Polemik Provider Internet Desa Diungkit di Ruang Paripurna

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Provider internet desa merupakan polemik klasik di 311 desa di Kabupaten Tuban. Polemik tersebut diungkit kembali di ruang paripurna DPRD Tuban dalam hearing Pansus II bersama stakeholder dan organisasi masyarakat, terkait Raperda Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pada Selasa (26/5) siang.

Awalnya Ahmad Ainutaufiq Sekdes Rengel yang juga perwakilan PPDI Kabupaten menyambut baik lahirnya Perda KIP. Juknis diharapkan segera ditindaklanjuti berupa Perbup dan Perdes.

"Dalam hal keterbukaan informasi sampai sejauh ini sedikit banyak telah dilakukan. APBDes sudah dipasang. Penerima program sosial dibuka di papan informasi desa, semua berhak mengetahuinya," terangnya.

Hearing yang dihadiri Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan KB (PMD dan KB) ini, kemudian disinggung oleh Sekdes Rengel.

"Pemkab telah menunjuk salah satu provider internet desa yaitu Icon plus. MoU di tiap desa di bayar Rp 2 juta per bulan dalam lima tahun. Selama ini desa menggunakan Icon plus masih jauh dari kata memuaskan," celetuknya.

Ditambahkannya, bahwa Icon plus selama ini sedikit banyak menghambat keinginan publik untuk mengakses data. Apakah kita diperbolehkan menggunakan provider lain, dan boleh memutus kontrak.

Kalau dibandingkan Telkom indihome tentu sangat jauh. Bedanya jaringan bagus, dan icon plus jauh dari kata memuaskan.

"Infrastruktur harus memadai jika Raperda Keterbukaan Publik disahkan. Kualitas internet desa harus ditingkatkan," pintanya.

Kepala Dinas Kominfo Tuban, Heri Prasetyo menyarankan Pemdes bisa menggunakan provider apapun yang penting fiber optik. Begitu tidak pakai fiber optik, data desa akan rentan dicuri.

"Kami pernah studi banding di Kediri. Di sana ada data yang sudah dicuri negara lain. Oleh karena itu, kami tidak ingin terjadi di Tuban," sambungnya.

Ketua Komisi II DPRD, Mashadi juga menerima alasan Dinas Kominfo untuk pakai fiber optik. Ternyata fungsi provider aman ini belum optimal.

"Kita sepakat penggunaan fiber optik demi keamanan. Dinas PMD dan KB harus menekan provider yang jadi langganan desa-desa," pintanya.

Komisi II akan secepatnya komunikasi dengan provider dan mengundang PPDI, Aasosiasi Kepal Desa (AKD) dan lainnya supaya tuntas penjelasannya.

Kepala Dinas PMD dan KB Tuban, Nurjanah melalui Kabidnya menjelaskan layanan fiber optik di desa sangat menguras energi Pemkab karena merintis.

"Niat baik intansi kami yaitu mendukung program pemerintah. Ternyata Tuban bukan trend center hanya follower," terangnya.

Dari dulu Pemkab tidak boleh menunjuk salah satu provider. Yang sanggup BUMN, waktu menawari Telkom ternyata hanya sanggup 100 desa. Mereka menilai proyek itu biayanya mahal. "Per 150 desa biayanya bisa Rp 15 miliyar karena harus menyediakan tiang dan kabel. Beda dengan radio," bebernya.

Selain itu, standar dan spesifikasi keamanan, di Juknis Dinas PMD dan KB hanya wajib fiber optik (FO). Biaya Rp2 juta itu angka nasional bukan hanya di Tuban.

"Tidak ada keistimewaan bagi icon plus. Jika desa kurang puas dengan layanan icon plus bisa pakai provider lain. Dari Alokasi Dana Desa (ADD) masih bisa mengcover untuk beli provider yang aman," pintanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua Pansus II, Zuhri Ali akan segera mengagendakan pertemuan untuk menuntaskan polemik provider internet desa. Diakuinya icon plus sudah melalukan perbaikan, tapi belum sesuai keinginan Pemdes apalagi memuaskan.

"Ada perbaikan sudah, tapi belum memuaskan sesuai harapan," tutupnya. [ali/ono]