Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis Minta Transparansi Dalam Eksekusi 2 Polisi Penganiaya Jurnalis Nurhadi

Reporter : Ali Imron 

blokTuban.com - Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis mendorong transparansi eksekusi terhadap 2 polisi yang melakukan pelanggaran pers dan penganiayaan terhadap jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, Rabu (7/6/2023). 

Aliansi yang beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nasional, AJI Surabaya, LBH Lentera, LBH Pers, dan KontraS Surabaya ini menduga ada upaya-upaya untuk 'menyelamatkan' dua terpidana, Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi. 

Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer menyatakan, pada 5 Juni 2023, Aliansi Anti Kekerasan Terhadap jurnalis menerima informasi bahwa 2 terpidana telah dieksekusi ke Rutan Kelas 1A Medaeng, di Sidoarjo, Jawa Timur. Tapi, tak berselang lama, keduanya dijemput kembali oleh anggota Polda Jatim, dengan alasan dipinjam untuk penyelidikan pelanggaran disiplin. 

"Ini aneh, karena tahun lalu kedua terpidana ini sudah menjalani sidang etik di Polda Jatim, dan dijatuhi hukuman 15 hari penempatan di tempat khusus," kata Eben.

"Kemudian, bagaimana kita bisa memastikan bahwa keduanya benar-benar ditahan selama di Polda jatim? Jadi, jangan sampai ada akrobat-akrobat yang dilakukan untuk melindungi terpidana dari hukuman yang harus mereka jalani," tanyanya. 

Fatkhul Khoir dari KontraS Surabaya menambahkan, dirinya juga mempertanyakan berapa lama dua terpidana itu bakal ditempatkan di rutan Polda. 

"Jangan sampai peminjaman ini berlangsung selama menjalani proses pidana. Kapolda Jatim juga harus menjelaskan secara transparan, terkait hal permintaan bon (meminjam) 2 anggotanya yang jadi terpidana dalam perkara ini," kata Fatkhul Khoir. 

Artikel Terkait:

- Tak Kirimkan Berkas Kontra Memori Kasasi, AJI Laporkan 4 Jaksa Kejati Jatim di Kasus Kekerasan Jurnalis Nurhadi

- Aliansi Anti Kekerasan Jurnalis: Polri Harus Perkuat Kompetensi Penyidik dalam Delik Pers

- Penegakan Hukum Kunci Utama Selesaikan Kasus Kekerasan Jurnalis

Lebih jauh, Salawati, pengacara LBH Lentera yang turut mendampingi Nurhadi sejak penyidikan hingga turunnya putusan Mahkamah Agung, juga mempertanyakan pembayaran restitusi dari 2 terpidana kepada Nurhadi dan seorang rekannya yang turut menjadi korban. 

Sebab, dalam sidang kasasi di MA, keduanya juga dihukum membayar restitusi sebesar Rp 13.819.000 kepada Nurhadi, dan Rp 21.650.000 kepada rekan Nurhadi berinisial F yang turut menjadi korban.

“Kami mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Kepala Polda Jawa Timur untuk melaksananakan dan menaati seluruh putusan Kasasi secara transparan dan akuntabel mulai pemidanaan hingga pembayaran restitusi. Selain agar memenuhi rasa keadilan bagi korban, pelaksanaan putusan kasasi akan menjadi bukti komitmen Kejaksaan Tinggi dan Polda Jawa Timur untuk menjamin kebebasan pers di Indonesia,” pungkasnya.

 

Perjalanan Kasus Nurhadi

Pada 27 Maret 2021, jurnalis Tempo Nurhadi dianiaya sekelompok orang saat meliput di Gedung Samudra Bumimoro yang terletak di Jl Moro Krembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya, Jawa Timur. Saat itu, Nurhadi mendatangi gedung tersebut untuk melakukan investigasi terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.

Di lokasi tersebut sedang berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dan anak Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.

Saat itu, Nurhadi yang kedapatan memotret Angin Prayitno Aji yang sedang berada di atas panggung pelaminan, kemudian ditarik, dipiting, dipukul oleh beberapa orang lalu dibawa ke gudang di belakang tempat resepsi. Di sana, dia disekap, diinterogasi, dan dipaksa membuka isi ponselnya. Seluruh data di ponsel dihapus dan simcard HP Nurhadi dirusak.

Selain itu, pelaku juga membawa Nurhadi ke sebuah hotel dan memaksa Nurhadi untuk memastikan bahwa foto yang dia ambil di lokasi resepsi tidak sampai dipublikasikan di Tempo.

Kasus ini kemudian bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya setelah dilaporkan ke Polda Jatim oleh aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang beranggotakan AJI Surabaya, LBH Lentera, KontraS Surabaya, serta LBH Pers. 

Pada 12 Januari 2022, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, kedua terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi vonis penjara 10 bulan,

Kemudian, di pengadilan tingkat banding, diputuskan pada 4 Februari 2022 bahwa kedua terdakwa terbukti bersalah dan divonis 8 bulan penjara, atau lebih rendah dari putusan di pengadilan tingkat pertama. (*)

 

Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS