Menilik Arah Kesiapan dan Strategi Partai Menjelang Pemilu 2024

Oleh Suhendra Mulia, M.Si.

blokTuban.com -  Pemilihan umum (pemilu) merupakan suatu sarana demokrasi untuk menuju masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Pemilu dilaksanakan untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan rakyat daerah, pemimpin/kepala daerah dan presiden/wakil presiden.

Demokrasi tidak lepas dari peran rakyat di dalam pemilu melalui partai-partai politik yang telah terdaftar di KPU/pemerintah dan partai politik mewakili rakyat untuk mewujudkan harapan atau keinginan masyarakat/rakyat itu sendiri. 

Siti Zuhro, Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, mengatakan demokrasi di daerah sepanjang tahun 2020 berjalan lesu seiring dengan demokrasi di tingkat  nasional yang menurun kualitasnya. 

Korupsi menjadi momok pemerintahan daerah karena sejauh ini tercatat sebanyak 426 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Tata kelola pemerintahan daerah sangat tergantung kepada kepala daerah (peran  kepemimpinan). 

Birokrasi terkotak-kotak dan partisan karena tarikan politik yang kencang dalam setiap pilkada dan pilpres, sehingga netralitas birokrasi dipertanyakan. Mindset dan cultural set belum berubah secara fundamental meskipun reformasi birokrasi nasional (RBN) telah digalakkan selama era reformasi.

Transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah masih masalah. Sedangkan kepercayaan publik pada pemerintah daerah variatif, tergantung kualitas dan integritas pemimpin daerah dan  program-program pembangunan yang dieksekusi pemerintah daerah itu sendiri. 

Siti mengatakan, isu-isu krusial politik lokal di tahun 2021 diantaranya korupsi masih marak, undang-undang pemerintah daerah atau kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah cenderung berubah-ubah sesuai selera regime yang berkuasa.

Saat ini urusan/kewenangan daerah ditarik ke pemerintah pusat (melalui UU No.3/2020 tentang Minerba dan Omnibus Law UU Cipta Kerja), sementara UU No.23/2014 lebih ke penguatan peran gubernur/provinsi sebagai wakil pemerintah pusat. 

Siti berpendapat, peluang penguatan demokrasi bisa didorong oleh civil society yang bahu-membahu dan  bergerak untuk pembangunan demokrasi yang substantif-berkualitas seperti: 1). reformasi partai politik, 2). pemilih  rasional dan kritis, 3). partisipasi bukan karena mobilisasi dan vote buying, 4). kualitas kompetisi (Jurdil), 5). peluang yang sama bagi semua warga untuk dipilih

Ke 6 tidak ada pembajakan hak- hak politik warga oleh elite, 7). peningkatan kualitas responsiveness dan pertanggungjawaban pemerintah pada warga, 8). mendekatkan pemerintah dengan masyarakat, dan 9). meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat.

Sebagai upaya untuk merespon pesta demokrasi pemilihan umum yang akan diselenggarakan 2024. Dan pemungutan suara akan berlangsung 14 Februari 2024, namun sesuai dengan ketentuan KPU tahap pemilu sudah mulai sejak Juni tahun ini.

Athiqah Nur Alami, Kepala Pusat Riset Politik BRIN mengatakan, saat ini sudah berlangsung proses pendaftaran. 

“Sudah ada 40 partai peserta pemilu, 24 di antaranya memiliki dokumen yang lengkap, dan yang lainnya menunggu proses verifikasi administrasi”. Sejauh mana persiapan parpol dalam menghadapi pemilu Legilatif dan Presiden? 

Sementara, mulai dari rekuitment, kaderisasi, dan upaya parpol merebut hati masyarakat ditengah masyarakat masih banyak persoalan oligarki, dinasti, dan dana. Bagaimana kesiapan parpol menjawab berbagai tantangan menghadapi pemilu 2024?.

