Oleh: Alif Vidia Septiyani

Ketika bunga sakura bermekaran. Hari terasa lebih cepat menjemput senja. Bulan setengah bundar, merangkak pelan. Ars berdiri tegak di geladak. Pandangannya tak rela melepas Kota Madura. Sisa kelap-kelip lampu di tengah malam itu menandai perpisahan. Keramahan para nelayan, deburan ombak, juga ketabahan warga menghadapi tragedi tumpahan minyak dan juga lumpur panas. Semua menempati kesan tersendiri di hatinya.

Dari biduk yang teromabang-ambing, mata Ars tak lepas memandangi kapal Joko Tole. Semakin dekat, kapal itu tampak makin gagah, tiang layarnya kokoh. Membangkitkan kekaguman. Ars melompat, menggaet tangga kapal yang bergelantungan. Setelah kakinya berpijak, ia mulai memanjat tangga, lengkap dengan rangsel masih di punggungnya. Kapal Joko Tole berbobot hampir 880 ton, dengan kecepatan penuh, ia dapat melaju 17 knot per jamnya. Cukup dengan dorongan angin.

Angin memang terasa semakin keras mendorong dari buritan. Mendorong kapal bergerak semakin laju. Angin buritan itu tentu menunjukkan asal angin dari belakang kapal. Kalau dari arah depan disebut angin haluan. Angin buritan yang keras daya dorongnya, kadang disebut sebagai angin turutan. Sebaliknya, angin sakal, datang dari depan dengan daya hambat yang tinggi. Angin sakal, tentu tidak diharapkan oleh para nahkoda. Sebab akan menghambat laju pelayaran. Ars berharap malam ini laut Timor akan lebih banyak bertiup angin turutan. Supaya kapal bisa lekas sampai kota Surabaya.

Laut timor tergolong laut paling dalam, karena memiliki kedalaman sekitar dari 1.000 meter, tetapi menjelang tiba di Surabaya, kedalaman mendangkal, sampai kurang dari 300 meter. Mentari perlahan mendaki, semburat merah pertama, sudah mulai terlihat disebelak kiri badan kapal. Laut mulai tenang, tak ada lagi angin kenyang, dan ombakpun mulai bersahabat. Ars yang tidak bisa tidur di tempat peristirahatan, tak ingin kehilangan kesempatan menikmati panorama pagi di tengah laut.

Menjelang pelabuhan Perak, ikan-ikan tenang terlihat berloncatan. Mereka menggoda burung elang yang terbang merendah untuk mengincar mangsa. Sesekali ia melihat penyu berjalan menuju samping kapal. Ars bergegas mendekat buritan tempat perahu karet diturunkan. Kapal pesiar terus maju menuju selatan hampir meningglkan pelabuhan Perak. Dari ufuk timur, terletak ladang minyak yang mengotori laut timur, sampai ke Madura. Dalam tempo dua bulan bocor akibat pengeboran ilegal, ladang ini menumpahkan hampir 40 juta liter minyak mentah dan bisa dijual kira-kira seharga seratusan dolar, atau 900 kroner dan juga luapan lumpur panas. Kebocoran minyak mengakibatkan punahnya ikan dan biota laut lainnya. Nelayan timur tak lagi bisa melaut sejak tumpahan itu. Warga yang mengandalkan hidup dari budidaya rumput laut, kontan kehilangan sumber kehidupan.

Ars mulai mengambil sample tumpahan minyak, memasukannya dalam jerigen, tidak hanya itu saja Ars juga mengumpulkan ikan-ikan yang telah mati, teripang, sebagai bahan uji laboratorium. Angga teman Ars, menebarkan bakteri pemakan minyak, bakteri itu berkerja dengan sangat cepat. Mereka rakus menelan minyak mentah yang tumpah, kalau saja perusahaan minyak mau memakai teknologi yang canggih ramah lingkungan, rasanya dampak tumpahan tidak akan melebar sampai ke pelabuhan Medura.

Tetapi perusahaan itu adalah perusahaan ilegal yang memiliki perhitungan ekonomi sendiri. Mereka lebih suka menggunakan bubuk kimia pengendapan untuk menengelamkan minyak yang tumpah. Sungguh cara itu sangat bahaya, karenaminyak akan membunuh biota di dasar laut. Dan dengan pengendapan yang lama, kebanyakan minyak terbawa ombak sampai ke Somalia. Pesta minyak tak bermoral ini menjadi ancaman signifikan bagi sumber penghidupan. Bukankah penghancuran alam ini merupakan sebuah perampokan atas mereka yang serakah?

