Reporter: Dina Zahrotul Aisyi
blokTuban.com- Kecintaan pada sesuatu, sering membuat seseorang memberikan total hidupnya untuk hal yang dicintainya itu. Tak terkecuali, cinta pada musik atau seni, seseoang bisa mengabdikan dirinya untuk musik dan berkesenian.
Di Kabupaten Tuban, Jawa Timur terdapat salah satu musisi keroncong Indonesia yang mendirikan rumah keroncong untuk generasi milenial. Dalam beberapa tahun ke belakang, musik keroncong kembali populer di kalangan generasi milenial.
Pendiri rumah keroncong yang berlokasi di Jalan Manggis No. 43-44, Kelurahan Perbon, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban tersebut adalah Raden Dadang Jatmiko Nugrahadi. Pria asal daerah Kulon Progo, Yogyakarta tersebut mendirikan rumah keroncong di Tuban sejak 3 tahun lalu setelah kepindahannya ke Kabupaten Tuban. Dan, pria ini total dengan dunia yang digelutinya itu.
“Sebenarnya saat ini tinggal menunggu akte dari notaris untuk namanya menjadi Yayasan Rumah Keroncong Indonesia,” jelasnya saat ditemui blokTuban.com, Selasa (26/10/2021).
Sebelum kepindahannya ke Kabupaten Tuban, Dadang juga mendirikan lembaga kursus gratis di daerahnya, yakni Kulon Progo.
“Namanya Pusdiklat Keroncong Anak Kulon Progo, berdiri selama 5 tahun, setelah saya pindah ke Tuban saya titipkan ke teman-teman di sana,” ujarnya.
Menurut sejarahnya, musik keroncong dibawa oleh bangsa Portugis yang menjajah Indonesia, sehingga menimbulkan daya tarik bagi bangsa Indonesia sendiri. Tak heran musik keroncong menjadi salah satu genre musik yang populer di Indonesia.
Atas inisiatifnya mendirikan Pusdiklat tersebut Dadang mendapatkan penghargaan dari CongRock 17 sebagai Pelopor dan Penggiat Keroncong Remaja di Indonesia pada tahun 2019 lalu di Semarang, Jawa Tengah.
“Yang mendapatkan penghargaan ada 7 orang, termasuk saya waktu itu. Ada Mas Imoeng (Dosen ISI Yogyakarta), Koko Thole (Artis Keroncong Jakarta), Andre Juan Michele ( Keroncong Tugu Jakarta), Prilastono Nugroho (Demak) dan Jumali (Trenggalek). Mereka yang memiliki kontribusi sangat besar dalam upaya regenerasi musik keroncong untuk generasi milenial,” ujarnya.
Selama tiga tahun di Tuban, Dadang saat ini memiliki anak didik kurang lebih 100 orang dari usia Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Terdapat beberapa grup yang menjadi anak didiknya antara lain Histeria, Coolturnesia, Pesona Bidadari, Opo jare Junior, dan Alhuda Symphoni Keroncong.
“Histeria ini grup keroncong anak kelas 2 SD, Coolturnesia untuk SMP, Pesona Bidadari seluruh anggotanya perempuan dari SMAN1 Tuban, Al Huda symphoni grup orchestra dari SMA Al-Huda,” tuturnya.
Untuk grup Opo Jare Junior, Dadang mengatakan bahwa grup tersebut merupakan anak didik pertamanya setelah berada di Tuban saat Tahun 2019. Grup Opo Jare Junior juga telah beberapa kali diundang untuk mengisi acara-acara dan pernah memenangkan juara dua lomba keroncong nasional yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI secara virtual.
“Anak-anak progresnya bagus, dua atau tiga kali mengisi acara kemudian ikut lomba ternyata menang,” ujarnya.
Dadang mengaku harapan awalnya mendirikan rumah keroncong ini untuk melatih para anak didiknya agar nantinya mereka bisa dikenal oleh masyarakat luas.
“Sebenarnya memang tidak difokuskan ke lomba tetapi nanti harapan ke depannya bisa dibikinkan channel Youtube sendiri untuk masing-masing grup agar bisa ngangkat mereka,” katanya.
Saat ini Dadang juga mengungkapkan bahwa grup Pesona Bidadari sudah cukup mendapatkan perhatian dari masyarakat luas karena sudah memiliki facebook dan instagram sendiri. Selain Pesona Bidadari, grup keroncong Coolturnesia juga berpredikat sebagai grup keroncong kategori usia SMP pertama di Indonesia yang dapat mengcover lagu dewasa dengan baik.
“Kalau di keroncong kan selama ini belum ada, biasanya untuk anak-anak covernya lagu-lagu keroncong yang jaman dulu seperti Bengawan Solo,” ungkapnya.
Minat anak-anak saat ini memang lebih ke musik-musik populer sehingga Dadang mengikuti keinginan dari mereka yang terpenting adalah anak-anak didiknya senang terhadap musik keroncong.
“Minat mereka cover di lagu populer itu malah menjadu poin plus karena di mana-mana yang cover pakai lagu jaman dulu. Untuk masalah lagu keroncong asli akan lebih mudah dipelajari nantinya karena chord-chordnya juga lebih sulit yang populer,” bebernya.
Guru musik di SMA Al Huda tersebut mengakui bahwa sebenarnya banyak seniman-seniman yang pintar di Tuban akan tetapi untuk pelaku di musik keroncong belum ada, sehingga menurutnya hal tersebut bisa menjadi potensi bagi dirinya untuk mengembangkan musik keroncong di Kabupaten Tuban.
Dadang juga mengakui bahwa untuk mencintai musik keroncong perlu waktu dan bukanlah hal yang instan. Ia baru memulai menekuni musik keroncong saat lulus SMA.
“Awalnya saya juga belum mau main kalau diajak keroncongan, tapi saya memang terbiasa mendengar musik keroncong dari kecil karena ayah saya punya grup di rumah, dan ibu saya penyanyi keroncong. Jadi setelah lulus SMA disuruh meneruskan ke musik keroncong,” jelasnya.
Mulai tahun 1991, tepatnya setelah Ia lulus SMA, Dadang mulai menjadi pelatih musik keroncong di desanya, padahal ia mengaku bahwa pada saat itu merasa belum pantas menjadi pelatih karena baru menguasi di alat musik biola.
“Dulu alat musik lain sejak lulus SMA sudah bisa, tapi ya sekedar bisa main belum bagus,” tegasnya.
Ia juga mengatakan apabila suatu hal ditekuni secara konsisten maka lambat laun akan memanen hasilnya.
Saat ini ia sudah berkecimpung di dunia musik keroncong kurang lebih selama 30 tahun. Impiannya adalah semoga dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun ke depan Tuban bisa menjadi pusat keroncong remaja di Jawa Timur maupun di Indonesia.
“Bahkan mungkin saya bisa mengklaim kalau saat ini, Tuban sudah menjadi pusat keroncong anak, karena sudah ada 5 grup keroncong, meskipun gongnya belum cukup kuat di publik. Mudah-mudahan nanti tahun-tahun ke depannya Tuban bisa launching sebagai pusat kota keroncong,” tutupnya. [din/ono]