Aktivis Tuban Desak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Disahkan

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Aliansi Gerakan Mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Kabupaten Tuban mendesak Pemerintah dan DPR RI perlu segera membahas dan mengesahkan RUU ini.

Jaringan Peduli Perlindungan Perempuan Tuban, yang terdiri dari: aktivis Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban, PC PMII, GMNI, HMI, Korpri, BEM STITMA, FAR, masyarakat sipil dan rumah perempuan mandiri juga meminta menghentikan impunitas bagi pelaku kekerasan seksual dan membuka akses korban atas kebenaran, keadilan, pemulihan, dan jaminan atas ketidakberulangan. 

Sekitar 70 massa itu melakukan aksi teatrikal di barat Bundaran Patung Letda Soecipto, Kamis (18/7/2019) untuk menyuarakan tuntutan ini. 

Direktur KPR Tuban, Nunuk Fauziyah mengatakan ini merupakan bentuk aksi solidaritas yang dilakukan dari Sabang sampai Merauke oleh jaringan perlindungan perempuan. 

"RUU ini sudah tiga tahun dan tahun ini dirasa waktunya disahkan," kata Nunuk Fauziah dalam jumpa pers usai aksi di depan Kantor DPRD Tuban. Dia juga menjelaskan aksi yang digelar hari ini merupakan aksi solidaritas yang juga dilakukan sejumlah elemen aktivis dari Sabang sampai Merauke oleh jaringan perlindungan perempuan. 

Nunuk kemudian merinci empat tujuan RUU ini. Mulai mencegah tindak kekerasan seksual, menangani, melindungi, memulihkan korban, menindak pelaku, dan mewujudkan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual. Selain Pemerintah dan DPR RI, aliansi juga meminta aparat penegak hukum mengoptimalkan penggunaan UU KDRT, UU Perlindungan Anak, UU Pemberantasan Tindak Perdagangan Orang, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. 

Disamping itu, tokoh masyarakat, pemuka agama, dan tokoh adat agar semakin meningkatkan upaya pendidikan masyarakat agar kebiasaan, praktik, dan budaya mendiskriminasi perempuan dan menempatkan perempuan sebagai objek kekerasan dapat diminimalkan. 

"Kami minta masyarakat agar tetap fokus pada perlindungan korban yang menjadi tanggungjawab pemerintah dengan pelibatan korban, keluarga, masyarakat, dan korporasi sehingga tidak mereviktimisasi perempuan korban berkelanjutan," terangnya.(Al/dy)