Cara Pertamina Tepis Isu Pengaturan Harga Lahan untuk Kilang Tuban

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Abdullah Fitriantoro dan rekan yang berkantor di Jakarta, telah mengumumkan nilai lahan warga untuk proyek Kilang New Grass Root Refinery (NGRR) Tuban pada 10 Februari 2020.

Di hari itupula kurang dari 40 pemilik bidang menyetujui harga yang dikeluarkan KJPP. Lainnya masih mikir-mikir, apakah ikut menerima atau justru menggugat di pengadilan dengan peluang nilai lahan lebih tinggi.

Sempat muncul isu PT Pertamina ikut andil mengatur nilai harga lahan per meter di tiga desa yaitu Wadung, Kaliuntu, dan Sumurgeneng, Kecamatan Jenu. Untuk menepis isu tersebut, Kadek Ambara Jaya, Project Coordinator NGRR Tuban langsung bergerilya komunikasi dengan warga dan stakeholder lainnya.

"Kami berani bersumpah jika nilai lahan itu murni dihitung tim KJPP," tutur Kadek disela diskusi dan ngopi santai bareng wartawan Tuban, Rabu (12/2/2020).

Ditegaskan oleh Kadek, Pertamina hanya sebagai juru bayar setelah nilai permeter lahan warga keluar. Untuk menjaga netralitas, Pertamina belum memegang hasil pengumuman penilaian KJPP tahap 1.

Teman-teman wartawan bisa mengecek tranparansi, dimana seluruh data ganti rugi dan rinciannya telah ditempel di masing-masing kantor desa baik Wadung, Kaliuntu, maupun Sumurgeneng. Kadek baru menerima data dari KJPP dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk pengeluaran uang triliunan.

Data terakhir yang dihimpun BPN, per 12 Februari malam sudah ada 124 pemilik bidang yang setuju dengan nilai KJPP minimal Rp 600 ribu per meter itu. Secara bertahap, Pertamina bakal memberi edukasi dan mengajak pemilik lahan untuk menerima harga.

"Hanya pengadilan yang bisa membatalkan harga KJPP. Harapan kami warga menerima, karena ada waktu 14 hari untuk menggugat. Jika warga kalah maka sistem konsinyasi berjalan," beber pria kelahiran Bali ini.

Rincian 124 penerima harga KJPP, untuk di Desa Sumurgeneng ada 79 bidang seluas 21, 41 hektare dan dimiliki 59 orang. Desa Wadung ada 42 bidang seluas 10,273 hektare dengan pemilik 37 orang. Terakhir Desa Kaliuntu ada 3 bidang dari 3 pemilik seluas 0,562 hektare.

Dibandingkan harga ring road atau Jalan Lingkar Selatan (JLS) di Kecamatan Semanding, nilai KJPP untuk lahan Kilang Tuban lebih mahal. Di ring road untuk tanah kas desa Rp 233 ribu per meter, sementara lahan pertanian Rp 107.840 per meternya.

"Mahalnya nilai KJPP menjadikan kilang tak ekonomis lagi. Pertamina harus merogoh kantong Rp 2 triliun lagi dari semula anggaran yang mencapai triliunan," tegas pria yang pada 2016 masih bekerja di Kilang Balongan.

Selain isu pengaturan harga, perusahaan plat merah juga dinilai mempermainkan psikis dan mematahkan harapan pemilik lahan. Disaat diajak studi banding di Cilacap, harga termurah Rp 1 juta 70 ribu per meter dan termahal Rp 1,4 juta lebih.

Kadek menegaskan tujuan ke Cilacap bukan soal studi harga, tapi cara atau mekanisme pembayaran. Dimana harus diukur dulu oleh tim, baru ketahuan harganya.

"Dia berpesan warga yang kini jadi miliarder harus menggunakan uangnya sebaik-baiknya," tandasnya.

 

Sementara itu, target total kebutuhan kilang Tuban ada 1.136 bidang dengan luas 841 hektare. Tersebar di Desa Kaliuntu 6 bidang, 562 bidang di Wadung, 566 bidang di Sumurgeneng, Perhutani 1 bidang, dan di KLHK 1 bidang. [ali/ono]