Pembebasan Lahan Milik Masyarakat Capai 153 Hektare

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Untuk mengejar stop impor BBM yang ditargetkan pada tahun 2026, Pertamina terus mengebut pengembangan kilang proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pembangunan kilang baru proyek Grass Roof Refinery (GRR).

Nantinya kapasitas kilang yang saat ini 1 juta barel per hari akan meningkat dua kali lipat menjadi 2 juta barel per hari, sehingga Pertamina menargetkan memenuhi kebutuhan BBM dari kilang sendiri tanpa ketergantungan dengan impor.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, menyatakan, pentingnya kilang bagi ketahanan, kemandirian dan kedaulatan energi nasional. Saat ini Pertamina terus melakukan akselerasi pembangunan kilang, siang dan malam, sehingga dapat selesai lebih cepat dari yang ditargetkan.

"GRR Tuban sudah selesai dengan proses pengadaan lahan dan sedang dalam proses pembayaran," terang Fajriyah dilansir dari situs resmi Pertamina, Sabtu (29/2/2020).

Pertamina dan Rosneft bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada 28 Oktober kemarin. Saat ini telah dimulai pelaksanaan Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED).

Selain itu, telah dilakukan konstruksi fasilitas pendukung dan persiapan lahan restorasi sekitar 20 ha di pesisir pantai.

"GRR Tuban, pembebasan lahan milik masyarakat telah mencapai 153 ha atau 98 persen lebih dari total lahan warga yang sudah setuju untuk pembangunan kilang dan saat ini telah memasuki proses pembayaran kompensasi,” imbuhnya.

Pertamina menyampaikan terima kasih atas dukungan dari berbagai pemangku kepentingan sehingga megaproyek bisa berjalan dengan baik.

Dukungan yang terus menerus dari Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, menjadi kekuatan tersendiri bagi Pertamina untuk menuntaskan tugas bersejarah ini.

Sementara itu, pembangunan Kilang Balikpapan yang progressnya sudah lebih dari 13 persen, tahun ini ditargetkan mencapai 40 persen. Target pembangunan Kilang Balongan dan Cilacap masing-masing 10 persen.

"Kita akan terus kebut, demi kepentingan nasional,” tegas Fajriyah.

Proyek RDMP dan GRR, lanjut Fajriyah juga diintegrasikan dengan pembangunan industri petrokimia yang memiliki potensi bisnis Rp 40 – 50 triliun per tahun sejalan dengan target Pertamina untuk menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia Pasifik.

Untuk itulah, kilang yang dibangun didesain dengan teknologi tinggi yang bisa mengolah jenis crude dari mana saja serta memiliki fleksibilitas tinggi untuk mengubah mode kilang menjadi petrokimia.

Besarnya peluang bisnis migas, menjadikan megaproyek RDMP dan GRR telah menarik para investor dunia untuk menanamkan modalnya , bahkan tak sedikit yang meminta menjadi mitra strategis.

“Pada Kilang Balikpapan saja ada sekitar 40 perusahaan yang meminta menjadi mitra kepada Pertamina, sehingga kita lakukan seleksi secara ketat. Begitu juga di kilang Balongan dan kilang lainnya,” tambahnya.

Negosiasi dengan mitra bisnis dan investor, tambah Fajriyah, berjalan dengan baik. Sejumlah MoU dan kesepakatan bisnis telah ditandatangani antara Pertamina dengan berbagai pihak, seperti ADNOC, Mubadala, Rosneft, K-Sure dan lain sebagainya.

“Negosiasi dengan Saudi Aramco juga masih terus berlanjut dan solusinya adalah menerapkan skema seperti pada Kilang Balikpapan dengan cara toll fee untuk kilang lama, namun tetap berpartner untuk kilang baru di Cilacap,” tandasnya. [ali/ito]