Petani Temaji Terancam Diusir dari Lahan Garapan Sendiri

Reporter: Edy Purnomo

blokTuban.com - Nasib tidak beruntung bisa menimpa siapa saja. Termasuk Somin (65), Kusnan (45) dan Warjo (41), warga Desa Temaji, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Tiga petani yang masih ada hubungan keluarga itu, sekarang harus dipusingkan dengan permasalahan tanah pertanian yang sudah digarap keluarga sejak tahun 1960 silam.

Bak disambar petir di siang bolong, begitu peribahasa yang tepat buat mereka. Setelah mendapat kabar tanah gogolan (tanah negara) yang dibuka keluarga mereka sejak kisaran tahun 1960 silam, diketahui sudah bersertifikat. Anehnya, sertifikat tersebut dipegang orang lain yang sama sekali tidak ada hubungan keluarga. Sekarang, mereka justru dituduh penyerobot tanah di lahan yang sudah digarap selama puluhan tahun tersebut.

Somin, salah satu petani menjelaskan, kalau tanah yang sekarang dipersoalkan merupakan tanah gogolan yang awalnya berupa semak. Tanah tersebut, kemudian dibagi dan dibuka oleh warga untuk digarap sekitar tahun 1960 silam. Anehnya, sekarang muncul sertifikat atas nama orang lain tanpa sepengetahuan mereka sebagai penggarap dan kuasa tanah sejak awal.

Total tanah gogolan yang sudah bersertifikat sekitar 5 hektar. Tanah tersebut digarap sekitar 30 orang, salah satunya adalah Somin, Kusnan, dan Warjo, yang mendatangi Balai Wartawan, Jalan Pramuka, Tuban, hari ini Sabtu (11/6/2016). Semua tanah garapan mereka disertifikatkan dan hanya menjadi milik satu orang, yakni Sudarno, asal Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban.

Sudah terancam kehilangan tanah garapan, ketiga petani itu terancam dikriminalisir. Pasalnya, kejadian tersebut dilaporkan ke Polres Tuban dan mereka akan diperiksa mulai Minggu (12/6/2016) besok.

"Sekarang malah kami takut, karena kami dianggap menyerobot tanah gogolan itu. Padahal sejak awal orang tua kami yang menjadi penggarapnya," kata Somin.

Awal mula, mereka pernah dipanggil perangkat desa Temaji di balai desa pada 21 Juli 2015 silam. Salah satu perangkat desa memfasilitasi pengklaim tanah, agar para petani mau memberikan pernyataan pencabutan hak garap oleh petani dan menerima tali asih dari pengklaim tanah. Permintaan tersebut langsung ditolak para petani, karena merasa tanah itu tidak pernah dijual. Hari yang sama, mereka baru tahu kalau tanah yang digarap puluhan petani ternyata sudah tersertifikat atas nama satu orang tanpa sepengetahuan mereka.

Selanjutnya, mereka mendapatkan undangan pada 29 April 2016 silam dengan difasilitasi Kepala Desa (Kades) Temaji, Eko Setyo Cahyono. Di pertemuan kedua, pengklaim tanah langsung disodori secarik kertas untuk ditandantangi dan mau menerima uang tali asih sekitar Rp500 ribu. Apabila menolak, mereka akan dilaporkan Polisi. Di proses ini, beberapa petani banyak yang merasa takut dan mau menerima, tetapi tidak sedikit pula yang tetap menolak dengan alasan tidak ada pekerjaan lain.

Pengklaim tanah membuktikan ancamannya, karena yang menolak diantaranya adalah tiga petani tersebut, mereka mendapatkan surat panggilan dari penyidik Polres Tuban. Bunyi surat tersebut, adalah pemanggilan sebagai saksi atas kasus laporan dugaan penyerobotan tanah.

"Kami takut berurusan dengan polisi, tanah kami sendiri masak mau dihukum?" tandas Kusnan, petani yang lain. [pur/rom]