Firman Noor, Peneliti Pusat Riset Politik BRIN berkata kualitas pemilu ditentukan oleh kualitas partai-partai. “Sebaik apapun kita mendesain pemilu dan mendorong masyarakat berpartisipasi secara maksimal dan penuh kesadaran, jika kualitas partai mengalami stagnasi maka tidak ada perbaikan signifikan dalam pelaksanaan pemilu. Dalam kehidupan politik, partai adalah akar dari persoalan bangsa. 

Bangsa ini bahkan juga akar harapan untuk perbaikan kehidupan. Saat ini sistem demokrasi di Indonesia sedang disoroti. Nampaknya belum cukup kuat bahkan mengalami stagnansi dalam kajian internasional yang ideal. 

Hal ini mengindikasikan masih adanya problem dalam kehidupan demokrasi kita dari yang lumayan medium menjadi cenderung lemah. Sementara itu ekonomi inteligen unit juga menempatkan kita sebagai negara dengan kategori float demokasi dengan score 6,7 (float demokrasi). Itu disebut sebagai demokrasi yang cacat.

Dalam kepemiluan ini, Firman mengatakan masih nampak politik distani, pengaruh oligarki yang semakin kuat, keterlibatan birokrasi, dan berbagai praktik kecurangan pemilu. Masih banyak lagi, seperti tindakan yang tidak pernah ada habisnya dan akan membawa efek yang tidak sederhana ke depannya. 

Ketika bicara pemilu, bagaimana kesiapan partai-partai? Pada akhirnya pemilu adalah sebuah awalan dari terciptanya pemerintahan yang bersih, solid dan berkualitas, serta kesiapan substansial. Dengan demikian hal itu harus ada dalam tahapan pemilu itu sendiri. Partai nantinya akan diuji untuk mampu melaksanakan proses rekrutmen yang baik. Nantinya menghadirkan daftar kandidat yang berkualitas dan yang pantas.

Praktik dinasti berkomitmen terhadap demokrasi harus dihormati. Mereka yang terjun di pemilu berorientasi ingin menikmati pusaran uang. Pada masa kampanye, partai harus berperan sebagai elemen yang demokratif dalam memperjuangkan amanat penderitaan rakyat. 

Idealnya partai harus memajukan ide atau visi. Kampanye yang dikumandakan yang diperjuangkan dan diperdebatkan perlu ada terobosan agar tidak sekadar penyampaian jargon.

Betapa tingginya harapan orang terhadap partai politik. Semangat politik tetap ada. Untuk itu perlu kita memperjuangkannya. Partai politik lahir dari sekelompok orang yang mempunyai kesamaan pandangan, sikap, dan semangat bersama. 

Secara natural orang memutuskan bergabung dengan partai, membangun basis-basis konstituen, serta melakukan rekrutmen secara natural. Secara sadar ia ingin berkontribusi bedasarkan pengalaman dan pemahaman politiknya. Bergabung dengan kesemaan visi. 

Harapan dan perjuangan dari masyarakat untuk menegakan keadilan, dan untuk mendapatkan kesejahteraan melalui partai politik sebagai wadah aspirasinya. Manusia lahir dari sebuah perjuangan dan gerakan politik yang menjadi sebuah instrumen dalam demokrasi untuk kemudian diadakannya pemilu. 

Pemilu bagi Sebagian besar masyarakat merupakan harapan untuk mengubah nasibnya, dimana dari hasil pemilu sebelumnya dianggap belum dapat memberikan harapan tersebut. 

Untuk itu masyarakat yang paham arti dari perubahan maka berjuang untuk mengubah nasibnya melalui pesta demokrasi atau ajang lima tahunan ini. Disini nasib bangsa dipertaruhkan oleh partai-partai politik yang nantinya kebijakan-kebijakan apakah dapat mengakomodir harapan masyarakat tersebut “untuk kesejahteraan, keadilan dan tegaknya demokrasi”.[*]