
Penulis: Ari Indriani
blokBojonegoro.com - Di tengah derasnya arus informasi yang mengalir setiap detik, dunia kini berdiri di persimpangan penting: era big data dan artificial intelligence. Jutaan data dihasilkan dari aktivitas manusia, mulai dari klik di media sosial, transaksi belanja online, hingga sensor yang merekam pergerakan cuaca. Di balik semua itu, ada satu fondasi yang kerap terlupakan, namun justru menjadi jantung yang membuat semuanya bekerja: matematika.
Big data tidak hanya sekadar tumpukan informasi raksasa, melainkan lautan pola yang menunggu untuk ditemukan. Matematika hadir sebagai kompas yang menuntun manusia agar tidak tersesat. Teori probabilitas membantu memprediksi tren dari data yang tampak acak, sementara aljabar linear menjadi kunci utama dalam mengolah algoritma yang membuat mesin mampu mengenali wajah, memahami suara, hingga menerjemahkan bahasa. Tanpa matematika, data hanyalah angka tanpa makna; dengan matematika, data menjelma menjadi wawasan yang bisa mengubah arah kebijakan, bisnis, bahkan kehidupan sosial.
Artificial intelligence, yang kini semakin merambah ke berbagai bidang, juga berakar kuat pada landasan matematis. Jaringan saraf tiruan yang meniru cara kerja otak manusia dibangun dari persamaan linear dan fungsi non-linear yang rumit. Konsep turunan dalam kalkulus memungkinkan mesin belajar dari kesalahan dan memperbaiki prediksinya. Statistik memberi kekuatan bagi sistem rekomendasi untuk memahami kebiasaan pengguna, sementara teori optimasi membantu komputer menemukan solusi terbaik di antara jutaan kemungkinan.
Lebih jauh lagi, matematika tidak hanya memberi mesin kemampuan untuk berpikir, tetapi juga memberi manusia alat untuk mengendalikan teknologi itu sendiri. Dalam dunia di mana kecerdasan buatan berpotensi melampaui batas imajinasi, pemahaman matematis menjadi pagar etis yang memastikan inovasi berjalan selaras dengan nilai kemanusiaan. Tanpa bekal matematika yang kokoh, manusia bisa saja terjebak dalam arus teknologi yang melaju tanpa kendali.
Bagi mahasiswa dan generasi muda, memahami peran matematika dalam era ini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Mereka tidak hanya dituntut mampu menggunakan teknologi, tetapi juga mengerti logika di balik mesin pintar yang mereka hadapi setiap hari. Kesadaran ini akan melahirkan sumber daya manusia yang tidak sekadar menjadi konsumen teknologi, melainkan pencipta yang mampu menghadirkan solusi inovatif.
Era big data dan artificial intelligence sesungguhnya adalah panggung baru di mana matematika berperan sebagai sutradara yang tak terlihat. Ia bekerja senyap, namun arah dan hasil pertunjukan sepenuhnya bergantung pada logika dan perhitungannya. Dengan memeluk matematika sebagai sahabat, manusia bukan hanya siap menghadapi derasnya gelombang data dan kecerdasan buatan, tetapi juga mampu menavigasi masa depan dengan lebih bijak dan terarah.
*Dosen IKIP PGRI Bojonegoro.