Pondok Pesantren di Lapas Tuban Ubah Narapidana Jadi Ustadz

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Hidup di dalam penjara tentu tidak menyenangkan. Menatap jeruji besi, tidur di ruangan sempit, serta menyantap makanan sederhana menjadi rutinitas hidup di dalam penjara.

Kendati demikian, hal berbeda bisa ditemukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Tuban. Lapas atau penjara ini mendirikan pondok pesantren (ponpes) untuk berikan pembinaan terhadap narapidana. Namanya pesantren mini At-Taubah.

Sepenggal kisah diungkapkan Candi, warga binaan Lapas asal Kecamatan Widang. Dia menceritakan sebelum pondok mini berdiri, napi belajar sesuai kemauannya. Setelah ada para napi yang belum bisa sholat, diajari menghafal doa-doa sholat.

"Jika sholat sudah lancar, kemudian diajak belajar iqra' mulai membaca alif, ba, ta tersebut," terangnya ketika ditemui reporter blokTuban.com disela mengajar santri, Selasa (19/11/2019).

Diakui Candi, sebagai manusia tidak sempurna tentu ada kendala-kendala. Ada yang agak mbulet maupun nyaman. Hitungannya kalau 100 persen, 75 persen nyaman dan 25 persennya butuh perlakuan berbeda.

Harapan mengikuti ngaji di pondok pesantren mini lebih mendalami ajaran Islam. Sekaligus mengamalkannya di lingkungan setelah keluar dari Lapas.

"Semoga tobatnya bisa istiqomah," tegasnya.

Kasi Pembinaan Narapidana/Anak Didik dan Kegiatan Kerja (Kasi Binadik dan Giaja) Lapas IIB Tuban, Subiyanto mengatakan, program pondok pesantren mini di Lapas berawal dari data warga binaan yang sudah bisa sholat, membaca Alqur'an dan mayoritas beragama Islam.

"Konsepnya per kelas. Bagi yang belum bisa sholat dimasukkan ke kelas sholat. Yang belum bisa baca Alqur'an masuk kelas Iqra'. Sedang yang sudah bisa Alqur'an masuk kelas baca tulis dan tajwidnya. Kelas yang lebih tinggi lagi ada diniyah," bebernya.

Pembagian kelas ini diharapkan lebih efektif. Tak cukup hanya mendengar ceramah agama, tapi juga bisa langsung mempraktikannya.

Dulunya ketika mendengar ceramah warga binaan cenderung pasif. Setelah dikolompokkan per kelas timbul niatan untuk belajar dan fokus, karena per kelas hanya diisi 10-15 orang.

"Disini total ada 12 ustadz. Terdiri dari 4-5 ustadz dari Kemenag dan ustadz dari Ponpes Jenu dan Bejagung," terangnya.

Dengan bantuan tersebut proses mengaji lebih fokus, mandiri, dan aktif. Bagi santri senior juga diangkat menjadi ustadz untuk ikut membina santri pemula. Kolaborasi ini dibangun untuk saling belajar.

Adapun goal dari program ini ada sesuatu yang diambil oleh para warga binaan. Sejak Oktober 2018 sampai November 2019 sudah meluluskan 192 orang.

"Total jumlah santri 365 dari 377 warga binaan Lapas, karena sebagian ada yang beragama lain dan diperbantukan di Merakurak dan kantor," tutup Biyanto. [ali/rom]