Mari Berdamai dengan Keadaan

Oleh Sri Wiyono

‘‘Sudahkah Anda nyinyir hari ini?’’ Saya belum. Dan saya tidak akan nyinyir. Karena saya sudah bertekad untuk tidak nyinyir di media sosial, sebagaimana banyak orang melakukannya. 

Maka saya menjadi pemirsa dan penikmat parade nyinyir saja yang baik. Meski terus terang kadang hati terasa dongkol, mangkel dan diam-diam misuh...’’Jancuk!’’ ketika saya tidak sepakat dengan nyinyiran yang saya nikmati.

Hiruk pikuk kampanye sudah usai. Maka mulai 14 April besok masuk masa tenang, sebelum coblosan 17 April nanti. Anda sudah menentukan pilihan? Pastikan Anda datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk mencoblos.

Karena pemilihan presiden (pilpres) butuh Anda hadir di TPS. Kemudian menggunakan hak pilih Anda dengan baik dan benar sesuai ketentuan. Dan tentu saja sesuai dengan nurani Anda, siapa calon yang ingin Anda antar ke kursi kekuasaan.

Baik sebagai pasangan presiden dan wakil presiden maupun sebagai anggota DPR, DPD maupun DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Tapi tolong pilihan Anda jangan ditunjukkan sama siapapun, meski sama istri atau keluarga sendiri. Walaupun KPU menggelar lomba swafoto atau selfi di TPS, tapi tak eloklah kalau Anda selfi dengan kartu suara yang sudah tercoblos. Iya kalau yang Anda dukung itu terpilih, kalau tidak? Malunya itu loh hehehe....

Parade nyinyir yang sudah berjalan sejak awal proses pilpres membuat suasana gaduh. Dunia media sosial penuh sampah. Penuh cacian, cibiran, sindiran atau nyinyiran waahlihi wasohbihi. Dunia medsos juga penuh sampah kata-kata yang tak pantas.

Saking banyaknya hoaks, sampai sulit dibedakan mana yang kabar beneran dan mana yang hoaks.

Beda pilihan wajar dalam demokrasi. Orang satu rumah saja beda-beda kok pilihannya. Karena jangan sampai suami ikut-ikutan milih daleman dan baju perempuan yang dipakai istrinya. Apa kata dunia..hehehehe...

Maka kemudian munculkah meme-meme yang lucu dan menggelitik. Jika kisruh karena beda pilihan adalah wajar. Karena pilihannya sama pun bisa menimbulkan perang dunia kedua. Tak percaya? Itu jika pilihan dua perempuan sama pada satu lelaki. 

Celakanya satu perempuan adalah istri sah, dan perempuan satunya adalah istri yang masih dicita-citakan, alias belum resmi. Bukankah seru tuh jika dua perempuan itu bertemu lantas berantem. Jambak-jambakan seperti gambar dalam meme-meme yang tersebar itu.

Saya mulanya agak serius menanggapi ocehan atau kabar terkait dengan pilpres dan tetek bengeknya. Lengkap dengan mencermati meme, berita, postingan, nyinyiran pihak-pihak. Termasuk dari pihak yang beda pilihan dengan saya.

Yang ada malah sakit hati dan mangkel. Jika terus-terusan begitu, bisa gila saya. Bayangkan jika dalam grup  WA keluarga saja, tiap jam ada postingan atau unggahan tentang pilpres yang tak sesuai pilihan Anda.

Gimana gitu rasanya. Makanya kemudian saya putuskan untuk menyimak saja. Toh itu pun sudah membutuhkan energi. Setidaknya untuk menahan diri agar tidak ikut nyinyir.

Belum lagi saat keluar rumah, beraktifitas bersama kawan-kawan dan lingkungan. Bermedia sosial dan lain sebagainya. Jika kita tidak dewasa menyikapi bisa sakit hati. Bisa mati berdiri begitu kata orang.

Bayangkan jika kawan baik kita, karena pilpres kemudian diam-diam menjadi musuh kita sebab beda pilihan. Itu sungguh tidak nyaman. Apalagi jika teman kita terlalu lebay dan bersemangat membela dan mengunggulkan calon yang didukung. 

Lalu menyindir dan merendahkan calon lain yang kebetulan kita dukung, maka saya yakin diam-diam kita mangkel. Lalu tingak-tinguk, lihat kanan-kiri, depan belakang. Setelah yakin sepi tak ada orang lalu misuh ‘’jancuk’’.

Tak sedikit tokoh, baik tokoh masyarakat, tokoh agama maupun tokoh pemerintahan yang mendadak berubah sikap dan perangainya. Ada yang berubah seolah dirinya Tuhan sehingga bisa menghukumi orang masuk neraka atau surga.

Dan banyak juga yang tiba-tiba menjadi hakim, sehingga bisa memvonis orang lain bersalah dan tidak bersalah. Dan banyak tingkah-tingkah lain yang membuat miris, bahkan membuat kita mengelus dada. Orang saling curiga, saling mengintai, saling berprasangka dan saling-saling lainnya.

Maka sebaiknya kita cukupkan saja semua pertikaian batin itu. Kita lepaskan saja semua beban yang memberatkan kita. Toh pilpres itu hanya 5 tahun sekali, sementara kita berteman, bertetangga dan bersaudara selamanya, sampai maut saling memisahkan.

Berdamai dengan keadaan jauh lebih baik daripada larut dalam kontestasi yang absurd itu. Bahwa sebagai warga negara yang baik harus ikut berpartisipasi dalam pemilu, itu benar adanya.

Bahwa semua yang punya hak pilih harus datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya memang iya. Namun, imbas dan gontok-gontokan, apalagi gesekan harus dihindari.

Mari kita bantu KPU untuk menciptakan pemilu yang damai, berkualitas dan sukses. Berkualitas dengan angka partisipasi masyarakat yang tinggi. Damai tanpa gesekan. Semua pihak bisa menerima apapun hasilnya dengan legowo, alangkah indahnya.

Legitimasi KPU atau penyelenggara pemilu lainnya ada di tangan rakyat. Maka rakyat punya tanggungjawab besar untuk ikut menciptakan pemilu damai itu. Maka ingat 17 April besok jangan sampai lupa datang ke TPS. Gunakan hak pilih Anda. 

Buktikan calon yang Anda dukung layak untuk menerima amanah. Caranya, dengan berikan suara Anda pada calon yang Anda yakini bisa memimpin dengan baik. 

Apakah presiden yang terpilih nanti adalah calon yang Anda dukung, kawan Anda dukung, keluarga Anda dukung? Atau barangkali calon yang saya dukung? Semua sudah ditentukan dan dicatat Allah dalam ‘lauhul mahfudz’. 

Siapa pasangan yang akan memimpin negeri ini lima tahun ke depan? Yakinlah pasangan itu yang terbaik yang dipilihkan Allah untuk negeri ini. Mari kita sambut pilpres dan pileg ini dengan riang gembira. Selamat berpemilu. Rakyat berdaulat, negara kuat !                                                                                     

Wallahua’lam. [*]