Mendidik dengan Rutinitas dan Keteladanan

Oleh: Ikhwan Fahrudin*

Sebagai orang tua kedua bagi murid di sekolah, kami tentu mempunyai peranan besar dalam memberikan bekal ilmu dan bimbingan terstruktur. Terlebih lagi, kami dinilai sebagai sosok yang berpendidikan yang diharapkan mampu mendidik anak bangsa untuk masa depan. Karakter bangsa sangat ditentukan oleh peran guru dalam kedisiplinan mendidik. Mulai dari hal sederhana yang berdampak signifikan bagi karakter siswa. 

Mengawali pagi di saat anak-anak menjalani rutinitasnya di sekolah. Bukan hal yang canggung jika anak-anak terbiasa menjalani aktivitasnya dengan menata dari hal terkecil. Mulai dari seragam yang ia kenakan sampai aksesosoris yang menjadi pelengkapnya. Sampai di parkiran sekolah, anak-anak masuk disambut ustaz-ustazah piket di sepanjang jalan. Berjabat tangan, senyum, sapa, memancarkan aura kebahagiaan. Berjalan menuju kelasnya masing-masing tanpa harus berlari. Perlahan menyapa teman-teman sebaya yang ada di sekolah.

Menata sandal di rak dan disesuaikan dengan namanya. Berbaris ke samping kiri kanan. Menata helm di atas loker tas dengan berjajar rapi. Menata map soal di gantungan dinding sekolah. Sepatu-pun demikian, di tata rapi di rak kayu berdekatan dengan sandal.

Kebiasaan menata hal kecil ini menjadi menu wajib yang dilakukan di siswa-siswi kami selama pembelajaran. Dididik sejak dini untuk membentuk pribadi yang adil sejak dalam pikiran. Disiplin mulai dari hal kecil untuk menjadi lebih besar. Membangun karakter harus sejak dini dan kebiasaan. Jika sudah biasa akan menjadi kebutuhan yang melekat dari dirinya. 

Jika kita tarik dari proses perjuangan, dimulai dari hal kecil melalui proses menuju yang besar. Ibarat peribahasa “sedikit-dikit lama-lama menjadi bukit”. Proses ini kami tekankan ke mereka untuk menghargai suatu proses.

Saya sebagai guru menyakini, kebiasaan berfungsi mengubah perilaku kita. Dengan melakukan hal-hal baik (meskipun sederhana) secara rutin, maka siswa akan menjadi terbiasa melakukan hal-hal baik (secara ringan dan otomatis, dan otak tak lagi berpikir keras untuk itu!), dan pada gilirannya orang bersangkutan menjadi orang yang berperilaku baik.

Kami selaku pendidik menyakini penataan sandal, sepatu, tas, helm, dan interior yang baik bisa memberikan dampak yang begitu besar mulai memengaruhi psikologis, kesehatan, sampai emosi tiap-tiap penghuninya. Apalagi masih anak-anak yang notabene tahap awal pembentukan karakter kuat.

Membentuk karakter bisa dimulai dari lingkungan terdekat kita. Setiap hari jika dilakukan berulang-ulang akan menjadi karakter yang kuat. Melekat dalam jiwa anak-anak. Bagi yang tidak melakukannya. Tersedia konsekuensi logis yang mendidik bagi anak-anak.

Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian siswa. Mendidik budaya membentuk norma, sikap, dan nilai luhur yang dilakukan berulang dan konsisten. Konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur sekolah. 

Kami memiliki semangat mengusung konsistensi ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika yang terus tertanam dalam diri mereka melalui budaya, sistem sekolah, keluarga, dan teman. Sehingga siswa dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup disiplin.

Makanya sebuah ruang harus direncanakan dengan baik, elemen yang digunakan hingga bentuk maupun penataan interior akan sangat berpengaruh untuk menciptakan good health and good life. 

Kalau sekadar materi pelajaran, mungkin semua bisa saja tahu karena tertulis dalam buku pelajaran. Tetapi bagaimana dengan nilai moral? Ada baiknya dalam pelajaran yang diajarkan juga menanamkan nilai moral yang bisa dijadikan bahan pelajaran hidup. Mendidik dengan keteladanan. 

Misalnya, saat mengajarkan pelajaran Matematika guru tidak hanya sekadar memberikan rumus dan cara pengerjaan kepada murid. Tetapi juga bisa mengajarkan nilai kehidupan seperti dengan mengerjakan soal Matematika kita bisa belajar untuk bersabar dan berusaha untuk memecahkan suatu masalah dengan mengasah logika berpikir. Dengan begitu, nantinya ketika murid sedang menghadapi suatu masalah ke depannya, bisa berpikir optimis bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya selama berusaha.

Sebuah buku berjudul The Power of Habit: Why We Do What We Do in Life and Business (Charles Duhigg, 2014) menjelaskan bahwa kebiasaan memiliki kekuatan yang hebat untuk membentuk kehidupan seseorang melampaui kesadarannya. Dalam kutipannya “Kebiasaan itu kuat, tetapi halus. Mereka dapat muncul di luar kesadaran kita, atau dapat dengan sengaja dirancang. Mereka sering terjadi tanpa izin kita, tetapi dapat dibentuk kembali dengan mengutak-atik bagian-bagiannya. Mereka membentuk kehidupan kita jauh lebih dari yang kita sadari–mereka begitu kuat, pada kenyataannya, mereka menyebabkan otak kita melekat pada mereka dengan mengesampingkan semua yang lain, termasuk akal sehat.”

*Pendidik di SDIT Al Uswah Tuban