
Reporter : Rofiq
blokTuban.com – Kemelut yang berlarut-larut di tempat ibadah Tri Dharma (TITD) atau Klenteng Kwan Sing Bio Tjoe Ling Kiong Tuban membuat DPRD Kabupaten Tuban ikut turun tangan. Melalui Komisi II, para wakil rakyat minta konflik internal terseut bisa segera diselesaikan.
Bahkan, Komisi II sudah menggelar forum dengar pendapat atau hearing yang digelar pada Rabu (30/7/2025) untuk mencoba mencarikan jalan keluar yang baik. Berbagai pihak dihadirkan untuk membahas polemik berkepanjangan yang melibatkan pengurus, umat, serta tokoh-tokoh dari luar daerah tersebut.
Pertemuan yang berlangsung di Ruang Paripurna DPRD Tuban ini dihadiri oleh 25 orang perwakilan. Di antaranya 14 orang pengurus-penilik KSB TLK periode 2025–2028 yang saat ini tengah digugat dan tiga orang umat penggugat beserta penasihat hukumnya.
Selain itu juga hadir perwakilan dari Kantor Kemenag Tuban, LBH KP Ronggolawe, Kabag Hukum Pemkab Tuban, dan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Tuban.
Hearing ini merupakan tindak lanjut dari surat permohonan Lembaga Bantuan Hukum KP Ronggolawe yang mewakili 14 pengurus dan penilik terpilih. Mereka dituding melanggar AD/ART organisasi oleh tiga umat yang kemudian menggugat ke Pengadilan Negeri Tuban.
Dalam pertemuan tersebut, mencuat dugaan bahwa selama ini pengelolaan klenteng yang berada di pesisir utara Jawa Timur itu dikendalikan oleh tiga tokoh pengusaha dari luar Tuban, yakni Soedomo Mergonoto, Alim Markus, dan Paulus Welly Affandi.
Ketiganya disebut menerima mandat berdasarkan Akta Notaris Nomor 08 tanggal 8 Juni 2021 untuk membenahi manajemen, legalitas, serta merenovasi klenteng hingga 31 Desember 2024.
Ketua Komisi II DPRD Tuban, Fahmi Fikroni menyebut bahwa masa mandat pengelolaan klenteng oleh para taipan tersebut telah berakhir pada akhir Desember 2024 lalu. Dengan demikian, menurutnya, pengelolaan klenteng semestinya dikembalikan kepada umat lokal.
“Permasalahan ini sudah berlangsung sejak 2012 dan berlarut-larut. Kekosongan pengurus menimbulkan keresahan, baik di kalangan umat lokal maupun dari luar daerah yang ingin beribadah dengan tenang,” ucapnya.
Ketegangan kian memuncak setelah sejumlah umat menggelar pemilihan pengurus baru pada 8 Juni 2025 yang dilanjutkan dengan ritual Pwak Pwee. Namun, pengurus terpilih justru digugat oleh umat lainnya ke pengadilan.
DPRD Tuban dalam forum tersebut menyerukan pentingnya penyelesaian konflik melalui musyawarah yang mengacu pada aturan yang berlaku, seperti Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 serta Perpres Nomor 12 Tahun 2023.
“Kami berharap semua pihak, termasuk Pak Soedomo, Pak Alim, dan Pak Paulus turut terlibat menyelesaikan polemik ini dengan cara yang baik. Jangan sampai berlarut-larut dan memicu konflik horizontal,” tambah Roni.
Sementara itu, Ketua Terpilih periode 2025–2028, Go Tjong Ping menyayangkan sikap dari tiga umat penggugat yang memilih walk out dari forum. Ia menegaskan bahwa forum ini digelar demi kepentingan umat dan berharap DPRD segera memfasilitasi pertemuan lanjutan.
“DPRD telah membuka ruang bicara dari hati ke hati antarumat. Tetapi sayangnya, ada yang memilih meninggalkan forum. Kami harapkan ke depan semua umat diundang agar persoalan ini segera tuntas,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Nang Engki Anom Suseno selaku penasihat hukum tiga penggugat mengaku kecewa karena tidak diberikan kesempatan berbicara dalam forum untuk mewakili para kliennya. Ia menyatakan bakal mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan hearing tersendiri.
“Kami akan mengkaji untuk ajukan hearing juga. Kami berharap penyelesaian persoalan ini tetap sesuai dengan AD/ART dan jalur hukum,” tegasnya.[ono]