Gelar Aksi di Istana Negara, Mahasiswa Doktor Berharap Pemerintah Adil

Reporter: Parto Sasmito

blokTuban.com - Puluhan mahasiswa program doktoral yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Doktor Nusantara (AMDN), yang saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di berbagai kampus negeri yang ada di Indonesia, menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Setelah menggelar aksi di Istana Negara, massa bergerak ke Kementerian Keuangan RI untuk audiensi terkait nasib mereka yang rata-rata dosen dari kampus swasta.

Koordinator AMDN, Jusril mengatakan, semangat para dosen yang ingin melanjutkan pendidikan doktor perlu diapresiasi, dan didukung pemerintah demi mewujudkan SDM unggul untuk Indonesia Maju, dan tentu itu semua demi meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

"Visi Presiden Jokowi periode kedua ini sejalan dengan tuntutan teman-teman, yaitu membantu pemerintah mewujudkan SDM Unggul Indonesia Maju, jadi semangat para dosen yang sudah lanjut kuliah doktor harus didukung pemerintah agar terwujudnya pendidikan yang berkualitas di Indonesia," ujar Jasril dalam siaran persnya, Rabu (28/8/2019).

s31

Menurutnya, para mahasiswa yang sedang menempuh program doktoral di berbagai universitas di Indonesia menggelar unjuk rasa ini karena merasa diperlakukan diskriminasi oleh pemerintah. Sebab, program beasiswa lebih diprioritaskan ke mahasiswa yang berasal dari lulusan kampus yang sama atau satu daerah, akibatnya biaya studi para mahasiwa doktoral ini banyak yang ditanggung sendiri.

Selain itu, ada beberapa penerima beasiswa yang tidak memenuhi syarat tapi malah lolos, sedang yang susah payah mengikuti syarat yang telah ditentukan pemerintah terabaikan.

AMDN mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak konsisten dengan perencanaannya, yang paling utama adalah meningkatkan SDM dosen di Indonesia.

"Kebijakan BPPDN tidak sesuai dengan perencanaan pemerintah untuk meningkatan SDM dosen di Indonesia, dalam bentuk menciptakan 500.000 doktor yang masih belum tercapai sampai sekarang, bertolak belakang dengan program Nawacita Jokowi," terang Jusril.

Selain itu, AMDN merasa dirugikan karena keputusan pemerintah yang tidak membuka kembali jalur Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN), yang merupakan beasiswa bagi dosen tetap yang bertugas pada perguruan tinggi di bawah pembinaan Kemenristekdikti seperti tahun-tahun sebelumnya.

Senada dengan itu, Abdul Rasyad, koordinator aksi mempersoalkan buruknya sistem seleksi di BPPDN, yang dinilai kurang transparan sehingga ditemukan beberapa mahasiswa yang double beasiswa.

"Kami menyayangkan sistem BPPDN yang dinilai kurang profesional dan transparan dalam proses seleksinya, data kami menemukan beberapa penerima beasiswa ganda baik LPDP dan BPPDN dengan tujuan kampus yang sama. Kami sarankan proses seleksi berikutnya harus diperbaiki," ujarnya.

Ia juga mendesak pemerintah pusat, supaya program beasiswa 'on going' dikembalikan (dibuka) kembali dengan skema bantuan pendidikan semester 1 dan 2 untuk mahasiswa tahun 2019, seperti mahasiswa doktor tahun 2017.

"Sebagai bagian dari stakeholder dalam mewujudkan visi SDM Unggul Indonesia Maju, kami meminta dan mendorong pemerintah memperhatikan para mahasiswa doktoral yang belum lulus BPPDN tahun 2019 ini, untuk diberikan subsidi dengan program bantuan semester 1 dan 2 serta dibukakan beasiswa 'on going' di 2020 mendatang," jelas dosen dari Lombok Timur itu.

Massa juga mendesak pemerintah mengurangi kuota beasiswa luar negeri dan memperbanyak kuota beasiswa dalam negeri, sehingga para dosen yang ingin melanjutkan program doktor tidak mengalami kesulitan. [mu]