatanan pemerintahan yang baru dari hasil pemilu bersih, jujur dan adil. Harapan masyarakat terhadap peran presiden ini sekiranya dapat dipertimbangkan kembali untuk tidak dilaksanakan, karena dalam rangka menegakkan keadilan. 

Dan juga cita-cita reformasi yang berkeinginan bangsa ini menjadi negara yang berdemokrasi agar dapat terwujud. Dengan dukungan segenap seluruh rakyat Indonesia, kita dapat berkeyakinan menjadikan bangsa yang demokrasi serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam konteks lainnya menjadi hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan, jaminan kesejahteraan dan peluang untuk memajukan kehidupan mereka. Termasuk di dalamnya adalah perlindungan atas hak-hak warga masyarakat sebagai warga negara, utamanya kemanusiaan keadilan sosial dan kerakyatan. (*)