Pengeboran minyak di pulau pasir yang dilakukan perusahaan lantas mengecilkan volume tumpahan minyak, dan area terdampaknya. Mereka hanya mengakui area terdampak itu hanya 6.000 km2. Sementara perhitungan pegiat sosial, dampak itu mencapai 90.000 km2. perundingan tentang ganti rugi, tak mencapai hasil sama sekali. Memang benar yang dikatakan oleh para politisi-politisi dan juga mentri perminyakan bahwa minyak bumi bisa mengentaskan banyak orang dari kemiskinan. Dan itu terbukti banyak orang-orang yang terentaskan dan lantas masuk kedalam kemewahan yang sia-sia. Namun, mereka tidak melihat dampak apa yang akan ia timbulkan?

Angga mengawasi aksi Ars sembari membuka sarana komunikasi radio. Ia memperhitungkan respon otoritas Gresik akan muncul dalam hitungan menit. Dan ia benar. Tak perlu menunggu dalam hitungan menit, gerakannya cepat ma menandakan benda bergerak itu adalah kapal pengawas pelabuhan. Kian dekat, sosoknya makin jelas. Kapal itu tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Hanya bagian radio yang mendengar kontak pembuka.

“Anda berdua telah memasuki perairan ini, harap segera memutar arah kembali ketempat asal,” perintah tugas patroli lewat pesan radio.

“Maaf, kami masih dalam perairan perak”

“Tidak. Kapal anda sudah melewati wilayah perairan Gresik. Saya perintahkan segera kembali.” petugas itu mulai bergeming.

“Menurut saya, posisi sekarang terlepas dari pelabuhan Gresik. Kami mendapat izin untuk membersihkan tumpahan minyak yang dilakukan oleh perusahaan ilegal.”

“ Kami yang akan membersihkan tumpahan minyak itu, silahkan kalian berdua meninggalkan tempat.”

Ancaman perusak bumi, sama sekali tak membuatnya keder. Apalagi ancaman dari patroli asing itu tak membuatnya gentar. “ Kami meminta waktu untuk menunggu kapal kami kembali”, setelah itu komunikasi terputus.

Suasana semakin tegang karena kapal patroli semakin mendekat. Sesampai di kapal, Ars dan Angga menyerahkan sampel kepenanggungjawab laboratorium. Nahkoda memutar haluan kapal, ia mengarahkan kapal menyisiri pantai selatan, dengan rencana mengitar bagian barat pulau. Dia bergerak perlahan, tidak mengrahkan sepenuh tenaga seperti saat mereka datang.

***
Gelombang terus tenang, pencapaian pelabuahan madura dapat dicapai dari 8 jam. Artinya sekitar isya, kapal pesiar akan sampai. Dengan mata telanjang, kerlip lampu rumah mulai terlihat dari kejauhan. Tak banyak warga yang menyadari kehadiran kapal Joko Tole itu datang, hanya pemda yang sebagai aktifis lingkungan saja yang mengetahui hal itu.

Setelah sepekan bergulat membersihkan sisa tumpahan minyak, Angga dan Ars merasa sudah waktunya untuk menanam bibit rumput laut dari jenis alga merah, atau Rhodipoy Ceac di pulau Rote, pulau yang dihuni 100 ribu juta lebih. Dari satu bibit bisa dipanen 15-20 kali, sebelum ditanami bibit baru. Diperkirakan perairan di area ini ada 55 ribu Hektar cocok ditanami rumput laut.

Semoga tak ada lagi tumpahan minyak yang memusnakan bibit rumput laut mereka. Sebab harapan, sangat berharga untuk diperjuangkan. Jika tidak berhasil mencegah kerusakan ekosistem, penurunan kualitas dan keindahan alam di bumi. Itu adalah tanda alam sedang mengalami kehancuran...

 

Terispirasi dari novel Dunia Anna.(250516)

Alif Vidia S., putri Daerah Tuban yang akhir-akhir ini demam menulis sastra. Sejak tahun 2012 menjadi mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kini merampungkan tugas akhir dan aktif menjadi anggota Kostra Unirow Tuban.